Presiden Baru Sri Lanka Tetap Dukung Agama Buddha dan Non-Buddhis
Bhagavant.com,
Kolombo, Sri Lanka – Presiden Sri Lanka yang baru berjanji untuk tetap menempatkan Agama Buddha di tempat terdepan dan melindunginya serta melindungi hak-hak non-Buddhis.
Presiden Sri Lanka yang baru, Ranil Wickremesinghe, menyampaikan pidato pertamanya kepada parlemen pada Rabu (3/8/2022) ketika negara Asia Selatan itu memasuki periode yang relatif tenang setelah berbulan-bulan gejolak ekonomi dan politik.
Gejolak itu pertama kali ditandai dengan pemecatan perdana menteri Mahinda Rajapaksa dari jabatannya pada bulan Mei 2022. Kemudian, pada bulan Juli, ketika pengunjuk rasa menyerbu istana kepresidenan, presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri dan melarikan diri dari negara itu.
Wickremesinghe diangkat sebagai presiden pada 13 Juli dan secara resmi menjabat pada 21 Juli. Dia dilihat oleh banyak masyarakat, termasuk oleh para bhikkhu terkemuka, sebagai kekuatan stabilitas yang dapat menyatukan faksi-faksi kekuatan politik negara.
Pada 3 Agustus, Wickremesinghe menyampaikan pidato pertamanya di parlemen sebagai presiden Sri Lanka. Dia bersumpah untuk menempatkan Agama Buddha di tempat terdepan dan untuk mewujudkan hukum dan ketertiban di negara yang masih menderita kekurangan barang-barang penting termasuk bahan bakar tersebut.
Seperti yang dilansir Tamil Guardian, Wickremesinghe secara khusus menegaskan kembali dukungannya terhadap struktur nasionalis Buddhis di negara Sri Lanka, dengan menyatakan bahwa ia “secara konstitusional terikat untuk memberikan tempat utama pada Agama Buddha dan karenanya akan melindungi dan mengembangkan Buddhasasana.” Pada saat yang sama, dia berusaha meyakinkan non-Buddhis bahwa hak-hak mereka akan dilindungi.
Wickremesinghe secara konsisten menjunjung tinggi keutamaan Agama Buddha dalam pidato dan tindakannya sebagai politisi selama tiga dekade terakhir. Dalam pidatonya, dia menekankan keinginannya untuk solusi politik untuk menyelesaikan masalah perpecahan antara etnis Sinhala dan Tamil. Berbicara tentang orang Tamil, dia berkata:
“Mereka (etnis Tamil) menderita dengan banyak masalah sosial dan ekonomi karena kesulitan perang. Banyak persoalan tanah yang harus diselesaikan. Kita harus berpikir ulang tentang tugas-tugas pembangunan di Utara. Kami berharap mendapat dukungan dari masyarakat Tamil Sri Lanka yang tinggal di luar negeri dengan bekerja sama secara erat dengan mereka, dalam program pembangunan kembali Sri Lanka. Kami menantikan kunjungan dan investasi mereka di tanah air mereka.”
Namun, bagi Wickremesinghe, kekhawatiran yang paling mendesak adalah mengakhiri protes selama berbulan-bulan dan kekerasan yang muncul yang telah menandai krisis Sri Lanka. Dia mengkritik para demonstran, dengan menyatakan bahwa para demonstran awalnya memulai sebagai gerakan tanpa kekerasan, dengan “melakukan kekerasan, protes berubah menjadi terorisme.” Dia juga bersumpah untuk melindungi demonstran damai sambil mengambil tindakan hukum terhadap “individu yang dengan sengaja melanggar hukum dan terlibat dalam tindakan kekerasan dan teroris.”[Bhagavant, 15/8/22, Sum]
Kategori: Sri Lanka
Kata kunci: agama dan politik
Penulis: