Pakar Saraf: Ahli Meditasi “Mindfulness” Seperti Peselancar Terampil

Bhagavant.com,
California, Amerika Serikat – Kemampuan para ahli meditasi mindfulness (kesadaran penuh atau perhatian penuh) disebut seperti para peselancar terampil, demikian kata seorang pakar saraf (neurosains).

Ilustrasi: peselancar. Para ahli meditasi "mindfulness" seperti para peselancar terampil, kata pakar saraf.
Ilustrasi: peselancar. Para ahli meditasi “mindfulness” seperti para peselancar terampil, kata pakar saraf.

Jaimal Yogis, seorang penulis, jurnalis dan juga peselancar, dalam tulisannya mengungkapkan nilai positif meditasi kesadaran penuh berdasarkan wawancaranya dengan sejumlah atlet olahraga ekstrem, pakar saraf, dan psikolog, saat ia menyusun bukunya berjudul “The Fear Project“.

Dalam sebuah penelitian 2011 yang ia baca di jurnal Military Medicine, menunjukkan bahwa bermeditasi setiap hari mengurangi setengah dari gejala gangguan stres pascatrauma (Post Traumatic Stress Disorder – PTSD) pada para tentara.

Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Britta Hölzel, seorang psikolog dari Harvard, menemukan bahwa ketika mereka yang bukan pemeditasi berlatih meditasi kesadaran penuh hanya 30 menit per hari selama 8 minggu, mereka akan meningkatkan “materi abu-abu” (gray matter) di hipokampus, suatu area penting di otak besar berfungsi untuk pembelajaran dan ingatan, sedangkan “materi abu-abu” mengalami penurunan di amigdala, bagian dari otak yang mengatur rasa takut dan emosi dasar lainnya.

Penelitian tersebut membuat Jaimal bersemangat lantaran hal tersebut sesuai dengan pengalamannya.

“Sebagai seorang pria yang menghabiskan satu tahun penuh hidup di sebuah vihara, saya cukup bersemangat. Berjam-jam di atas bantal telah mengubah otak saya menjadi lebih fleksibel dan berkurangnya kepanikan,” katanya seperti yang dilansir The Inertia, Selasa (10/1/2017).

Jaimal merasa penasaran mengenai apakah meditasi hanya akan meningkatkan kecerdasan manusia semata dan menurunkan naluri bertahan hidup pada diri manusia mengingat terjadinya penurunan “materi abu-abu” di amigdala.

Rasa penasarannya tersebut dijawab oleh temannya, Philippe R. Goldin, Ph.D., seorang pakar syaraf dari Departemen Psikologi Universitas Stanford dan sekaligus asisten profesor Sekolah Keperawatan Betty Irene Moore Universitas California Davis.

Philippe mengatakan sebaliknya bahwa meditasi tampaknya memberikan manfaat mengurangi kecemasan dan membuat naluri bertahan hidup jadi lebih baik.

Para praktisi meditasi mindfulness (kesadaran penuh), bahkan setelah bermeditasi hanya 30 menit per hari selama 8 minggu, justru bereaksi terhadap stimulus (rangsangan seperti kehadiran bahaya) dengan lonjakan emosional dan intensitas yang lebih kuat alih-alih berkurang. Respons atau tanggapan adrenalin mereka lebih kuat pada saat itu.

Perbedaan utamanya, Philippe mengatakan, adalah bahwa para praktisi meditasi lebih mudah memiliki waktu untuk kembali ke ketenangan awal ketika stimulus yang mengancam tersebut telah berlalu.

Philippe mengatakan para ahli meditasi seperti para peselancar terampil. Mereka lebih mudah memiliki waktu bersantai di antara gelombang. Tapi ketika gelombang besar datang, mereka bereaksi dengan intensitas yang lebih kuat, mengambil dorongan energi yang mereka butuhkan untuk menaikinya atau menyelam di saat yang tepat. Kemudian, ketika gelombang berlalu, mereka kembali ke keadaan seimbang lebih cepat.

“Meditasi membuat orang lebih sadar akan apa yang sebenarnya,” kata Philippe. “Hidup menjadi lebih jelas. Emosi-emosi seperti rasa takut (positif) menjadi lebih tajam dan lebih arif.”

Dalam ajaran Agama Buddha hiri yaitu rasa malu untuk melakukan perbuatan buruk, dan ottappa yaitu rasa takut atas akibat perbuatan buruk tersebut, merupakan dua kualitas moral yang melindungi individu dan masyarakat secara keseluruhan dari terciptanya kondisi-kondisi buruk. Dan berdasarkan penelitian tersebut tampaknya meditasi mindfulness (kesadaran penuh) dapat meningkatkan kedua kualitas moral ini.[Bhagavant, 17/1/17, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Meditasi
Kata kunci: ,
Penulis: