Dari Bhikkhu Hingga Pastor Katolik Protes Kudeta di Myanmar

Bhagavant.com,
Yangon, Myanmar – Perwakilan umat dari sejumlah agama di Myanmar telah bergabung bersama dalam protes damai anti-kudeta militer di seluruh negeri tersebut.

Para bhikkhu melakukan protes atas kudeta militer Myanmar, Selasa (16/2/2021). Foto: Reuters

Sejumlah besar massa berkumpul di jalan-jalan Yangon pada Rabu (17/2/2021) untuk memprotes kudeta militer Myanmar dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil yang digulingkan.

Sehari sebelumnya, Selasa (16/2/2021) sekitar 20 bhikkhu berjubah merah tua berjalan melalui jalan-jalan di kota utama Yangon ke kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa, mendesak warga untuk bergabung dalam protes mereka. Mereka berbaris bersama ratusan pengunjuk rasa sipil dari Stupa Nga Htat Gyi yang berusia 120 tahun ke kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Yangon.

“Saya ingin meminta agar semua warga membantu menghilangkan kekuatan kediktatoran militer sampai kita bisa menyingkirkan sistem ini,” kata Y.M. Ashin Sandar Thiri, salah satu bhikkhu yang memprotes, seperti yang dilansir Reuters, Selasa (16/2/2021).

Para bhikkhu memegang spanduk berbahasa Inggris dengan pesan: “Monks who don’t want a military dictatorship” (Para bhikkhu yang tidak menginginkan kediktatoran militer”.

Beberapa mengenakan masker merah untuk menangkal virus corona dan membawa tanda yang bertuliskan “Reject military coup” (Tolak kudeta militer).

Beberapa hari sebelumnya, Para pastor, suster, dan seminaris dari berbagai tempat termasuk Mandalay, Pathein dan Myitkyina menunjukkan solidaritas mereka dengan masyarakat Myanmar dengan memegang plakat seruan: “Reject military coup. We need democracy. Free our leaders” (Tolak kudeta militer. Kami butuh demokrasi. Bebaskan para pemimpin kami.), di pintu masuk gereja.

Para pastor Katolik memegang foto Penasihat Negara Aung San Suu Kyi sementara yang lain menunjukkan penghormatan tiga jari selama protes anti-kudeta di Pathein, divisi Irrawaddy, pada 10 Februari (Foto: OSC Pathein). Foto: eurasiareview.com

Ratusan umat awam Katolik, kebanyakan kaum muda, dari kota-kota seperti Yangon dan Mandalay serta komunitas-komunitas Katolik bergabung dengan pengunjuk rasa lainnya.

Tidak terpengaruh oleh pandemi dan menentang larangan pertemuan besar, ribuan orang dari semua lapisan masyarakat telah turun ke jalan di kota-kota besar dan kecil sejak 6 Februari 2021.

Militer Myanmar mengumumkan keadaan darurat selama setahun pada 1 Februari, setelah menahan Presiden Win Myint, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, dan anggota senior lainnya dari partai yang mengatur Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Kudeta militer tersebut terjadi hanya beberapa jam sebelum parlemen baru negara itu akan bersidang setelah pemilihan umum pada November tahun lalu, di mana NLD memperoleh perolehan suara yang substansial.[Bhagavant, 21/2/21, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Asia Tenggara,Birma
Kata kunci: , ,
Penulis: