Bagaimana Cara Menentukan Detik-detik Waisak di Indonesia?

Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Apa sebenarnya Detik-detik Waisak itu? Dan bagaimana cara menentukan Detik-detik Waisak di Indonesia berdasarkan ilmu astronomi modern?

Detik-detik Waisak menjadi salah satu tradisi yang diterapkan oleh umat Buddha di Indonesia dan menjadi ciri khas yang hanya ditemui di Indonesia.

Sejarah dari tradisi menunggu Detik-detik Waisak ini di awali dengan perayaan Hari Vesak (Waisak) tahun 1932 oleh para anggota Theosofische Vereniging cabang Hindia Belanda dan sejumlah umat Buddha di Candi Borobudur.[Selengkapnya di: Awal Mula Detik-detik Waisak di Indonesia]

Lalu apa sebenarnya Detik-detik Waisak itu?

Dalam sudut pandang keagamaan tradisi Buddhis Indonesia, Detik-detik Waisak adalah momen berupa jam, menit dan detik yang ditunggu dan diyakini jatuh pada saat yang tepat dan pas ketika terjadinya tiga peristiwa agung yaitu kelahiran Pangeran Siddhattha Gotama sebagai calon Buddha (Bodhisatta), pencapaian Pencerahan Sempurna dari Petapa Gotama, dan kewafatan mutlak (Parinibanna) Buddha Gotama. Ketiga peristiwa tersebut terjadi pada hari munculnya Bulan Purnama, di tahun yang berbeda tentunya.

Tetapi berdasarkan astonomi modern, Detik-detik Waisak tidak lain adalah saat tibanya fase puncak Bulan dalam kondisi Purnama, yang ditetapkan dalam hitungan jam, menit dan detik.

Setelah mengetahui sebenarnya apa itu Detik-detik Waisak maka dapat diketahui kapan Detik-detik Waisak itu terjadi dengan menghitung kapan fase puncak Bulan Purnama akan terjadi di Hari Waisak.

Untuk menghitung dan menentukan fase puncak Bulan Purnama maka memerlukan rumus untuk memprediksi fase Bulan pda waktu tertentu. Disebut memprediksi karena memang menghitung sesuatu di masa depan yaitu fase Bulan Purnama.

Sesuai dengan kesepakatan bersama para tokoh Buddhis, menghitung dan menentukan fase puncak Bulan Purnama untuk menentukan Detik-detik Waisak menggunakan gabungan antara perhitungan astronomi modern dengan patokan yang berasal dari panchanga (kalender Brahmana) yaitu kalender pada masa India kuno.

Salah satu patokan panchanga yang dipergunakan adalah metode 3-3-3-2-3-3-2 dalam menentukan kapan bulan Waisak atau Vesak (Pali Vesākha; Sanskerta: Vaiśākha) itu tiba saat terjadi tahun kabisat lunisolar.

Dengan patokan di atas memungkinkan adanya bulan Waisak ganda sebagai bulan sisipan (bulan ekstra/lun/adhikamasa). Sehingga Hari Waisak yang diambil adalah yang jatuh pada bulan Waisak yang ke-2. Hal ini pernah terjadi pada tahun 2023 lalu, alih-alih jatuh pada 6 Mei 2023, Hari Waisak jatuh pada 4 Juni 2023. Ini disebabkan karena tahun 2023 merupakan tahun kabisat lunisolar ke-19 yang memiliki 2 bulan Waisak.

Setelah menentukan kapan hari dan bulan Waisak jatuh pada tahun tertentu, barulah dapat dihitung kapan fase Bulan Purnama tiba. Perhitungan fase Bulan Purnama menggunakan rumus algoritma astronomi modern yang banyak digunakan oleh para pakar, salah satunya adalah rumus algoritma dari Jean Meeus seperti yang tercantum dalam bukunya berjudul “Astronomical Algorithm.”1

Tentu saja, melakukan perhitungan dengan rumus algoritma astronomi bukanlah perkara yang sederhana karena membutuhkan ketelitian dan pengetahuan yang cukup dalam matematika. Namun untungnya, pada masa sekarang pekerjaan tersebut dapat dipermudah dengan keberadaan berbagai program bahasa komputer yang memungkinkan untuk melakukan perhitungan yang cukup cermat.

Banyak faktor yang perlu dihitung dalam perhitungan fase Bulan Purnama, seperti fase Bulan, anomali Matahari dan Bulan, hingga koreksi argumen planet. Dan salah satu faktor yang menentukan adalah perhitungan Delta T (DeltaT) atau ΔT yang merupakan perbedaan antara waktu atom dan waktu yang diukur berdasarkan rotasi Bumi.

Permasalahan besar dalam menghitung Delta T adalah rotasi Bumi yang mengalami perubahan yang lambat dan tidak teratur, maka nilai DeltaT juga berubah-ubah dan diperbarui secara berkala untuk memastikan konsistensi dan keakuratan pengukuran waktu. Padahal DeltaT adalah faktor penting dalam pengukuran waktu astronomi, navigasi, dan sejumlah aplikasi lainnya.

Dengan rotasi Bumi yang melambat sejak awal, kita tidak dapat memprediksi secara tepat berapa banyak pelambatan yang akan terjadi di masa depan. Sehingga dengan demikian para pakar tidak bisa menggunakan rumus yang pemanen untuk menghitungnya. Oleh karena itu rumus untuk mengukur Delta T pun berubah-ubah sesuai tahunnya.

Dan dengan tidak pastinya Delta T, maka hasil perhitungan dari fase Bulan Purnama untuk waktu yang akan datang juga bersifat perkiraan dan tentunya ada perbedaan dengan waktu sesungguhnya saat fenomena Bulan Purnama itu terjadi.

Setelah melakukan perhitungan dengan mengurangi waktu yang dihasilkan dari perhitungan fase Bulan Purnama dengan Delta T, maka ditemukan nilai waktu dalam satuan Julian Date. Nilai waktu dalam satuan Julian Date ini perlu dikonversi menjadi waktu umum yang digunakan sehari-hari. Dan hasilnya menjadi nilai waktu yang dijadikan sebagai Detik-detik Waisak.

Menggunakan rumus algoritma fase Bulan Purnama yang mana, bagaimana dan seberapa detail perhitungan serta penggunaan rumus Delta T yang mana, menjadi penentu hasil akhir perhitungan Detik-Detik Waisak. Pasti akan ada perbedaan nilai akhir dari masing-masing perhitungan meskipun tidak signifikan, hanya sekitar 1 hingga 2 menit saja.

Dan bagi pakar astromomi perbedaan beberapa menit ini tampaknya tidak dianggap terlalu penting apalagi terkait hitungan ‘detik.’ Hal ini tercermin dari banyaknya aplikasi dan perangkat lunak astronomi yang tidak menyertakan hitungan ‘detik’ dalam memprediksi waktu fase Bulan.

Dengan menimbang hal-hal di atas (khususnya adanya ketidakpasti dari Delta T), maka bisa dikatakan bahwa penentuan waktu Detik-detik Waisak untuk masa yang akan datang bukanlah sesuatu yang pasti dan permanen.

Sesuai dengan Dhamma bahwa segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan unsur merupakan sesuatu yang tidak kekal (anicca), begitu juga dengan rotasi Bumi yang akhirnya menentukan perhitungan Detik-detik Waisak yang sifatnya tidak kekal.

Untuk tulisan selengkapnya Anda dapat mengakses artikel berjudul: Cara Menentukan Detik-detik Waisak di Indonesia berdasarkan astronomi modern.[Bhagavant, 11/5/24, Sum]

Catatan:

  1. Meeus Jean. 1998. Astronomical Algorithm. Second Edition, Willman-Bell, Inc. United States of America. Halaman 349. ↩︎
Rekomendasikan:

Kategori: Asia Tenggara,Indonesia,Sains,Tradisi dan Budaya
Kata kunci: , ,
Penulis: