Vihara Unmun Pusat Pelatihan Bhiksuni Terbesar di Korsel
Bhagavant.com,
Seoul, Korea Selatan – Peran utama wanita dalam Agama Buddha di Korea sudah lama ada dalam sejarah. Salah satunya terwujud dalam keberadaan vihara bhiksuni.

Menjadi bhiksuni ataupun bhiksu adalah pilihan hidup yang umum bagi para elit penguasa Kerajaan Silla dan Kekaisaran Goryeo yang berlangsung lebih dari 14 abad dari 57 SM hingga 1392 M.
Seperti halnya Pangeran Siddhartha Gautama menyerahkan kerajaannya untuk menjadi Yang Tercerahkan, sekitar 2.600 tahun yang lalu, raja dan ratu Korea kuno juga membuang tahta mereka untuk menjadi bhiksuni ataupun bhiksu selama periode Silla,
Jikji, sebuah buku tertua yang masih ada yang dicetak dengan huruf logam yang dapat digerakkan, di dalamnya terdapat nama seorang bhiksuni bernama Myodeok, kemungkinan anggota keluarga kerajaan, yang menugaskan pencetakan buku tersebut.
Ketika vihara-vihara dihancurkan dan rupaka-rupaka perunggu dilebur untuk membuat koin dan senjata selama 500 tahun kerajaan Joseon Neo-Konfusianisme, nama wanita Korea sering tidak dicatat dalam buku silsilah.
Wanita hanya disebutkan dengan nama keluarga ayahnya di jokbo atau buku silsilah keluarga, di samping nama lengkap suami dan anak-anak pasangan itu.

Meninggalkan rumah untuk mempraktikkan Agama Buddha sebagai viharawan disebut chulga (출가), yang secara harfiah berarti pergi keluar atau meninggalkan keluarga, atau pabbajjā (Pali) atau pravrajya (Sanskerta).
Saat ini, sekitar 6.000 bhiksuni Korea melanjutkan tradisi meninggalkan keluarga untuk mempraktikkan ajaran Buddha secara penuh sebagai keyakinan seumur hidup.
Sekitar sepertiga dari semua bhiksuni di Korea telah dididik di vihara bhiksuni terbesar di Korea, yaitu Universitas Vihara Unmun (Unmun-sa) di Cheongdo di Provinsi Gyeongsang Utara.
Universitas Vihara Bhiksuni Unmun didirikan oleh Y.M. Myeongeong, 91, salah satu guru Buddhis wanita pertama di Korea. Sejak tahun 1970, universitas ini telah meluluskan hampir 2.200 mahasiswa.
Ajaran Y.M. Myeongseong telah diterbitkan dalam sebuah antologi yang dianggap sebagai kumpulan definitif ajaran Buddha untuk Agama Buddha Korea.
Kurikulum yang sangat disiplin di Universitas Vihara Bhiksuni Unmun mencakup pekerjaan manual untuk semua orang. Y.M. Myeongseong menerapkan aturan kerja untuk murid-muridnya, di mana setiap orang harus melakukan pekerjaan kasar yang disebut “ulryeok” di siang hari atau mereka tidak boleh makan.”
Vihara Unmun memiliki sejumlah besar kawasan di sekitarnya, yang diberikan selama periode Goryeo, yang ditanami secara eksklusif oleh para bhiksuni dan mahasiswa di universitas tersebut. “Kami menanam semua sayuran kami,” kata profesor kepala vihara tersebut, Y.M. Unsan.
Hingga seorang viharawati ditahbiskan secara resmi setelah lulus dari Universitas Buddhis tersebut, mereka sebelumnya disebut samini seunim (Pali: sāmaṇerī; Sanskerta: śrāmaṇerī)
Salah satu mahasiswi universitas vihara tersebut adalah Samini Seunim Dohyeon. Sekitar tiga tahun setelah lulus dari universitas umum, Samini Seunim Dohyeon meninggalkan pekerjaannya dan menjadi hakin, seorang mahasiswi, di Universitas Vihara Bhiksuni Unmun.
Sekarang sebagai seorang mahasiswi tahun keempat, Samini Seunim Dohyeon mengatakan bahwa dia telah menyadari bahwa “jawaban atas semua pertanyaan umat manusia seperti ‘Siapa saya dan mengapa saya di sini?’ telah dijawab oleh Buddha Gautama Yang Tercerahkan yang telah menemukan jawaban atas pertanyaan kehidupan sekitar 26 abad yang lalu.”
Para mahasiswi di Universitas Vihara Bhiksuni Unmun diajari segalanya, termasuk cara membuang ludah yang benar, menurut salah satu lulusan yang menghadiri universitas tersebut sekitar 20 tahun yang lalu.
“Kami memiliki sekitar 60 siswi di kelas kami saat itu. Masuk ke Universitas Vihara Bhiksuni Unmunsa, di mana semua orang menerima beasiswa penuh dan penginapan, adalah hal yang cukup kompetitif,” kata lulusan yang tidak mau disebutkan namanya itu, seperti yang dilansir Korea Herald, Sabtu (19/3/2022).
“Seiring dengan penurunan pertumbuhan populasi Korea, kami memiliki lebih sedikit pelamar ke universitas kami. Kami hanya memiliki badan kemahasiswaan sekitar 100 orang hakin, ditambah profesor dan staf pendukung berjumlah 152,” kata Y.M. Unsan, Ph.D., kepala Vihara Bhiksuni Unmun, yang mengelola keuangan untuk vihara dan universitas tersebut.

“Bagi saya, bagian tersulit dalam menyesuaikan diri di Universitas Vihara Bhiksuni Unmun adalah harus berbagi ruang bersama dengan seluruh kelas 23 hakin saya,” kata seorang mahasiswi tahun ketiga yang tidak mau disebutkan namanya. “Senangnya kita tidur bersama di satu kamar, tapi itu juga salah satu kesulitannya.”
“Saya merasa seperti memulai dari awal, mempelajari kebiasaan yang benar seperti tidak berjalan dengan tumit tetapi dengan jari kaki, mengunyah makanan dengan mulut tertutup dan menggunakan sumpit dengan benar. Bahkan, saya menjadi mahir menggunakan sumpit setelah saya mulai tinggal di sini,” kata mahasiswi tahun ketiga ini.
Mahasiswi hakin Universitas Vihara Bhiksuni Unmun mempelajari sekitar setengah dari kurikulum mereka dalam karakter Hanja.
Karakter Hanja telah menjadi bahasa tertulis umum di Asia Timur dan sebagian besar, jika tidak semua, buku teks Buddhis menggunakan karakter Hanja.
Buku-buku Buddhis saat ini memiliki panduan pengucapan dalam Hangeul, sistem penulisan Korea yang ditemukan oleh Raja Sejong yang Agung pada tahun 1443, dicetak di sebelah teks karakter Hanja.
“Kelas-kelas tersebut diajarkan sekitar 50 persen dalam Hanja dan sisanya dalam Hangeul,” kata Y.M. Unsan.[Bhagavant, 20/3/22, Sum]
Kategori: Korea Selatan,Travel
Kata kunci: vihara
Penulis: