Akhir Khemer Merah dan Babak Baru Buddhisme

Buddhisme di KambojaBhagavant.com,
Phnom Penh, Kamboja – Nuon Chea, mantan politisi komunis Kamboja yang dikenal sebagai ‘Saudara No. 2’ pada masa rezim Khmer Merah, memberikan kesaksiannya dalam persidangan (15/12) dengan mengatakan bahwa Khmer Merah tidak “menghancurkan” Buddhisme dan tidak melarang agama semasa rezim tersebut berkuasa.

Seperti yang dikutip Bhagavant.com dari The Phnom Penh Post (16/12), di dalam hari terakhir sesi dengar pendapat dari sidang yang akan dilanjutkan pada tahun depan (2012), wakil jaksa penuntut internasional, Dale Lysak, bertanya kepada Nuon Chea mengenai kenapa ia memberikan penghormatan kepada para Bhikkhu di pengadilan namun tidak pernah dalam pidato-pidatonya sebagai seorang pemimpin pada rezim Demokratik Kamboja.

“Beberapa orang yang menuduh Demokratik Kamboja menghancurkan agama adalah salah,” kata Nuon Chea. “Mereka tidak memahami arti sesungguhnya dari agama.”

Kemudian Jaksa Penuntut Dale Lysak bertanya kepada Nuon Chaea mengenai apakah alasan ia tidak menghormati para bhikkhu dalam pidato-pidatonya sebagai seorang permimpin rezim karena Partai Komunis “melarang Buddhisme dan memberhentikan para bhikkhu”.

“Partai tidak melakukan tindakan apapun untuk melarang Buddhisme,” kata Nuon Chea.

Tim pengacara pembela merasa keberatan dengan pertanyaan jaksa tersebut dengan alasan tidak ada hubungannya dengan segmen pertama kasus 002. Keberatan tersebut didukung oleh Majelis Pengadilan.

Meskipun didakwa atas kejahatan kemanusiaan penganiayaan agama, Nuon Chea, Khieu Samphan – mantan presiden presidium, dan Ieng Sary – mantan menteri luar negeri , bersama yang lainnya belum diajukan pada persidangan atas tuduhan genosida, penyiksaan atau kerja paksa sampai waktu persidangan yang akan ditentukan kemudian.

Semasa persidangan sebelumnya, Majelis Pengadilan dipilih untuk hanya mendengar dakwaan berkaitan dengan gerakan paksa terhadap masyarakat Phnom Penh dan pusat-pusat perkotaan lainnya sebagai salah satu dari banyaknya persidangan kecil atas Kasus 002.

“Khmer Merah telah menghancurkan Buddhisme dan juga tidak hanya Buddhisme…semua agama di Kamboja, mereka ingin menghancurkan semuanya,” kata seorang bhikkhu bernama An Vicheth (26) di pengadilan.

Sidang dengar pendapat pada hari kemarinnya juga menyaksikan kesimpulan dari kesaksian dari saksi Long Norin, seorang mantan ajudan Ieng Sary.

Dalam artikel 20 Konstitusi 1976 Demokratik Kamboja menjamin kebebasan beragama, namun juga menyatakan bahwa “semua aksi-aksi agama yang merugikan Demokratik Kamboja dan Rakyat Kamboja dilarang keras.”

Sekitar 85 persen rakyat Kamboja menganut Buddhisme Theravada. Para bhikkhu di negara tersebut yang berjumlah 40 ribu sampai 60 ribu oleh rezim Khemer Merah dianggap sebagai parasit masyarakat dan mereka di paksa ‘melepas jubah’ dan dipaksa menjadi pasukan tenaga kerja.

Banyak para bhikkhu yang dibunuh; vihara-vihara dan stupa-stupa dihancurkan atau diubah menjadi gudang atau penjara. Pratima-pratima Buddha dirusak dan dibuang ke sungai dan danau. Orang-orang yang diketahui melakukan puja bakti atau mengekspresikan perasaan keagamaan sering kali dibunuh. Komunitas-komunitas Kristiani dan Muslim bahkan juga lebih mendapatkan penganiayaan karena mereka dicap sebagai bagian dari lingkungan kosmopolitan pro-Barat, yang menghambat masyarakat dan kebudayaan Kamboja.

Rezim Khemer Merah mengalami kehancuran pada tahun 1979 setelah mendapat serangan balik dari Vietnam yang juga merasakan kekejaman rezim pimpinan Pol Pot yang telah menganiaya warga Vietnam di perbatasan.

Kekejaman Khemer Merah menimbulkan banyak kelompok pengungsi yang menyebar ke seluruh dunia. Dan di dalam kelompok pengungsi tersebut, Buddhisme masih memiliki tempat yang kuat bagi mereka meskipun beberapa bhikkhu muda berhadapan dengan gangguan kebudayaan asing sehingga memilih meninggalkan kebhikkhuan dan menjadi umat awam.

Berdasarkan riset “Cambodia: A Country Study – Role of Buddhism in Cambodian Life” yang dilakukan oleh Divisi Riset Federal Amerika Serikat, pada tahun 1984 di Amerika Serikat, ada dua belas wat (vihara) dengan dua puluh satu bhikkhu. Pada sekitar tahun 1980-an, sebuah wat didirikan dekat Washington D.C., didanai oleh sumbangan besar dari Buddhis Kamboja dari seluruh Amerika Utara. Wat ini merupakan salah satu dari sedikit wat di luar Asia Tenggara yang dapat melakukan kegiatan penahbisan.[Bhagavant, 17/12/11, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Kamboja
Kata kunci: ,
Penulis: