Ini Pesan Waisak 2568 EB Sangha Theravada Indonesia

Bhagavant.com,
Kalimantan Timur, Indonesia – Sangha Theravada Indonesia (STI) menyampaikan Pesan Waisak 2568 Era Buddhis / 2024 dengan menitikberatkan pada toleransi keberagaman dan kewajiban moral (etika) membangun persatuan.

Sangha Theravada Indonesia

Dalam rangka Hari Trisuci Waisak yang jatuh pada 23 Mei 2024, STI menyampaikan Pesan Waisak yang ditandatangani oleh Y.M. Sri Subhapañño, Mahāthera sebagai Ketua Umum (Sanghanayaka) STI.

Dalam pesannya, STI mengimbau umat Buddha agar memaknai momen Waisak dengan refleksi pada Dhamma, untuk menumbuh kembangkan kesadaran kolektif dan kewajiban moral (etika) agar dapat memperkokoh persatuan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan mengusung tema Waisak: Memperkokoh Persatuan Dalam Keberagaman, berikut uraian lengkap pesan Waisak 2568 EB Sangha Theravada Indonesia.

PESAN WAISAK 2568/2024
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Sabbā disā anuparigamma cetasā,
Nevajjhagā piyataramattanā kvaci,
Evaṁ piyo putthu attā paresaṁ,
Tasmā na himse paraṁ attakāmo’ti
(Saṁyutta Nikāya 1:75)

Bila kita mengarungi dunia dengan pikiran,
maka kita akan menemukan bahwa diri
sendirilah yang paling dicintai.
Karena tidak ada siapapun yang dicintai oleh
seseorang selain dirinya sendiri,
maka perhatikan dan hormatilah orang lain
seperti kamu mencintai dirimu sendiri.

Trisuci Waisak mengingatkan tiga peristiwa suci dalam sejarah kehidupan Guru Agung Buddha Gotama, terjadi tepat pada hari purnama raya di bulan Waisak, dengan tahun yang berbeda. Ketiga peristiwa itu adalah: kelahiran, pencapaian Pencerahan Sempurna, dan kemangkatan akhir. Pangeran Siddhattha calon Buddha lahir di Taman Lumbini, Kapilavatthu, India Utara / Nepal pada tahun 623 SM. Setelah meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi pertapa, Beliau merealisasi Pencerahan sehingga menjadi Buddha di Bodhgaya pada usia 35 tahun. Sang Buddha mencapai Mahāparinibbāna, kemangkatan akhir pada usia 80 tahun di Kusinara.

Perayaan Trisuci Waisak 2568 diperingati pada tanggal 23 Mei 2024, Sangha Theravada Indonesia mengangkat tema: Memperkokoh Persatuan Dalam Keberagaman. Dengan harapan besar mengimbau umat Buddha agar memaknai momen Waisak dengan refleksi pada Dhamma, untuk menumbuh kembangkan kesadaran kolektif dan kewajiban moral (etika) agar dapat memperkokoh persatuan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, momentum Trisuci Waisak tidak hanya menjadi seremonial perayaan keagamaan semata.

Kesadaran Kolektif akan keberagaman

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang majemuk dan kaya akan keragaman budaya. Hal itu dapat terlihat dari keanekaragaman ras, suku, adat istiadat, dan agama yang ada. Keberagaman ini selain mengandung banyak nilai positif juga memiliki dampak negatif yang wajib untuk diantisipasi. Konflik sosial atau perpecahan sosial, sebagai satu contoh, dapat terjadi sewaktu-waktu. Oleh karena itu, nilai-nilai yang menuntun pada kesadaran kolektif akan keberagaman amat diperlukan.

Di Indonesia sendiri, landasan persatuan itu telah dijelaskan dengan sempurna lewat semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, merupakan warisan nenek moyang yang sedemikian luhur. Persatuan dalam perbedaan hendaknya diterapkan demi keharmonisan.

Umat Buddha sebagai bagian dari heterogenitas bangsa Indonesia patut untuk menciptakan keharmonisan dengan berpedoman pada Dhamma, Ajaran Buddha. Keragaman merupakan suatu kewajaran dalam kehidupan bermasyarakat, karena masing- masing orang memiliki tanggungjawab perilaku (karma) yang berbeda satu sama lain. Masing- masing orang mewarisi hasil perilakunya sendiri, sehingga sudah pasti akan terjadi perbedaan dan keberagaman banyak hal dalam kehidupan ini. Meskipun terjadi berbagai perbedaan tetapi masing-masing orang mendambakan kehidupan yang nyaman.

Penerimaan kewajaran itulah merupakan bentuk dari kesadaran kolektif atas keberagaman. Sebaliknya ketidak harmonisan dalam masyarakat disebabkan oleh banyak faktor, salah satu faktor itu adalah ketertutupan pandangan atau keterbatasan pengertian terhadap hal yang berbeda bahkan menimbulkan keegoisan yang tinggi. Keegoisan itu menutup munculnya kesadaran kolektif akan keberagaman.

Teladan cara hidup yang penuh toleransi dalam memandang perbedaan itu sebagai kewajaran telah ditunjukkan oleh Sang Buddha sendiri yang terekam dalam satu khotbah populer bernama Upali Sutta. Ketika Sang Buddha akhirnya menerima permohonan berulang dari pemuda Upali untuk menjadi siswa-Nya, Beliau menginstruksikan Upali untuk tetap menghormati serta menyokong guru pertamanya. Khotbah ini juga merepresentasikan bagaimana pentingnya sikap toleransi dan saling menghormati dalam perbedaan.

Kewajiban Moral Membangun Persatuan

Seorang pemimpin memiliki pengaruh yang signifikan dalam upaya menciptakan keharmonisan dan mencegah terjadinya perselisihan. Demikian juga peranan agama yang sedemikian sentral dalam berbagai sektor kehidupan manusia. Apa yang Sang Buddha ajarkan selaras dengan apa yang senantiasa dipraktikkan, dan sebaliknya. Karakteristik ideal pemimpin dimiliki oleh Buddha. Beliau sempurna dalam contoh perilaku baik (behavior) di samping cakap dalam gagasan (mind) dan keterampilan (skill).

Sebagai pemimpin dan widyaiswara, Sang Buddha mengajarkan prinsip Dhamma dengan tujuan mewujudkan kehidupan yang tertib serta perdamaian bagi dunia. Pada satu kesempatan Beliau memberikan khotbah penting berkenaan tentang dua pokok Dhamma pelindung dunia. Keduanya ialah hiri dan ottappa, yang artinya malu berbuat segala bentuk kejahatan dan takut akan akibat buruk dari kejahatan (Anguttara Nikāya II.7). Hiri dan ottappa mendorong munculnya penahanan diri dari perbuatan tidak sesuai, tidak baik dan tidak terpuji yang bertentangan dengan nilai-nilai keutamaan moral. Perbuatan yang berlandaskan pada nilai-nilai cinta kasih dan kejujuran/kebenaran adalah kewajiban moral bagi kita untuk dapat membangun persatuan kendatipun dalam keberagaman.

Para bhikkhu, figur Sangha yang menjadi pemuka Agama Buddha, berkewajiban untuk memberikan pemahaman, sebagaimana yang dimandatkan oleh Sang Buddha dalam Sigālovāda Sutta. Kewajiban bhikkhu antara lain mendorong umat perumah tangga untuk senantiasa melakukan perbuatan baik (kalyāṇe nivesenti) dan mencegah mereka dari segala tindak kejahatan (pāpā nivārenti). Perbuatan baik yang dijalankan dengan kesungguhan hati akan menciptakan persatuan masyarakat.

Marilah kita membangun bangsa dengan memperkokoh persatuan, dilandasi kesadaran kolektif akan keberagaman dan kewajiban moral (etika), agar perpecahan ataupun pertikaian dapat dihindari dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

Bagi umat Buddha sekalian, marilah kita semakin meneguhkan keyakinan terhadap Tiratana. Trisuci Waisak hendaknya menjadi momentum bagi umat Buddha untuk mengembangkan kesadaran kolekfif dan penerapan kewajiban moral demi tercapainya persatuan yang kokoh dan juga menciptakan kehidupan masyarakat yang tenteram.

Selamat Trisuci Waisak 2568/2024.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa,
Tiratana, selalu melindungi.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Kota Balikpapan, 23 Mei 2024
SAṄGHA THERAVĀDA INDONESIA

Bhikkhu Sri Subhapañño, Mahāthera
Ketua Umum / Sanghanayaka

[Bhagavant, 26/5/23, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Asia Tenggara,Indonesia
Kata kunci: , , ,
Penulis: