Pesan Waisak 2567 EB Sangha Theravada Indonesia

Bhagavant.com,
Kalimantan Timur, Indonesia – Sangha Theravada Indonesia (STI) memberikan pesan untuk Hari Waisak 2567 Era Buddhis (EB) yang jatuh pada Minggu (4/6/2023).

Pesan Waisak 2567 EB Sangha Theravada Indonesia

Kehidupan yang damai dan bahagia selalu menjadi harapan setiap manusia. Dalam skala besar, kedamaian merupakan hal yang berguna untuk kesejahteraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hal tersebut disampaikan oleh Sangha Theravada Indonesia dalam pesan Waisak 2567 EB / 2023 yang ditandatangani oleh Y.M. Sri Subhapanno Mahathera, sebagai Sanghanayaka (Ketua Umum) Sangha Theravada Indonesia.

Dengan mengusung tema Waisak: Memperkokoh Moral, Membangun Kedamaian Bangsa, berikut uraian lengkap pesan Waisak 2567 EB Sangha Theravada Indonesia.

PESAN WAISAK 2567/2023
Namo tassa bhagavato arahato sammāsambuddhassa

“Yo ca rakkhati attānaṁ,
rakkhito tassa bāhiro;
Tasmā rakkheyya attānaṁ
akkhato paṇḍito sadā’ti”

(Dhammikasutta, Anguttara Nikāya)

Bila seseorang melindungi dirinya, pihak yang berada di luar pun terlindungi; Maka orang bijak semestinya melindungi diri, ia senatiasa tidak terluka.

Trisuci Waisak merupakan hari yang agung dan sakral bagi umat Buddha di seluruh dunia. Momen penting memperingati 3 peristiwa dalam kronologi kehidupan Guru Agung Buddha, dengan kesamaan ciri yakni terjadi pada purnama sidi di bulan Waisak. Peristiwa pertama yaitu kelahiran Pangeran Siddhattha calon Buddha (623 SM) di Taman Lumbini, Kapilavatthu, Nepal. Peristiwa kedua ialah pencapaian Pencerahan Sempurna, petapa Siddhattha menjadi Buddha pada usia 35 tahun (588 SM) di Bodhgaya, India. Peristiwa ketiga, kemangkatan atau Mahāparinibbāna Sang Buddha pada usia 80 tahun (543 SM) di Kusinara, India.

Hari Trisuci Waisak 2567 tahun ini jatuh pada tanggal 4 Juni 2023. Guna menghayati momen Trisuci Waisak lebih dari sekadar perayaan suci yang bersifat keagamaan, Sangha Theravada Indonesia mengusung tema Waisak yakni Memperkokoh Moral, Membangun Kedamaian Bangsa.

Melalui pesan ini, umat Buddha diajak untuk memaknai momentum Waisak dengan meneladani satu dari sekian banyak kualitas luhur Sang Buddha, yang kemudian menjadi Ajaran-Nya yang paling mendasar yaitu perihal moral (sīla).

Kedamaian adalah Harapan Umat Manusia

Kehidupan manusia tidak luput dari problematika. Berbagai persoalan tidak saja datang dari kondisi di luar diri seperti pandemi yang berkepanjangan, konflik antarkelompok, tindak kriminalitas, atau kemalangan yang ditimbulkan oleh jajaran pemimpin korup dan zalim, melainkan juga tidak terpisahkan dari problem yang menjadi konsekuensi manusia sebagai individu itu sendiri. Stres dan depresi adalah sedikit dari kondisi batin yang tertekan akibat ketidaksiapan dalam menghadapinya. Di lain sisi, kehidupan damai dan bahagia yang bebas dari kenestapaan senantiasa menjadi harapan setiap insan.

Pustaka Suci Tipitaka menyebutkan setidaknya ada empat naluri manusia yang menjadi standar ideal kehidupan yaitu memperoleh kekayaan dengan cara yang pantas, menjadi masyhur, memiliki kesehatan serta usia yang panjang, dan kehidupan bahagia di alam surga setelah kematian. Singkatnya, hidup damai dan meninggal dengan tenang. Anathapindika, seorang hartawan yang menjadi penyantun Sangha, mandatangi Sang Buddha dan mengemukakan pendapatnya tentang keempat hal tersebut. Sang Buddha menyetujui dan membenarkannya sebagai suatu pengharapan yang wajar. Sampai dengan saat ini dan bahkan seterusnya keinginan manusiawi tersebut akan tetap menjadi aspirasi bagi tiap- tiap orang.

Dalam skala yang lebih luas kedamaian menjadi pilar penting guna kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Tanah Air. Negara Indonesia tercinta amat kaya akan keberagaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa. Untuk dapat terciptanya kehidupan yang damai dan tentram di tengah-tengah masyarakat yang heterogen maka diperlukan sebuah kesadaran kolektif, nilai-nilai yang menuntun pada terciptanya kerukunan dan persatuan. Dalam hal ini, khotbah sang Buddha tentang Hal-hal yang Membuat Dikenang, Sārāṇīyadhamma Sutta (Anguttara Nikaya 6, 12) sangat relevan untuk dijadikan sebagai panduan praktis dalam menumbuhkan kesadaran akan kedamaian bangsa.

Sang Buddha menekankan, “Inilah enam hal yang membuat untuk saling mengenang, saling mencintai, saling menghormati; menunjang untuk saling menolong, untuk menghindari pertengkaran, tercapainya kerukunan dan persatuan”. Enam sebab yang dimaksud adalah memiliki [1] perbuatan, [2] ucapan, dan [3] pikiran yang disertai cinta kasih penuh ketulusan terhadap sesama. Hal berikutnya ialah [4] sikap murah hati, [5] mempunyai kualitas moral yang sama baik, dan [6] memiliki pandangan yang setara akan kebaikan atau ajaran Kebenaran.

Membangun Kedamaian Bangsa dengan Moral Mulia

Satu dari enam faktor penunjang kerukunan dan kedamaian yang tercantum dalam khotbah tersebut di atas adalah aspek moral.

Setiap agama mengajarkan serta menekankan pentingnya moral atau akhlak. Karena itu, agama memiliki peran signifikan bagi kehidupan manusia sebagai tatanan nilai dan pedoman hidup. Moral mulia hanya mungkin dapat terbentuk apabila dilandasi dengan pemahaman dan pengamalan ajaran agama dengan tepat. Mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari tidak saja memberikan kedamaian bagi penganutnya melainkan juga mengondisikan perdamaian bagi bangsa dan negara bahkan perdamaian dunia.

Disiplin moral yang diajarkan Sang Buddha untuk dilatih dan dikembangkan oleh pengikut-Nya dinamai Pañcasīla, latihan moral yang terdiri dari lima sasana, meliputi penghindaran diri dari aksi kekerasan dan pembunuhan, pengambilan barang yang bukan hak diri, tindakan asusila, ucapan tidak jujur, dan laku buruk mengonsumsi minuman keras. Pañcasīla Buddhis menjadi landasan hidup beragama bagi umat Buddha. Sebagai bagian dari elemen berkontribusi dalam menjaga kedamaian bangsa dengan mengaktualkan Pañcasīla Buddhis, menjalankan disiplin moral sebaik mungkin.

Menekankan betapa esensialnya ajaran moral, Yang Ariya Ananda menjelaskan bahwa tidak ada praktik kehidupan suci pada suatu agama apabila mengabaikan prinsip moral (Sandaka Sutta, Majjhima Nikāya 76). Tanpa kesusilaan akan menyebabkan ragam masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Perselisihan dan pertikaian, di mana tidak terdapat kedamaian di dalamnya, merupakan wujud nyata dari pengabaian aspek moral.

Senada dengan untaian indah Dhammapada syair 6, “Banyak orang tidak menyadari bahwa dalam permusuhan mereka akan binasa. Bagi mereka yang sadar akan hal ini, mengakhiri segala bentuk permusuhan.”

Marilah kita bersama menciptakan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memperkokoh nilai-nilai moral. Bila seseorang melindungi dirinya, pihak yang berada di luar pun akan terlindungi. Oleh karena itu, momentum Waisak menjadi penting untuk sekaligus merefleksikan nasihat yang berkenaan dengan kesucian moral dan menyegarkan kembali ingatan pada tiga peristiwa agung yang sangat istimewa itu.

Selamat Hari Trisuci Waisak 2567/2023.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, selalu melindungi.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Kota Balikpapan, 4 Juni 2023
SAṄGHA THERAVĀDA INDONESIA

Bhikkhu Sri Subhapañño, Mahāthera
Ketua Umum / Sanghanayaka

[Bhagavant, 26/5/23, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Asia Tenggara,Indonesia
Kata kunci: , , ,
Penulis: