Protes Manajemen Maha Vihara Mahabodhi Semakin Intens
Bhagavant.com,
Bihar, India – Protes terhadap kontrol manajemen Maha Vihara Maha Bodhi di Bodh gaya, india, semakin intens dilakukan oleh umat Buddha di India.

Dengan semakin banyaknya bhikkhu-bhiksu dan umat Buddha yang berkumpul di lokasi tempat Pencerahan Buddha di Bodh Gaya dalam beberapa minggu terakhir untuk menuntut kontrol tunggal umat Buddha atas kompleks Maha Vihara Mahabodhi, protes telah bermunculan di seluruh India untuk mendukung, termasuk di Ladakh dan Maharashtra.
Protes yang semakin meningkat tersebut tersebut merupakan peningkatan demonstrasi yang dimulai lebih dari sebulan yang lalu, ketika beberapa ratus bhiksu-bhikkhu dan pendukung mereka memulai aksi mogok makan.
Para pengunjuk rasa telah berkumpul di Bodh Gaya dari seluruh India, termasuk Chhattisgarh, Gujarat, Ladakh, dan Rajasthan, untuk menuntut pencabutan Undang-Undang Vihara Bodh Gaya (BTA) tahun 1949, yang mengamanatkan pengelolaan bersama vihara tersebut oleh sebuah komite yang terdiri dari empat umat Hindu dan empat umat Buddha, yang diketuai oleh hakim distrik.
Demonstrasi, yang telah dilakukan melalui pertemuan damai, mogok makan, dan unjuk rasa, telah mendapatkan momentum sejak pengusiran para bhiksu-bhikkhu yang berpuasa dari lokasi vihara oleh polisi setempat.
Protes tersebut bermula dari ketidakpuasan yang sudah berlangsung lama di kalangan umat Buddha atas pengelolaan vihara dan peningkatan ritual Hindu di dalam kompleks vihara, yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO.
“Umat Buddha belum mendapatkan keadilan,” kata pengunjuk rasa Abhishek Bauddh, yang menempuh perjalanan sejauh 540 kilometer dari Chhattisgarh untuk hadir. “Apa yang harus kami lakukan jika kami tidak melakukan protes secara damai?”
Sekretaris jenderal Forum Buddhis Seluruh India (AIBF), Lama Akash, yang memimpin kampanye tersebut, mengonfirmasi skala dan koordinasi gerakan tersebut. “Umat Buddha dari seluruh negeri berkumpul di sini,” katanya, seperti yang dilansir Al Jazeera, Senin (24/3/2025).
“Semua tempat keagamaan, seperti kuil, gurdwara, dan masjid, dikelola oleh orang-orang dari agama tersebut, tetapi BTA sangat cacat sehingga merekomendasikan umat Hindu dalam komite manajemen Vihara Mahabodhi, tempat suci bagi umat Buddha,” kata Lama Akash. “Kami juga menuntut agar ibadah di Vihara Mahabodhi dilakukan sesuai dengan ritual Buddhis.”
Pemindahan lebih dari dua lusin bhiksu-bhikkhu yang melakukan mogok makan dari lokasi vihara pada tanggal 27 Februari 2025 merupakan titik balik bagi banyak orang.
“Apakah kami teroris? Mengapa kami tidak bisa berunjuk rasa di halaman yang merupakan milik kami?” tanya sekretaris Konfederasi Nasional Umat Buddha India, Pragya Mitra Bodh. “Undang-undang pengelolaan vihara dan pembentukan komite menodai identitas Buddhis kami.”
Sesat Pikir
Selain melakukan ritual Hindu yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Buddhis, tanggapan arogan Kepala Bodh Gaya saat ini, Swami Vivekananda Giri, yang menyebut protes tersebut sebagai “bermotif politik,” juga dinilai tidak pantas.
Vivekananda Giri juga mengatakan hal yang absurd bahwa Buddha adalah inkarnasi kesembilan dari Dewa Wisnu. Hal ini disebut absurd karena tidak ada dalam teks-teks kuno Buddhis itu sendiri yang menyatakan Buddha telah mengklaim diri-Nya sebagai inkarnasi siapa pun. Pernyataannya Vivekananda ini jelas hanya berpegangan pada kosmologi Hindu semata tidak berdasarkan fakta sejarah.
Dan jika Hinduisme mengklaim Buddha adalah inkarnasi kesembilan dari Dewa Wisnu, mereka seharusnya mengikuti ajaran Buddha yang ada lengkap di kitab Tripitaka bukan kitab Veda yang minim informasi tentang ajaran-Nya dan ritual yang dilakukan adalah ritual Buddhis bukan justru ritual Hinduisme.
Selain teks-teks Hindu tidak memberikan detail lengkap tentang ajaran Buddha, justru dalam Bhagavata Purana (1.3.24), Buddha disebut sebagai inkarnasi Wisnu yang menyesatkan para asura dengan memberikan ajaran yang menjauhkan para asura dari ritual Veda.
Hal tersebut tentu bertentangan dengan ajaran Buddha yang bertujuan untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dengan mengubah moral dan perilaku, termasuk untuk asura. Jika Veda dapat mengubah moral makhluk, seharusnya Buddha yang diklaim sebagai inkarnasi Wisnu seharusnya membuat para asura mendekatkan diri pada ritual Veda bukan justru menjauhkannya. Kecuali jika ternyata Veda hanya fokus pada ajaran kesaktian (kekuatan) semata, dan bukan moral dan perilaku sehingga merasa takut jika para asura memiliki pengetahuan akan Veda.
Lagi pula, tidak ada-teks-teks Hindu (Veda) termasuk Bhagavata Purana, yang memerintahkan umat Hindu untuk menguasai situs suci agama lain berdasarkan status avatara. Dan secara historis, Vihara Mahabodhi adalah tempat suci umat Buddha, dibangun untuk umat Buddha bukan Hindu.
Meskipun ada skeptisisme atas tanggapan pemerintah india, para pengunjuk rasa tetap berkomitmen. “Hak-hak umat Buddha secara bertahap dilanggar,” kata Lama Akash. “vihara itu harus diserahkan kepada umat Buddha.”
Para pengunjuk rasa seperti Abhishek Bauddh menemukan kekuatan dalam jumlah yang terus bertambah. “Persatuan ini membuat protes kami kuat,” katanya, menggemakan sentimen bahwa konvergensi di Bodh Gaya sama pentingnya dengan upaya untuk mendapatkan kembali hak-hak beragama seperti halnya untuk memperkuat identitas kolektif umat Buddha di lanskap keagamaan India yang beragam.[Bhagavant, 28/3/25, Sum]