Indonesia » Seremonial

Berikut Pesan Waisak 2562 EB /2018 Sangha Theravada Indonesia

Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Mengangkat tema: “Bertindak Berucap Berpikir Baik. Memperkokoh Keutuhan Bangsa”, Sangha Theravada Indonesia (STI) memberikan pesan Waisak 2562 EB/2018.

Pesan yang ditandatangani oleh Ketua Umum (Saṅghanāyaka) Sangha Theravada Indonesia, Y.M. Subhapañño Mahāthera, menitikberatkan pada menghindari pertikaian atau pertengkaran dengan bertindak, berucap dan berpikir baik.

STI juga mengajak umat Buddha untuk memperkokoh diri dengan memahami ajaran Buddha sebagai penuntun bagi perjalanan hidup.

Berikut pesan Waisak 2562 EB/2018 dari STI.

PESAN WAISAK 2562/2018
SANGHA THERAVADA INDONESIA

“Vivādaṃ bhayato disvā, avivādañca khemato; Samaggā sakhilā hotha, esā buddhānusāsanī.”
Setelah melihat bahaya pertengkaran dan keamanan karena bebas dari pertengkaran, hendaknya kalian hidup dengan persatuan dan cinta kasih. Ini adalah Ajaran Para Buddha. (Apadana, Syair 79)

Hari Trisuci Waisak memperingati tiga peristiwa suci dalam kehidupan Guru Agung Buddha Gotama, yaitu: kelahiran Siddhartha Gotama calon Buddha, pencapaian Pencerahan Sempurna, dan kemangkatan Buddha. Tiga peristiwa suci itu terjadi pada hari yang sama, yaitu hari purnama raya, bulan Waisak, dengan tahun yang berbeda-beda: kelahiran calon Buddha tahun 623 SM di Kapilavasthu, Nepal Pencerahan Sempurna tahun 588 SM di Bodhagaya, India; dan Buddha Gotama mangkat tahun 543 SM pada usia 80 tahun,t di Kusinara, India. Hari Trisuci Waisak 2562 tahun ini jatuh pada tanggal 29 Mei 2018. Seluruh umat Buddha di dunia memperingati Trisuci Waisak dengan laku puja bakti, samadhi pengembangan kebijaksanaan, serta kegiatan sosial budaya Buddhis lainnya.

Sangha Theravada Indonesia mengangkat tema Trisuci Waisak 2562/2018: Bertindak- Berucap – Berpikir Baik, Memperkokoh Keutuhan Bangsa, tema itu sangat relevan untuk dihayati dalam rangka menghadapi berbagai persoalan bangsa dewasa ini.

Kehidupan dewasa ini
Pertengkaraan menjadi bagian dari kehidupan dewasa ini, seperti pertengkaran dalam kehidupan sosial masyarakat, bahkan pertengkaran dalam kehidupan umat beragama menjadi hal ironis, karena sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama itu. Setiap ajaran agama mengajarkan nilai-nilai kebajikan, dan menjauhi segala kejahatan, semestinya umat beragama memiliki rasa malu berbuat buruk dan takut akibat perbuatan buruknya bertengkaran didasarkan pada ketidaktahuan, dan dilakukan karena tidak melihat bahaya dari pertengkaran.

Buddha Gotama menasehati seorang bhikkhu yang keras kepala dan suka bertengkar dengan sesama bhikkhu: siapapun yang memendam kebencian di dalam dirinya dengan berpikir bahwa ia telah memukulku, ia telah mengalahkanku, bahkan ia telah merampas milikku, maka kebencian tidak akan lenyap dalam benak hatinya. Lebih lanjut beliau mengatakan: di dunia ini, kebencian hanya dapat dilenyapkan dengan cinta kasih, ini adalah kebenaran abadi. Mengapa masih ada orang-orang yang menyukai pertikaian? Karena masih banyak orang tidak mengerti bahwa kita dapat binasa di dunia akibat dari pertikaian, ia yang memahami kebenaran ini, akan berusaha melenyapkan segala pertikaian. Pada suatu saat terjadi suatu pertempuran antara Raja Kosala dengan Raja Ajatasattu di India, terjadi kekalahan Raja Kosala dan kemenangan Raja Ajatasattu, kemudian berulang pertempuran terjadi lagi, kali ini kemenangan pada Raja Kosala dan kekalahan pada Raja Ajatasattu. Buddha memberi nasihat demikian: kemenangan menimbulkan kebencian, orang yang kalah hidup menderita, setelah dapat melepaskan diri dari kemenangan dan kekalahan, orang yang damai itu akan hidup bahagia.

Cinta Kasih Memperkokoh Keutuhan
Berpikir baik berarti bebas dari kehencian, mempertimbangkan buruknya kebencian, dan manfaatnya membuang segala bentuk kebencian. Kebencian membatasi dan cinta kasih membebaskan. Kebencian menimbulkan penyesalan, cinta kasih menghasilkan kedamaian dan ketentraman hidup. Kebencian bersifat menghasut sedangkan cinta kasih bersifat menenteramkan. Kebencian memecah belah, cinta kasih melembutkan dan menyejukkan hati nurani. Mereka yang dapat memahami dengan benar dan menyadari akibat dari kebencian dan manfaat cinta kasih, akan memiliki keberpihakan pada pengembangan cinta kasih. Cinta kasih berpasangan dengan welas asih yaitu sifat luhur yang membuat orang baik tergoncang hatinya turut merasakan penderitaan yang dialami orang lain. Bagaikan seorang ibu yang bertindak, berucap, dan berpikiran baik, penuh welas asih menyingkirkan kesulitan hidup anaknya.

Buddha Gotama memberi nasihat perihal kerukunan hidup, bagaimana agar supaya saling dikenang saling mencintai, saling dihormati, saling menolong, memiliki kepedulian, menjaga keutuhan persatuan. Dengan cara seorang bertindak, berucap dan berpikiran disertai cinta kasih terhadap sesamanya. Jika membantu orang lain disertai pikiran cinta kasih, begitu pula berbicara disertai pikiran cinta kasih, dan sekalipun berpikir maka pikirannya diliputi cinta kasih, bebas dari membenci. Disamping itu ia senang berbagi menolong sesama, ia juga memiliki kesepahaman dalam hal moral kebajikan, dan pandangan benar terhadap kehidupan ini.

Marilah umat Buddha memperkokoh diri dengan memahami ajaran Buddha sebagai penuntun bagi perjalanan hidup. Bertindak baik, terkendali perilakunya: jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berbuat asusila, jangan berbohong dengan menyebar hoaks, dan jangan minum/makan apapun yang memabukkan. Berbicara benar, terkendali dalam ucapannya: jangan menipu, jangan menghasut sebagai provokator, jangan menfitnah, jangan menyebarkan ujaran kebencian yang dapat memecah belah, serta menimbulkan pertengkaran. Berpikiran baik, terkendali dalam pikirannya: bebas dari pikiran hawa-nafsu, yakni jangan berpikiran serakah, benci, dan egois. Seseorang hidup dalam kedamaian tanpa memiliki musuh, karena musuh terbesar ada dalam dirinya telah ditaklukkan yaitu keserakahan, kebencian, dan keegoisan. Sehingga terciptalah keutuhan dalam kehidupan bangsa kita.

Sejalan dengan pendapat Bapak Menteri Agama, Republik Indonesia, tentang moderasi agama, bahwa setiap umat beragama hendaknya tidak hanya memahami agama pada tataran tekstual saja, namun juga secara kontekstual; keduanya perlu dipahami dan menjadi rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk mendukung terjadinya tindakan, ucapan, dan pikiran baik, demi memperkokoh keutuhan bangsa.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana selalu melindungi.

Selamat Hari Tri Suci Waisak 2562/2018

Jakarta, 29 Mei 2018

SANGHA THERAVADA INDONESIA

Ttd.

YM. Subhapañño Mahāthera

Ketua Umum/Saṅghanāyaka

Demikian Pesan Waisak 2562 EB/2018 dari Sangha Theravada Indonesia.[Bhagavant, 28/5/18, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Indonesia,Seremonial
Kata kunci: , , ,
Penulis:
REKOMENDASIKAN BERITA INI: