Pemilu Bihar, Buddhis Harap Bisa Kelola Vihara Mahabodhi

Bhagavant.com,
Bihar, India – Pengelolaan Vihara Mahabodhi, salah satu situs Buddhis terpenting di Bodh Gaya, Bihar, India, tidak sepenuhnya dikelola sendiri oleh umat Buddha. Hal ini membuat umat Buddha di negara bagian Bihar berharap pemilihan umum (pemilu) yang berlangsung di sana dapat mengubah kondisi tersebut.

Para bhikkhu di Mahavihara Mahabodhi ikut dalam pemilihan umum di Bihar, India.
Para bhikkhu di Mahavihara Mahabodhi ikut dalam pemilihan umum di Bihar, India. Foto: indianexpress.com

“Ada lebih dari 2.000 pemilih Buddhis yang terdaftar di sini. Satu-satunya perhatian mereka adalah melihat perubahan terhadap Undang-Undang tahun 1949 yang tidak adil,” kata Kali Prasad Bodhi, seorang pensiunan pejabat Angkatan Udara, mengenai Undang-Undang Bodh Gaya Tahun 1949 yang mengatur tentang delapan orang anggota komite pengelolaan Vihara Bodh Gaya dengan empat orang umat Hindu termasuk mahant (kepala pandita Hindu) kuil setempat, empat orang Buddhis, dan hakim wilayah Gaya sebagai ketua komite tersebut.

“Tidak ada partai yang berbicara mengenai masalah kami karena kami sangat kecil jumlahnya,” ujarnya seperti yang dilansir The Indian Express, Rabu (21/10/2015). Ia mengatakan bahwa selain 2.000 di Bodh Gaya, beberapa ribu umat Buddha lainnya tinggal di Bihar.

Selain itu, Prasad mengatakan bahwa hingga perubahan terakhir undang-undang tersebut, Hakim Wilayah hanya bisa menjadi ketua komite tersebut jika seorang Hindu. “Dan saat ini, hanya satu anggota Buddhis yang aktif dalam Komite Manajemen Vihara Bodh Gaya. Ini adalah kecurangan terbesar terhadap kami. Ini adalah salah satu tempat tersuci kami dan kami tidak diperbolehkan untuk mengelolanya.”

Pragreya Ratan, yang dulunya bernama Ramesh Manjhi sebelum ia memeluk agama Buddha pada tahun 1999, mengatakan komite tersebut seharusnya disusun kembali setiap tiga tahun namun sudah selama sembilan tahun belum dilakukan penyusunan kembali. “Mahavihara Mahabodhi bukan properti seseorang. Ini adalah tempat ibadah Buddhis dan umat Buddha yang seharusnya mengelolanya.” Ratan membandingkan hal tersebut dengan pengelolaan kuil Hindu yang hanya dikelola oleh umat Hindu dan masjid yang dikelola oleh komite masjid yang semuanya terdiri dari umat Muslim.

Prasad mengatakan mereka telah mengajukan petisi politik secara berkala. “Selama pemilu ini juga, tidak ada yang siap untuk membicarakan hal ini,” katanya. “Apapun partainya yang berkuasa di Patna menunjuk orang-orangnya sebagai anggota di komite tersebut. Kami tidak memiliki suara.”

Sementara itu, para kandidat dalam pemilu di Bodh Gaya tidak bersedia untuk berbicara mengenai hal ini.

Y.M. Bhikkhu Priyapal, seorang bhikkhu dari suku Chakma yang menetap di Bodh Gaya, mengatakan mereka sedang menunggu putusan Mahkamah Agung. “Kami berharap keadilan akan dilaksanakan. Jika tidak, kami akan pergi ke PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa),” katanya.

Sementara itu Y.M. Bhikkhu Pragya Deep dari Sangha Bhikkhu Seluruh India (Akhila Bhāratīya Bhikkhu Saṅgha – All India Bhikkhu Sangha) di Bodh Gaya, mengatakan ia telah berjuang untuk “pembebasan vihara” itu selama 28 tahun. “Di mana pun PM Narendra Modi pergi, ia berbicara tentang Bodh Gaya dan hadiah rupaka Buddha untuk para pejabat asing,” katanya. “Di sini, ia bahkan tidak mendengarkan permintaan kami. Dia berbicara seolah-olah Hinduisme dan Buddhisme adalah satu agama.”

Prasad Bodhi mengatakan 10.000 Buddhis yang merupakan warga India tinggal di sekitar Gaya. “Kami memberitahukan orang-orang untuk memberikan suara, tapi kami tidak menyarankan partai mana pun. Itu adalah pilihan mereka,” katanya.

Umat Buddha di Bihar sekarang sedang menunggu sebuah pemerintah baru yang akan berkuasa bulan depan setelah itu mereka bisa mengajukan petisi lagi. “Tidaklah mungkin kandidat yang menang di Bodh Gaya akan mendukung permintaan kami,” kata Prasad Bodhi. “Mereka semua menginginkan status quo.”[Bhagavant, 27/10/2015, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Asia Oseania,Asia Selatan,India
Kata kunci:
Penulis: