Buddhis Asia Rayakan Tahun Baru Sankranti 2017
Bhagavant.com,
Yangon, Myanmar – Selama tiga hingga lima hari, masyarakat Asia khususnya di Asia Tenggara dan Selatan merayakan Tahun Baru Sankranti 2017 yang mulai perayaannya sejak 13 hingga 17 April 2017.

Berbagai kegiatan dilakukan oleh masyarakat Asia di perayaan Tahun Baru yang dikenal dengan perayaan Songkran di Thailand dan Laos, Thingyan di Myanmar (Birma), Choul Chnam Thmey di Kamboja, Puthandu di India, dan Aluth Avurudda di Sri Lanka.
Di Asia Tenggara khususnya di Thailand dan Myanmar, perayaan tahunan ini dirayakan dengan Festival Air, saat warga saling menyiramkan air di jalan-jalan bahkan juga melibatkan para wisatawan yang sengaja berkunjung untuk menikmati festival tersebut.
Tradisi penyiraman air adalah upaya mendinginkan tubuh dengan air agar kembali segar dari udara panas saat Tahun Baru yang memang jatuh pada hari-hari terpanas di Asia Tanggara dan tradisi bersih-bersih pada Tahun Baru. Berbagai kegiatan keagamaan juga dilaksanakan dalam menyambut Tahun Baru ini.
Di Thailand, masyarakat Buddhis mengarak dan memindahkan rupaka Buddha yang memiliki nilai penting ke ruang publik lainnya untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penghormatan dengan tradisi penyiraman air kepada rupaka Buddha tersebut.

Salah satu rupaka Buddha yang diarak dan dipindahkan adalah Phra Buddha Sihing yang ada di sebuah cetiya di Museum Bangkok. Rupaka tersebut dipindahkan pada Rabu (12/4/2017) ke cetiya sementara di Lapangan Lan Khon Muang di depan Balai Kota Bangkok. Tidak lupa umat Buddhis juga mengunjungi vihara-vihara di dekat rumah mereka.
Songkran tahun ini di Thailand dibayang-bayangi oleh masa berkabung bagi mendiang Raja Bhumibol Adulyadej yang wafat Oktober 2016.
Perayaan Tahun Baru Sankranti yang disebut Thingyan di Myanmar juga dirayakan dengan beragam cara, selain tradisi menyiramkan air. Sejumlah warga Myanmar melakukan pertemuan para punk lengkap dengan berpakaian pakaian ala punk di pinggiran kota Yangon untuk merayakan Tahun Baru tersebut.

Selain itu, para umat Buddhis mengunjungi stupa-stupa dan vihara-vihara untuk melakukan puja bakti, pindapata, serta menggelar satuditha di berbagai tempat. Satudhitha sendiri adalah kegiatan menyumbang makanan gratis kepada masyarakat umum.
Salah satu vihara wanita di Yangon, menggelar penahbisan siladhara (maechi/dasa sila mata) sementara dan samaneri sementara untuk merayakan Tahun Baru Thingyan.
“Ketika orang berpikir tentang Thingyan, mereka berpikir tentang kesenangan dan menyiramkan air,” kata dosen di Universitas Misionaris Buddhis Theravada International (ITBMU) di Myangone, Y.M. Sayalay Dr. Yuzana Nyani, seperti yang dilansir DVB, Kamis (13/4/2017).
“Tapi kesenangan atau kegembiraan itu hanya sementara,” jelasnya mengacu pada pesta berskala besar yang kini mendominasi jalan-jalan di kota-kota besar Myanmar.
“Bagi kami para viharawati, bergabung keviharawatian tak ternilai harganya. Ini sangat damai.”

Di Sri Lanka, perayaan Tahun Baru yang disebut dengan Aluth Avurudda, dirayakan masyarakat Sri Lanka dengan membersihkan rumah, menyalakan lampu minak kelapa, dan megenakan pakaian putih. Mempersembahkan bunga ke vihara merupakan kegiatan yang dilakukan oleh keluarga Buddhis Sri Lanka.
Dalam pesan Tahun Baru Aluth Avurudda, Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena, mengatakan bahwa Aluth Avurudda merupakan titik balik dari kehidupan karena membangkitkan kembali perilaku melayani sebagai katalis untuk mengubah sikap yang emmabwa kepada beberapa pemikiran yang segar.
Tahun Baru Sankranti (Skt: Saṃkrānti) merupakan tahun baru tradisional berdasarkan kalender atau penanggalan suryacandra (lunisolar) yang ditandai dengan pergerakan matahari yang singgah di rasi bintang Aries. Kalender suryacandra ini banyak digunakan oleh negara-negara Asia Tenggara dan Selatan dengan berbagai versi dan nama.[Bhagavant, 15/4/17, Sum]
Kategori: Asia Oseania,Asia Tenggara,Seni dan Budaya,Tradisi dan Budaya
Kata kunci: Tahun Baru Sankranti
Penulis: