Pengaruh Agama Buddha dalam Tarian Singa Barongsai

Bhagavant.com,
Beijing, Tiongkok – Salah satu daya tarik perayaan Tahun Baru Imlek adalah tarian singa atau barongsai. Tapi, tahukah Anda bahwa keberadaan tarian singa atau barongsai mendapat pengaruh dari Agama Buddha?

Foto: shutterstock

Tarian singa atau barongsai (Hanzi 舞狮; pinyin: wǔshī) adalah sebuah bentuk tarian tradisional dalam budaya Tionghoa yang para pemainnya menirukan gerakan singa dengan kostum singa untuk membawa keberuntungan dan rejeki.

Barongsai biasanya dipentaskan pada saat Tahun Baru Imlek dan hari raya tradisional, budaya, dan keagamaan lainnya. Tarian ini juga dapat dilakukan pada acara-acara penting seperti acara pembukaan bisnis, perayaan khusus atau upacara pernikahan, atau dapat digunakan untuk menghormati tamu istimewa bagi komunitas Tionghoa.

Asal-mula Singa di Tiongkok

Menari dengan menggunakan topeng atau kostum menyerupai hewan atau hewan mitos sudah ada sejak jaman dahulu di Tiongkok. Namun hewan singa merupakan hewan yang bukan berasal dari Tiongkok. Pada masa lalu Tiongkok bukanlah habitat asli hewan singa. Afrika dan India merupakan habitat asli dari hewan singa.

Namun, pada masa Dinasti Han Barat (206 SM – 9 M) dengan meningkatnya perdagangan pada masa Dinasti Han dan pertukaran budaya melalui Jalur Sutra, hewan singa mulai diperkenalkan di Tiongkok.

Singa diperkenalkan ke Tiongkok dari negara-negara kuno Asia Tengah oleh masyarakat Sogdiana, Samarkand, dan Yuezhi (月氏) dalam bentuk kulit dan upeti hidup. Selain itu, singa juga diperkenalkan melalui kisah-kisah dan cerita dari para pandita dan bhikkhu/su serta para pelancong pada waktu itu.

Kata “singa” dalam bahasa Mandarin disebut shi (獅, ditulis sebagai 師 pada periode awal). Ada yang mengatakan kata “shi” ini mungkin berasal dari kata Persia šer. Namun, kemungkinan yang paling besar dan mendekati dari asal-mula kata “singa” adalah berasal dari bahasa India yang berbunyi “sher” (शेर; baca: shir) atau dari pemendekan kata “simha” (baca: singh) dari bahasa Sanskerta.

Pengaruh Agama Buddha dalam Tarian Singa Barongsai

Kisah-kisah dan cerita-cerita mengenai hewan singa baik dari karakter hingga simbol nilai-nilai moral dan spiritual darinya yang disampaikan dari para pelancong termasuk oleh para bhikkhu/su dan kitab-kitab keagamaan khususnya Agama Buddha.

Karakteristik hewan singa seperti gagah, kuat, berani dianggap sebagai hewan yang dapat melindungi atau menjaga sekaligus mengusir hal-hal yang buruk. Dalam teks-teks Agama Buddha sendiri, singa digambarkan sebagai hewan yang agung dan perkasa, sebagai raja dari para hewan liar yang tiada tanding.

Teks-teks Agama Buddha, seperti Sīha Sutta (AN. 4.33 dan AN. 5.99) juga menyandingkan karakteristik keagungan dan ketiadabandingannya seorang Sammāsambuddha dengan karakteristik keagungan dan keperkasaan seekor singa. Dan pernyataan-pernyataan kebenaran yang berani dan lantang yang diucapkan oleh Buddha dan Siswa Utamanya sering disebut sebagai auman singa.

Dengan karakteristik yang disamakan dengan hal-hal yang positif tersebut, singa kemudian diadopsi dalam berbagai kesenian seperti seni rupa Tionghoa yang menghasilkan arca singa penjaga, dan seni tari yang menghasilkan tarian singa atau barongsai.

Dalam periode awal, tarian singa atau barongsai yang ada kaitannya dengan Agama Buddha, tercatat dalam teks Wei Utara, Deskripsi Vihara Arama di Luoyang (洛陽伽藍記 – Luoyang Jialanji) karya Yang Xuanzhi tahun 547 Masehi, mengenai parade rupaka Buddha di sebuah vihara yang prosesi paradenya dipimpin oleh seekor singa untuk mengusir makhluk halus jahat.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tarian singa atau barongsai tersebut mungkin berkembang dari tradisi Tiongkok lokal yang menggunakan simbolisme Agama Buddha berupa singa.

Seiring waktu, tarian singa atau barongsai mengalami evolusi dan adaptasi. Tarian ini menjadi tarian lintas negara dan agama, namun, esensi pengaruh Agama Buddha tetap ada. Tarian ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi media penyampaian nilai-nilai spiritual dan harapan akan kebaikan, meskipun jarang sekali yang tahu dan memahaminya.

Memahami pengaruh Agama Buddha dalam tarian singa atau barongsai tidak hanya memperkaya apresiasi kita terhadap tradisi ini, tetapi juga mengingatkan kita pada nilai-nilai universal yang dijunjung tinggi seperti keberanian membela kebenaran dan melindungi mereka yang membutuhkan.[Bhagavant, 11/2/24, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Seni dan Budaya,Tradisi dan Budaya
Kata kunci:
Penulis: