Vihara di Jepang Bukan Pintu “Shukubo” untuk Turis
Bhagavant.com,
Tokyo, Jepang – Vihara-vihara di Jepang kini mulai membuka pintu “shukubo” untuk para turis. Apa itu “shukubo” (宿坊) ?
Selama berabad-abad, para viharawan, peziarah, dan bangsawan menempuh perjalanan yang melintasi Jepang untuk mencari pengetahuan dan pencerahan. Di penghujung hari yang panjang mereka berjalan di jalur pegunungan, dan selalu mencari “otera” atau vihara, untuk mengistirahatkan tubuh mereka yang lelah.
Akomodasi sederhana yang dapat diberikan oleh vihara-vihara, bersama dengan makanan tradisional dan puja bakti, dikenal sebagai “shukubo.”
Dan sekarang saat para peziarah menjadi jarang ada di Jepang, vihara-vihara membuka pintu kayu gesernya untuk para pelancong dari seluruh dunia.
“Beberapa orang masih menggunakan penginapan saat mereka melakukan perjalanan untuk menunjukkan keyakinan mereka, namun jumlah orang tersebut menurun,” kata Bhiksu Kaiji Yamamoto, biksu senior di Vihara Zenko (Zenkoji) di Takayama, yang terletak di pegunungan tengah Prefektur Gifu.
“Saat ini, semakin banyak wisatawan yang menggunakan shukubo sebagai tempat menginap yang unik dan memberikan pengalaman yang benar-benar menenangkan,” katanya seperti yang dilansir DW, Selasa (8/11/2022).
Pada tahun-tahun awal shukubo, akomodasinya bisa sangat sederhana, sejalan dengan praktik pertapaan para peziarah. Para tamu sering tidur di kamar bersama, mengikuti sesi meditasi dan puja bakti pada waktu yang berbeda siang dan malam dengan para bhiksu setempat.
Makanan tradisional Buddhis “shojin ryori” disajikan tanpa daging, ikan, atau produk hewani lainnya.
Bahan-bahan khas dalam hidangan multi-sajian termasuk sayuran dan tanaman musiman yang dikumpulkan dari pegunungan di sekitar vihara, bersama dengan makanan berbahan dasar tahu dan kedelai. Secara bersama-sama, bahan-bahan ini diyakini membawa keseimbangan dan keselarasan pada tubuh dan batin.
Dari awal yang mendasar ini, akomodasi shukubo telah berkembang secara signifikan. Beberapa vihara menawarkan akomodasi yang setara dengan hotel berkualitas baik tetapi, pada saat yang sama, melestarikan suasana lingkungan vihara yang tradisional.
Pengunjung zaman modern dapat mengambil bagian dalam sesi meditasi, pertemuan puja bakti, yoga, menyalin kaligrafi yang membentuk sutra dan trek berpemandu di pegunungan sekitarnya.
Pada acara-acara khusus, pengunjung juga dapat mengambil bagian dalam ritual pembersihan yang melibatkan berdiri di bawah air terjun dan membaca mantra.
“Ketertarikan pada shukubo tumbuh, saya percaya, karena semakin banyak orang yang tertarik untuk mempelajari Agama Buddha dan mengambil bagian dalam pelatihan seperti meditasi ‘zazen’, mindfulness, dan bentuk lain dari pengondisian fisik dan mental, serta mengalami bentuk budaya yang berbeda,” kata Bhiksu Kaiji Yamamoto.
Ia menambahkan bahwa hal ini membantu, karena banyak vihara di Jepang terletak di bagian pedesaan yang menarik pengunjung asing yang telah menjelajahi kota dan ingin mengalami tradisi kuno.
Bersemangat untuk memanfaatkan minat yang semakin besar dari perusahaan di dalam dan luar negeri, beberapa vihara di Jepang juga telah mulai menawarkan retret bagi perusahaan, menginap berkelompok, konvensi dan perjalanan insentif, bersama dengan peluang kerja jarak jauh.
Vihara Houkou (Houkouji), di pedesaan Prefektur Shizuoka di sebelah barat daya Tokyo, adalah salah satu properti yang mengadakan acara bisnis, memanfaatkan aula utama berornamen yang dapat menampung beberapa ratus orang untuk sesi meditasi, ceramah, dan pertemuan.
Kompleks vihara seluas 15.000 meter persegi ini juga memiliki ruang upacara minum teh, ruang pertemuan, akomodasi hingga 50 tamu, dan ruang makan shojin ryori.
Mai Sato adalah pendiri dan CEO ShareWing Inc. berbasis di Tokyo yang mengoperasikan merek Otera Stay dan mewakili 10 vihara di seluruh Jepang.
“Vihara adalah tempat yang bagus untuk menghabiskan malam, untuk bersantai, berhenti sejenak dan mengalami budaya Jepang, tradisi dan Agama Buddha melalui makanan, pengalaman dan percakapan dengan para viharawan, bukan dengan mengunjungi vihara sebagai kegiatan wisata biasa,” katanya kepada DW.
“Aula besar dan kamar bergaya Jepang adalah contoh arsitektur tradisional Jepang yang luar biasa, dengan pengunjung dapat merasakan seni rupang dan lukisan Buddhis kuno, banyak di antaranya terdaftar sebagai harta nasional,” katanya.
“Waktu yang dihabiskan di udara yang hikmat dan lingkungan alam yang kaya juga sangat istimewa. Dan itu adalah perbedaan besar dari sebuah hotel di resor pusat kota wisata yang ramai,” tambahnya.
Di Vihara Zenko ( Zenkoji), Bhiksu Yamamoto berharap dapat menyambut pengunjung asing sekali lagi, setelah pandemi virus corona terburuk telah berlalu dan perbatasan negara telah dibuka kembali.
“Shukubo sangat berbeda dengan tinggal di hotel atau losmen,” katanya. “Ini adalah budaya hidup, bukan fasilitas buatan untuk hiburan atau kesenangan dan para tamu dapat mengalami semua tradisi dan sejarah yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.”
Dan Bhiksu Yamamoto dan rekan biksunya bersiap untuk sekali lagi mengadakan ritual unik “kaidan meguri” di vihara tersebut.
“Dalam ritus kaidan meguri, seorang peserta harus berjalan menuruni tangga vihara tanpa lampu untuk menunjukkan jalannya,” kata Bhiksu Yamamoto. “Jika Anda dapat menemukan kunci di pintu dalam gelap gulita, konon Anda akan mendapatkan keberanian dan mengatasi ketakutan akan kegelapan.”[Bhagavant, 13/11/22, Sum]
Sumber: DW
Kategori: Jepang,Travel
Kata kunci: vihara
Penulis: