Dewan Persatuan Hindu Buddha Kristen Bangladesh Kecam Diskriminasi Agama

Bhagavant.com,
Dhaka, Bangladesh – Dewan persatuan agama minoritas memprotes dan mengecam pemerintah Bangladesh karena tidak adanya perubahan apapun mengenai diskriminasi agama dalam anggaran Kementerian Agama.

Dewan Persatuan Hindu Buddha Kristen Bangladesh Kecam Diskriminasi Agama
Foto: dhakatribune.com

Kecaman dari Dewan Persatuan Hindu Buddha Kristen (Bangladesh Hindu Buddha Christian Oikya Parishad atau BHBCOP) tersebut muncul dalam konferensi pers bertajuk “Disparitas Anggaran Kementerian Agama” yang digelar di Klub Pers Nasional pada 20 Juni lalu.

Rana Dasgupta, sekretaris dewan persatuan tersebut, menyoroti bahwa anggaran yang diusulkan untuk tahun fiskal 2023–2024 hanya mengalokasikan 6,4 persen untuk pengembangan agama minoritas, yang menunjukkan penurunan alokasi yang terus menerus.

Dasgupta menekankan bahwa agama minoritas di Bangladesh telah menghadapi diskriminasi selama lima dekade terakhir. Dia menunjukkan bahwa di Hindu Dharmiya Kalyana Trust, lembaga yang memegang dana pemerintah untuk tujuan keagamaan Hindu, sebagian besar karyawan justru adalah umat Muslim, dan sebagian besar dari dana tersebut digunakan untuk umat Muslim.

Ia juga mengatakan bahwa kelambanan dan kegagalan pemerintah Bangladesh untuk melindungi minoritas telah memberanikan kaum radikal dan “komunalisme (kekerasan terhadap etnis) meningkat sepuluh kali lipat di Bangladesh saat ini dibandingkan dengan era Pakistan.”

“Pemerintah belakangan ini mengkompromikan integritasnya dengan tunduk kepada tuntutan yang dibuat oleh Hifazat-e Islam [sebuah kelompok ekstremis Islam di Bangladesh] dan mengizinkan pencetakan buku pelajaran anak-anak terkait hal-hal yang berkaitan dengan sektarianisme [kebencian terhadap agama atau etnis tertentu]. Di sisi lain, sekarang [pemerintah] membiarkan Jamaat [Jamaat-e-Islami] mengorganisir demonstrasi di ibu kota,” katanya seperti yang dilansir Bdnews24, Sabtu {17/6/2023).

“Mereka [pemerintah] mengatakan itu adalah strategi untuk mengamankan dan mempertahankan posisi mereka di koridor kekuasaan. Kami ingin mengatakan bahwa strategi itu baik-baik saja, tetapi apa yang mereka [pemerintah] lakukan adalah siasat, yang tidak boleh menjadi bagian dari politik.”

Mengizinkan Jamaat-e-Islami, yang menentang kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan, mengadakan rapat umum di jantung ibu kota minggu lalu dalam lebih dari satu dekade mengejutkan banyak pengamat politik.

Dalam konferensi pers tersebut, BHBCOP mengajukan beberapa tuntutan, termasuk transformasi lembaga Kalyana Agama Kristen, Hindu dan Buddha menjadi lembaga yang dikendalikan oleh para pemimpin agama tersebut, pemberlakuan undang-undang keselamatan agama minoritas, pembentukan kementerian untuk kaum minoritas dan komisi agama minoritas nasional, pembangunan model kuil/stupa/gereja di tingkat distrik dan lokal, dan alokasi 50 miliar taka (6,9 triliun) dalam anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan agama-agama minoritas.

Awal bulan ini, agama minoritas di Bangladesh menyuarakan keprihatinan bahwa pemerintah tidak bekerja dengan baik untuk mencegah kekerasan menjelang pemilu tahun depan. Ini adalah tanggapan atas implementasi janji yang gagal setelah pemilu 2018 di negara itu.

Sekitar 90 persen dari 160 juta penduduk Bangladesh adalah Muslim. Sekitar 8 persen adalah umat Hindu, sementara umat Buddha sekitar 0,6 persen dan Kristen merupakan 0,3 persen dari populasi.

Mayoritas umat Buddha di Bangladesh tinggal di Chittagong (juga disebut Chattogram), sebuah wilayah di tenggara Bangladesh, berbatasan dengan Teluk Benggala dan dekat dengan negara tetangga Myanmar. Dan tidak jarang diskriminasi dan kekerasan terhadap agama minoritas terjadi di sana, termasuk terhadap masyarakat adat etnis Jumma.[Bhagavant, 24/6/23, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Bangladesh,Sosial
Kata kunci: ,
Penulis: