Sri Lanka Ajukan Tipitaka Pali Sebagai Memori Dunia UNESCO

Bhagavant.com,
Kandy, Sri Lanka – Kitab Suci Tipitaka Pali diajukan sebagai Warisan Dunia UNESCO kategori Memori Dunia.

Setelah menetapkan Tipitaka Pali sebagai salah satu Warisan Nasional, Sri Lanka bersama dengan beberapa negara Buddhis Theravada lainnya akan mengajukan aplikasi bersama untuk pengakuan Tipitaka Theravada sebagai Warisan Dunia di bawah kategori Memori Dunia.

Seperti yang dilansir Daily News Lanka, Jumat (15/3/2019), pengumuman resmi pengajuan aplikasi ke Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tersebut akan dilakukan di Teras Agung Vihara Sri Dalada Maligawa, Kandy, pada Sabtu (23/3/2019), di penghujung Pekan Tripitakabhivandana 2019 yang berlangsung 16-23 Maret.

Penjelasan UNESCO tentang alasan memperkenalkan ‘Memori Dunia’ sebagai Warisan Dunia, menyatakan, “Perang dan pergolakan sosial, serta kekurangan sumber daya yang parah, telah memperburuk masalah yang telah ada selama berabad-abad. Koleksi-koleksi penting di seluruh dunia telah mengalami berbagai kemusnahan. Penjarahan dan pembubaran, perdagangan ilegal, perusakan, penyimpanan dan pendanaan yang tidak memadai, semuanya berperan. Banyak yang menghilang selamanya; banyak yang terancam punah. Syukurnya, warisan dokumenter yang hilang terkadang ditemukan kembali.”

Negara tetangga yang memberikan Buddha Dhamma kepada Sri Lanka lebih dari 2.300 tahun yang lalu telah mengajukan diri untuk menyerahkan proposal ke UNESCO setelah Sri Lanka. Pengenalan kepada Agama Buddha, merupakan hadiah paling berharga yang diterima Sri Lanka dari luar negeri, dan telah memperkenalkan sebuah filosofi agama yang unik bersama dengan budaya serta cara hidup baru kepada masyarakat di negara ini.

Isi Tipitaka Pali

Ajaran Sri Buddha dalam Tipitaka diperkenalkan oleh Arahat Mahinda dalam bahasa Pali dan disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi sampai ditranskripsi menjadi teks tertulis pada daun Ola (daun lontar) pada abad ke-1 di Vihara Matale Alu (Aluviharaya) di Matale.

Dalam sebuah langkah penting untuk memberikan status tua yang pantas bagi Tipitaka, Presiden Maithripala Sirisena mendeklarasikan Tipitaka Pali sebagai Warisan Nasional pada 5 Januari 2019 di Aluviharaya.

Isi Tipitaka Pali dianggap sebagai sumber dasar dari tradisi Buddhis Sri Lanka. Tipitaka tersebut terdiri dari Sutra Pitaka, Vinaya Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka serta Atthakatha dan Tika.

Tipitaka Pali adalah salah satu warisan agama yang sakral yang paling menonjol dalam sejarah dunia yang dibawa ke generasi selanjutnya dengan mendengarkan pelafalan verbal dan dihafal. Dari Dhamma Sangayana (Persamuhan Agung Buddhis Pertama) hingga transkripsi Tipitaka di Vihara Matale Alu pada abad ke-1 Masehi, para Maha Thera dan generasi siswanya melestarikan Dhamma ini melalui bentuk lisan.

Dhamma yang dikhotbahkan oleh Sri Buddha selama 45 tahun dikhotbahkan oleh 500 bhikkhu secara bersama dengan menghafal ajaran-ajaran itu, pada Dhamma Sanghayana pertama tersebut. Sejak itu tanggung jawab besar untuk melestarikan Vinaya Pitaka ini demi kepentingan Sasanaya berada di tangan Y.M. Upali Maha Thera dan generasi siswanya.

Selama bertahun-tahun, tanggung jawab untuk meneruskan Tipitaka diberikan para Bhanaka Thera yaitu para bhikkhu yang ditugaskan untuk mengingat dan melafalkan serta mengkhotbahkan teks Tipitaka. Tanggung jawab seorang Bhanaka adalah untuk meneruskan Dhamma dari generasi ke generasi.

Para bhikkhu yang berpengalaman dan cerdas dengan kemampuan menghafal yang luar biasa dipilih sebagai Bhanaka Thera. Para bhikkhu ini melakukan pengorbanan luar biasa untuk memastikan pelestarian Tipitaka. Para bhikkhu utama mengambil setiap langkah yang memungkinkan untuk melindungi para Thera yang terpelajar tersebut yang mengetahui Tipitaka dari ingatan.

Selama wabah kelaparan yang berkepanjangan di Sri Lanka, beberapa dari Bhanaka Thera dikirim ke tempat yang berbeda, bahkan ke luar negeri untuk memastikan semua Bhanaka Thera tidak akan punah.

Setelah Tipitaka disalin untuk memastikan pelestariannya, para bhikkhu terkemuka berhasil mendapatkan sokongan dari Raja Wattagamini Abhaya, yang dikenal sebagai Raja Walagamba pada abad ke-1 Masehi.

Penulisan Tipitaka sangat bermanfaat untuk pelestarian dan penyebaran Buddha Sasana. Organisasi PBB telah mengakui Sri Lanka sebagai pusat Agama Buddha Theravada dan setelah pengakuan itu, Presiden Maitripala Sirisena menyatakan Tipitaka sebagai warisan nasional.

Dengan harapan memperoleh pengakuan dari UNESCO untuk Tipitaka, yang berisi seluruh ceramah Sri Buddha, sebagai Warisan Dunia, pemerintah Sri Lanka telah menyatakan 16-23 Maret sebagai “Pekan Tripitakabhivandana” untuk membuat seluruh masyarakat sadar atas upaya mulia ini.

Pekan Tripitakabhivandana

Selama Pekan Tripitakabhivandana, semua vihara, sekolah, sekolah minggu Buddhis dan lembaga negara akan melakukan program khusus dengan partisipasi dari semua masyarakat. Bendera Buddhis akan dikibarkan di desa-desa dan di kota-kota.

Dari 16-23 Maret, ditetapkan untuk menyelenggarakan “Shabda Pooja” setiap malam mulai pukul 06.00 hingga 18:15. Pada tanggal 16, akan ada Pindapata di setiap kota dan desa, pada tanggal 17 untuk menciptakan kesadaran di antara para siswa sekolah minggu, pada tanggal 18 Maret, menciptakan kesadaran di kalangan anak sekolah dan siswa keviharaan mengenai Tipitaka, pada 19 Maret, untuk melakukan program di lembaga-lembaga sektor swasta, pada 20 Maret untuk Poya Day, beberapa program akan dilakukan di vihara, pada 21 Maret melakukan beberapa program kesadaran di vihara dan pada 22 Maret, program kesadaran untuk pejabat negara dan administrasi.

Puncak Pekan Tripitakabhivandana pada tanggal 23 Maret di di Teras Agung Vihara Sri Dalada Maligawa dengan partisipasi Presiden, Perdana Menteri dan para menteri, serta utusan negara asing.

Lebih dari 5.000 anggota Mahasangha akan menghadiri acara keagamaan besar ini saat pengumuman mengenai pengajuan aplikasi ke UNESCO untuk Tipitaka Pali sebagai Warisan Dunia kategori Memori Dunia.[Bhagavant, 19/3/19, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Seni dan Budaya,Sri Lanka
Kata kunci:
Penulis: