Menghentikan AIDS dengan Sila dan Belas Kasih
Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Salah satu penyakit yang paling berbahaya di dunia sekarang ini adalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndromes). Penyakit yang menyerang sistem pertahanan tubuh manusia ini telah merenggut jutaan nyawa manusia. Untuk itu telah ditetapkan bahwa setiap tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia untuk mengingatkan dunia betapa pentingnya masalah HIV sehingga dunia perlu selalu dalam keadaan waspada dan secara bersama-sama menanggulanginya.
Menurut data dari UNAIDS dan WHO diperkirakan jumlah orang yang terinfeksi HIV (ODHA) di seluruh dunia sampai sekarang sebanyak 40,3 juta orang, diantaranya 2,3 juta adalah anak-anak dibawah 15 tahun. Pada tahun 2006 ini saja diperkirakan sekitar 4,3 juta orang baru terinfeksi HIV. Untuk tahun 2006 sebanyak 2,6 juta orang meninggal terkait dengan HIV dan AIDS.
Dari data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional mengungkapkan di Indonesia sampai akhir September 2006 dilaporkan jumlah ODHA sebanyak 4.617 orang dari 6.987 kasus HIV yang terjadi di 32 provinsi. Dari jumlah itu, 1.651 orang atau 23,63% penderita AIDS diantaranya telah meninggal dunia.
Cara penularan AIDS ternyata juga mengalami perubahan sesuai dengan perilaku hidup manusia itu sendiri yang cenderung meninggalkan kemoralan (sila). Kasus penularan terbanyak (48,9%) adalah melalui penyalahgunaan Narkoba suntik atau Penasun (IDU = Injecting Drugs User) secara bersama-sama. Selain itu perilaku seks bebas dikalangan usia produktif meningkatkan jumlah penderita di kalangan tersebut. Dari kasus HIV/AIDS tercatat 53% kelompok usia 20-29 tahun dan sekitar 25% pada kelompok usia 30-39 tahun.
Melaksanakan Sila
AIDS merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya dalam sejarah manusia dan penyebarannya begitu cepat. Pada saat ini belum ada obat yang benar-benar mujarab untuk menyembuhkan seseorang dari penderita AIDS. Satu-satunya langkah yang bisa kita ambil pada saat ini sambil menunggu para ahli kesehatan menemukan obatnya, adalah menekan atau menghambat penyebaran penyakit ini. Lalu bagaimana caranya?
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa perilaku hidup manusia juga menentukan penyebaran AIDS ini. Penyalahgunaan Narkoba suntik secara bersama-sama dan perilaku seks bebas adalah dua perilaku buruk manusia yang mempercepat dan memperluas penyebaran penyakit ini. Menurut Buddha Dhamma, dua perilaku buruk ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap sila (kemoralan).
Secara umum ada lima aturan sila yang terdapat dalam Buddhisme bagi setiap orang, yang jika dilaksanakan akan membawa pada perbaikan kualitas hidup manusia. Kelima aturan sila itu adalah menghindari membunuh makhluk hidup, menghindari mencuri, menghindari perbuatan seksual yang tidak benar (asusila), menghindari ucapan yang tidak benar, dan menghindari meminum minuman atau obat yang menyebabkan lemahnya kesadaran. Seks bebas dan penyalahgunaan Narkoba suntik merupakan bentuk peyimpangan dari sila ke-3 (perbuatan seksual yang tidak benar/asusila) dan ke-5 (meminum minuman atau obat yang menyebabkan lemahnya kesadaran).
Dengan menyadari bahwa penyebaran AIDS terjadi karena adanya perilaku manusia yang menyimpang dari sila, maka adalah hal yang urgent (mendesak) bagi umat manusia untuk kembali dalam kekehidupan yang bermoral dengan menjaga dan melaksanakan sila khususnya sila ke-3 dan ke-5. Apabila semua orang menyadari hal ini, maka akan menghambat penyebaran penyakit yang mematikan ini dan mengurangi jumlah penderita AIDS.
Belas Kasih
HIV/AIDS bukanlah suatu kutukan, ia tidak akan menular hanya melalui sentuhan tangan ataupun sebuah pelukan dengan ODHA. HIV hanya tertular melalui cairan yang terinfeksi HIV pada ODHA yang masuk ke dalam tubuh seseorang seperti ludah, darah dan air mani yang hanya bisa terjadi ketika berhubungan seksual ataupun menggunakan jarum suntik secara bersama-sama.
Mungkin di antara kita ada yang beranggapan bahwa mereka semua yang menderita HIV merupakan orang-orang yang tidak bermoral. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Dari seluruh ODHA tidak semua menderita akibat kesengajaannya melakukan tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai moral dan yang jelas-jelas beresiko tertular HIV. Di antara mereka ada anak-anak yang terinfeksi sejak ia berada dalam kandungan karena salah satu atau kedua orang tuanya mengidap HIV. Selain itu ada juga isteri atau suami yang tertular karena pasangan hidupnya yang tidak setia dan suka berganti-ganti pasangan.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi kita untuk menolak, mengucilkan atau bahkan mendiskriminasikan seorang penderita AIDS. Menolak, mengucilkan atau bahkan mendiskriminasikan ODHA bukanlah suatu solusi tetapi justru membuat batin mereka sangat menderita yang mungkin akan mempengaruhi tindakan dan kesehatan mereka. Yang sangat diperlukan sekarang adalah keperdulian dan belas kasih dari seluruh lapisan masyarakat terhadap ODHA apapun latarbelakang dan bagaimana ia bisa terkena penyakit tersebut. Mereka sudah cukup menderita baik secara fisik maupun batin.
Cinta kasih (metta) dan belas kasih (karuna) terhadap para ODHA dapat kita wujudkan dalam berbagai hal seperti memberi dukungan, semangat bagi keluarga atau teman yang terinfeksi HIV, dan membantu meningkatkan kesadaran ODHA untuk menjalani perawatan dan pengobatan ODHA baik dirumah sakit, puskesmas maupun fasilitas berbasis masyarakat lainnya. Dengan cinta kasih dan belas kasih serta dengan mempraktikan hidup sehat setidaknya dapat memperpanjang usia para ODHA.
Selain itu keperdulian kita untuk mengendalikan HIV/AIDS dapat kita lakukan dengan melakukan pembicaraan dan penyadaran mengenai HIV/AIDS kepada keluarga dekat dan teman, mencegah penularan AIDS pada masyarakat khususnya ibu dan bayi, dan yang terpenting adalah dimulai dari kesadaran diri sendiri dengan tidak melakukan perbuatan yang beresiko menularkan penyakit tersebut.[Sum]
Kategori: Asia Oseania,Indonesia,Penyembuhan dan Spiritualitas
Kata kunci: AIDS, belas kasih, cinta kasih, HIV, karuna, metta, ODHA, Pancasila Buddhis, sila
Penulis: