Teknologi Digital Perbaiki Rupaka Buddhis yang Rusak
Bhagavant.com,
Shanxi, Tiongkok – Para ilmuwan dan cendekiawan Tiongkok menggunakan teknologi digital untuk merestorasi rupaka-rupaka Buddhis kuno yang rusak.

Dengan kepala yang terpisah dan tubuh yang dipecah-pecah untuk dijual ke seluruh dunia, rupaka-rupaka Buddhis yang diambil dari gua-gua suci di Tiongkok Utara dibuat utuh kembali, tetapi dalam bentuk digital.
Pekerjaan restorasi yang melelahkan ini dilakukan dengan sisa-sisa rupaka yang terletak di seluruh dunia, teknik seni digital canggih, dan proses verifikasi yang melibatkan ilmuwan dan akademisi dari Tiongkok dan Amerika Serikat.
Setelah gambar digital sebuah rupaka selesai, rupaka tersebut akan tampak seperti dalam kondisi berabad-abad yang lalu di tempat aslinya yaitu di Gua Buddhis Gunung Tianlong di Taiyuan, provinsi Shanxi.
“Restorasi digital relik budaya melestarikan catatan sejarah dan budaya yang akurat untuk generasi mendatang, memungkinkan situs kuno yang lebih terancam punah untuk ‘dihidupkan kembali’ dan mengambil tempatnya di dunia,” kata Zhao Hui, dekan Fakultas Seni di Universitas Teknologi Taiyuan, salah satu lembaga yang terlibat dalam proyek tersebut seperti yang dilansir China Daily, Jumat (13/9/2024).
Pekerjaan restorasi tersebut “membawa orang-orang lebih dekat dengan relik ini, memungkinkan lebih banyak orang untuk meninjau kembali sejarah dan menemukan kembali penampilan asli artefak”, kata Zhao.
Gua Gunung Tianlong, yang dibangun antara Dinasti Wei Timur (534-550) hingga Dinasti Tang (618-907), saat agama Buddha tiba di Tiongkok dan berkembang. Gua ini menjadi tempat peribadatan setempat tetapi terbengkalai pada abad ke-18.
Ditemukan kembali pada tahun 1908 oleh seorang arsitek Jerman, situs tersebut menarik perhatian internasional pada tahun 1921, yang menyebabkan penjarahan.
Lebih dari 240 rupaka dicuri, banyak yang dijual dalam bentuk potongan ke luar negeri. Saat ini, sekitar 120 rupaka telah ditemukan di luar negeri. Gua-gua tersebut merupakan fase penting dalam lokalisasi dan evolusi seni gua Buddhis di Tiongkok.
Dalam pidatonya pada 2021, Wu Hung, Direktur Pusat Seni Asia Timur di Universitas Chicago, menyoroti pengambilan seni Timur oleh kolektor Barat. Ia menyatakan bahwa dalam seni, situs kuno sering diabaikan, terutama di Asia, di mana rupang Buddhis memiliki nilai spiritual.
Kolonialisme Barat dan Jepang berkontribusi pada perusakan situs, dan artefak sering dijual ke museum Barat tanpa informasi lengkap. Proyek digitalisasi seni Tiongkok yang tersebar, termasuk Proyek Gua Gunung Tianlong, bertujuan mengumpulkan data rupaka-rupaka untuk pemulihan digital.
Kebangkitan digital
Langkah awal dalam mengumpulkan data untuk membangun citra gua melibatkan penggunaan teknologi titik awan (point-cloud technology), representasi data dari ruang 3D, untuk menangkap bentuk geometrisnya. Rekaman data juga dibuat dari tekstur rupaka, beserta warna dan pola di dalam gua.
Pemulih digital kemudian menggabungkan semua data untuk membuat model digital terperinci dari sebuah rupaka, yang merepresentasikannya sebagaimana yang terlihat pada latar aslinya.
“Terlepas dari pengalaman kami sebelumnya, kebangkitan digital rupaka Buddhis Gunung Tianlong menghadirkan tantangan besar bagi tim kami,” kata Zhao, dari Universitas Teknologi Taiyuan.
Medan pegunungan menyulitkan penyediaan daya untuk peralatan pemindaian, sementara pencahayaan gua yang redup menyulitkan untuk menangkap tekstur dan warna yang akurat.
Ukuran gua yang sangat besar juga membuat pengumpulan data 3D menjadi tantangan besar.
Zhang Xiao, seorang profesor seni media digital di Universitas Teknologi Taiyuan, mengatakan bahwa peralatan pemindai 3D itu sangat besar sehingga memerlukan dua orang untuk mengangkatnya, dan pemindaian harus dilakukan pada perancah setinggi sekitar 7 hingga 8 meter.
“Karena peralatan pemindai harus tetap diam, setiap gerakan akan menyebabkannya berguncang. Ini berarti kami sering kali harus menunggu beberapa saat sebelum dapat melanjutkan restorasi digital,” kata Zhang, seraya menambahkan bahwa mahasiswa sering kali harus tetap berada di perancah sepanjang hari tanpa turun.
Setelah data dikumpulkan, tim restorasi harus memverifikasi apakah fragmen yang disediakan oleh Universitas Chicago benar-benar berasal dari Gunung Tianlong dan, jika demikian, dari lokasi spesifik yang mana.
Banyak rupaka rusak parah saat dicuri dan diselundupkan, kata Zhang, seraya menambahkan bahwa rupaka yang disimpan oleh Museum Seni Harvard, misalnya, menghadapi “kesulitan verifikasi identitas” yang signifikan.
Rupaka itu berbentuk lempengan tipis, dan memindahkannya akan menyebabkan fragmentasi yang parah.
“Staf museum di luar negeri berupaya melakukan perbaikan, tetapi hasilnya sangat berbeda dari aslinya. Memverifikasi apakah itu dari Gunung Tianlong memerlukan penelitian dan diskusi yang ekstensif,” kata Zhang.
Zhao, dekan, mengatakan bahwa banyak kepala rupaka yang dilepas dengan kasar telah menghancurkan leher dan bahu, membuat restorasi mereka sangat menantang. Terkadang, karena kondisi pengawetan yang berbeda, kepala dan tubuh tampak “tidak alami” ketika disatukan untuk membentuk gambar digital, katanya.
Meskipun ada rintangan ini, tim tersebut mengawetkan rupaka-rupaka yang dalam keadaan terputus-putus atau tidak lengkap. Ini memungkinkan mereka untuk dihubungkan ke situs asli tanpa modifikasi lebih lanjut, dengan demikian mempertahankan keasliannya.
Zhao mengatakan pada tahap akhir proses, ketika relik sedang dipersiapkan untuk presentasi digital, seniman menyesuaikan warna rupaka-rupaka luar negeri agar sesuai dengan tampilan gua saat ini. Bagian-bagian rupaka yang hilang juga disertakan untuk menciptakan harmoni visual.
Sejauh ini, tim tersebut telah berhasil memulihkan lebih dari 100 artefak yang diambil dari 11 gua secara digital.[Bhagavant, 21/9/24, Sum]
Kategori: Arkeologi,Teknologi
Kata kunci: rupaka Buddha
Penulis: