Kisah Ullambana, Kekuatan yang Menyelamatkan Leluhur
Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Tersebar info bahwa tahun ini para hantu tidak akan mengunjungi dunia manusia dan batal mengikuti perayaan Bulan ke-7 penanggalan lunar (Imlek).

Para hantu membantalkan dirinya mengikuti perayaan cio ko yang juga dikenal sebagai “Bulan Hantu” di dunia manusia. Bahkan Raja Neraka menutup pintu gerbang neraka rapat-rapat dan melakukan penguncian agar tidak ada hantu yang keluar.
Setelah diusut, ternyata para hantu dan Raja Neraka merasa takut tertular COVID-19 yang sedang melanda dunia manusia.
Tentu saja info di atas hanyalah kisah humor atau kelakar yang tidak benar-benar terjadi. Dan ini jelas bukan kisah sesungguhnya di balik perayaan Ullambana yang dirayakan umat Buddhis tradisi Mahayana.
Dalam ajaran Agama Buddha, tidak ada yang namanya “Bulan Hantu”, tidak ada mitos dibebaskannya hantu-hantu dari neraka untuk berlibur (cuti) dan saling berebut makanan dari para dermawan selama bulan ke-7 atau Cit Gwee.
Kisah Awal Ullambana
Perayaan Ullambana berawal dari kisah Yang Arya (Y.A.) Maudgalyayana (Pali: Moggallāna; Tionghoa: Mulian) yang menyelamatkan ibunya, yang dicatat dalam Ullambana Sutra (Yú Lán Pén Jīng).
Y.A. Maudgalyayana adalah salah satu dari sepuluh siswa Sri Buddha yang paling menonjol. Ia bahkan salah satu dari dua Siswa Utama Sri Buddha. Ia juga memiliki kekuatan batin terbesar di antara para siswa. Dan dengan kekuatan batinnya itu, ia mencari kedua orang tuanya, yang telah meninggal, untuk membalas budi.
Dengan kekuatan batinnya ia memindai dunia dan melihat bahwa mendiang ibunya lahir kembali di alam hantu kelaparan (Pali: peta; Sanskerta: preta). Mendiang tersebut tidak memiliki makanan atau minuman, tubuhnya hanya kulit dan tulang.
Y.A. Maudgalyayana adalah anak yang berbakti. Ia mencoba membantu meringankan penderitaan mendiang ibunya dengan menggunakan kekuatan batinnya untuk menghasilkan semangkuk makanan untuknya.
Untuk mencegah hantu lain merebut makanan, ibunya menutupi mangkuk dengan tangan kirinya yang kurus saat dia menggunakan tangan kanannya untuk mengambil makanan. Tapi setiap kali, sebelum makanan itu masuk ke mulutnya, makanan itu berubah menjadi batu yang membara.
Melihat keadaan ini Y.A. Maudgalyayana merasa terenyuh karena meskipun ia telah memperoleh kekuatan supernatural yang tinggi, ia tidak dapat menyelamatkan ibunya sendiri. Ia dengan segera menghadap Sri Buddha untuk menceritakan kejadian ini.
Kekuatan yang menyelamatkan
Sri Buddha menjelaskan bahwa mendiang ibu Y.A. Maudgalyayana telah melakukan karma buruk yang sangat dalam sehingga kekuatan spiritual dari seseorang yang baktinya mengguncang langit dan bumi, dan para makhluk surgawi tidak bisa menolongnya.
Sri Buddha kemudian menjelaskan bahwa Y.A. Maudgalyayana dapat menolong mendiang orang tuanya yang terakhir bahkan 7 generasi dengan kekuatan Sangha Bhiksu melalui cara mempersembahkan dana kebutuhan hidup untuk Sangha Bhiksu, dan melimpahkan, membagi atau mengalihkan hasil perbuatan baiknya itu kepada mendiang para mendiang.
Waktu yang tepat untuk melaksanakan pelimpahan jasa tersebut adalah saat Hari Pravarana (Pali: Pavarana), yaitu hari penanda berakhirnya masa varsa (retret musim hujan) para bhiksu selama tiga bulan. Dan Hari Pravarana jatuh pada hari ke-15 dari bulan ke-7. (Buddhis Tiongkok menerjemahkan Bulan ke-7 ke dalam penanggalan Tionghoa alih-alih penanggalan India kuno)
Y.A. Maudgalyayana mengikuti instruksi Sri Buddha dan memberikan persembahan kepada para bhiksu. Ia berhasil membebaskan mendiang ibunya dari alam peta.
Pesan Dharma
Semangat Y.A. Maudgalyayana dalam menyelamatkan ibunya yang tertera dalam Ullambana Sutra menjadi pertunjukan opera yang sangat populer yang berjudul “Mulian Menyelamatkan Ibunya” (目連救母 – Mù lián jiù mǔ), selama Dinasti Song, Ming, dan Qing.
Pesan Dharma dari kisah Y.A. Maudgalyayana menyelamatkan mendiang ibunya adalah bahwa seseorang harus dan pasti menerima hasil perbuatan buruknya sendiri. Bahkan seseorang dengan kekuatan batin super seperti yang dimiliki Y.A. Maudgalyayana tidak dapat menolong dirinya sendiri atau orang lain untuk melarikan diri dari karma buruk mereka.
Seseorang yang telah melakukan kejahatan pasti menderita dan harus memperbaiki jalannya sebelum ada harapan baginya untuk membebaskan dirinya sendiri. Seperti dalam kisah, mendiang ibu Y.A. Maudgalyayana harus menderita karena perbuatan buruknya, dan saat kekuatan karma buruknya habis, harapan datang melalui putranya.[Bhagavant, 28/8/20, Sum]
Kategori: Seni dan Budaya,Tiongkok,Tradisi dan Budaya
Kata kunci: Ullambana
Penulis: