Cita-cita Bhikkhu Pertama di Uganda

Bhagavant.com,
Kampala, Uganda – Y.M Buddharakkhita, sebagai bhikkhu pertama di Uganda menjadi seorang Buddhis saat belajar di India, memiliki misi untuk menggunakan meditasi berkesadaran untuk menyembuhkan trauma.

Cita-cita Bhikkhu Pertama di Uganda
Y.M. Buddharakkhita. Foto: YouTube

Sebagai bhikkhu Uganda yang pertama, Y.M. Buddharakkhita memiliki cita-cita untuk melatih 54 samanera, satu untuk setiap negara Afrika.

“Saya mengajarkan Agama Buddha Theravada dengan cita rasa Afrika untuk memastikan orang-orang memahami Sri Buddha dan tidak melihatnya sebagai sesuatu yang aneh, asing dan Asia,” katanya seperti yang dilansir The Guardian, Senin (7/12/2020).

“Saya melihat banyak masyarakat menderita di Uganda dan Afrika. Saya menemukan peran ini sebagai pengubah permainan, atau perubahan paradigma dari penderitaan ke kebahagiaan di Afrika.”

“Kami memiliki sekitar 3.000 umat Buddha di Afrika. Sekitar 35 orang Uganda. Afrika Selatan memiliki jumlah tertinggi karena banyak orang yang datang dari negara-negara Asia untuk bekerja di tambang emas akhirnya mendirikan vihara-vihara. ”

Pendiri dan kepala vihara dari Sentra Buddhis Uganda, dan sekaligus penulis dari Planting Dhamma Seeds: The Emergence of Buddhism in Africa (Menanam Benih-benih Dhamma: Munculnya Agama Buddha di Afrika) tersebut, lahir sebagai Steven Jemba Kabogozza, dan dibesarkan sebagai seorang Katolik. Beliau beralih keyakinan memeluk Agama Buddha pada tahun 1990 saat belajar di India, dan telah mengajar meditasi berkesadaran di Afrika sejak 2005.

“Para pemimpin budaya dan politik di Afrika belum memeluk agama dan filosofi Agama Buddha ini. Saya tidak tahu apakah benar-benar ada presiden, pemimpin budaya atau raja di Uganda, dan Afrika, yang telah sepenuhnya memeluk Agama Buddha… Jika ada yang bisa melakukannya, Agama Buddha akan tumbuh dengan sangat cepat,” kata Bhante berusia 53 tahun itu di sentranya di sisi bukit yang menghadap ke Danau Victoria di Garuga, sekitar 25 mil (40 km) di selatan ibu kota, Kampala.

“Saya melihat praktik meditasi dan bagaimana hal itu dapat menyembuhkan trauma antargenerasi. Kebanyakan orang mengalami trauma. Kami mengalami pengar kolonial dan banyak hal yang terjadi.”

“Negara-negara Buddhis, seperti Sri Lanka, India, Thailand, Kamboja dan Myanmar tidak memiliki latar belakang sejarah penjajahan terhadap negara-negara Afrika. Jika mereka telah menjajah kami, mereka akan mendirikan Agama Buddha sejak lama. Negara-negara yang datang dan menjajah kami, mereka mendirikan rumah sakit, sekolah, dan memperkenalkan agama mereka.”

Beliau menambahkan: “Umat Buddha pertama datang ke Afrika pada tahun 1925, dibawa oleh orang-orang Inggris untuk membangun rel kereta Afrika timur di Tanzania. Mereka tinggal di sekitar, membangun salah satu vihara tertua dan membentuk satu asosiasi Buddhis negara tersebut.

“Kami kekurangan bhikkhu Afrika yang terlatih dengan baik untuk mengajar dan menjadi pembawa obor. Di Uganda kami hanya dua bhikkhu di negara berpenduduk lebih dari 40 juta orang.

“Saya memiliki proyek seumur hidup untuk melatih minimal 54 bhikkhu dalam lima tahun ke depan, jadi saya mengirim masing-masing ke 54 negara Afrika untuk mengajar dan menyebarkan pesan.”

Y.M. Buddharakkhita memeluk Agama Buddha setelah bertemu dengan dua bhikkhu Thailand saat berada di India.

“Saya mendapat kesempatan untuk belajar bisnis di Universitas Panjab di India. Saya selalu ingin belajar bisnis karena latar belakang bisnis keluarga kami. Sebagian besar kerabat saya terlibat dalam pembangunan dan konstruksi. Impian saya adalah menjadi kepala akuntan.”

Tetapi, setelah bertemu dengan para bhikkhu: “Saya berkata: ‘Wow, orang-orang ini sangat damai.’ Saya benar-benar tertarik pada mereka. Saya menjadi sangat dekat dengan para bhikkhu ini dan mereka menjadi satu-satunya teman saya.”

“Jadi bisnisnya berubah menjadi Agama Buddha. Saya menemukan bahwa Agama Buddha membawa lebih banyak kedamaian daripada bisnis. Tapi keduanya sekarang berjalan bersama.”

Sebagai bhikkhu selama 18 tahun, pelatihan Y.M. Buddharakkhita membawanya dari India ke AS dan Brasil sebelum akhirnya kembali ke Uganda dan mendirikan sentra Buddhis pada tahun 2005.

“Tahun-tahun telah menjadi sebuah ragam tantangan, kerendahan hati dan berkat. Terkadang saya merasa sedikit menyesal. Namun tantangan telah mengajari saya banyak hal tentang diri saya, manusia, kebijaksanaan, dan lebih banyak tekad untuk terus maju.”

Beliau menambahkan: “Saya harus memastikan bahwa saya mengajar untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Agama Buddha.”

“Orang-orang mengira Agama Buddha adalah Asia dan Tiongkok, terikat dengan kung fu, taekwondo dan karate, bukan milik dan relevan dengan Afrika.”

“Saya membantu dalam transformasi masyarakat, yang kurang damai, menjadi masyarakat yang bahagia. Saya melakukan proyek-proyek kemanusiaan, pemberdayaan perempuan dan pemuda untuk mengangkat standar ekonomi masyarakat.”

“Saya telah memperkenalkan sebuah sekolah perdamaian, memberikan pendidikan dan air bersih kepada masyarakat di sekitar sini. Setidaknya 1.500 orang terjamah dengan proyek kami dan saya mencoba menyebarkan budaya damai.”

“Peran saya secara umum pada dasarnya adalah mengajar Agama Buddha melalui meditasi, melakukan kegiatan kemanusiaan yang dapat membantu mempromosikannya, meneliti bagaimana ajaran Buddha dapat diperkenalkan dengan baik dalam konteks budaya Afrika, dan menerbitkan buku sehingga tradisi baru ini dapat dikenal di Uganda.”[Bhagavant, 10/12/20, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Tokoh,Uganda
Kata kunci: ,
Penulis: