Memperingati Hari Kembalinya Sri Buddha dari Surga Tavatimsa

Bhagavant.com,
Yangon, Myanmar – Saat Masa Vassa berakhir, umat Buddhis khususnya di Asia Tenggara dan Selatan, tidak hanya menyambut Hari Pavarana, tetapi juga memperingati peristiwa istimewa lainnya.

Sri Buddha turun dari Surga Tavatimsa
Sri Buddha turun dari Surga Tavatimsa. Gbr: tbcm.org.my

Berakhirnya Masa Vassa (retret musim hujan) para bhikkhu, ditandai dengan Hari Pavarana saat para bhikkhu memenuhi undangan untuk berkumpul dan mengakui kesalahan kepada komunitas Sangha atas kesalahan yang pernah mereka lakukan.

Hari tersebut jatuh pada hari Purnama di bulan ke-7 dalam penanggalan India kuno yang disebut bulan Assayuja (Skt: Āśvina; Myanmar: Thadingyut) . Dan sehari sesudahnya umat Buddhis seluruh dunia khususnya Asia Tenggara dan Selatan memasuki awal masa perayaan Kathina.

Selain merayakan Hari Pavarana dan menyambut awal masa Kathina, umat Buddhis juga memperingati suatu peristiwa istimewa lainnya.

Peristiwa tersebut adalah turun kembalinya Sri Buddha ke Bumi dari Surga Tavatimsa setelah Ia mengajarkan mengenai Abhidhamma selama 3 bulan – pada Masa Vassa – kepada mendiang ibu-Nya yaitu Ratu Maha Maya yang terlahir di Surga Tusita.

Abhidhamma sendiri bisa berarti penguasaan Dhamma lebih lanjut.

Dalam kisahnya, saat Sri Buddha hendak kembali ke Bumi pada akhir Masa Vassa ke-7, Sakka, raja para dewa menciptakan 3 tangga yang masing-masing terbuat dari emas, rubi, dan perak yang ujung atasnya di Gunung Meru dan ujung bawah berada di Kota Sankassa.

Dengan keagungan-Nya, Sri Buddha turun menggunakan tangga rubi yang berada di tengah dengan didampingi oleh para dewa menggunakan tangga emas di sisi kanan dan para brahma yang menggunakan tangga perak di sisi kiri.

Peristiwa turun kembalinya Sri Buddha setelah mengajarkan Abhidhamma kemudian diperingati sebagai Hari Abhidhamma.

Di Myanmar, peristiwa ini dirayakan setiap tahun dengan mengadakan sebuah festival yang disebut Festival Tavatimsa atau Festival Simee Myint Moe atau Festival Cahaya Thadingyut.

Pada masa raja-raja Myanmar, perayaan ini tidak pernah luput untuk dilakukan. Dana khusus digunakan oleh kerajaan untuk menyambut perayaan ini.

Festival Cahaya Thadingyut berlangsung selama tiga malam berturut-turut, yaitu hari ke-14 Bulan cembung awal, hari ke-15 Bulan Purnama dan hari pertama Bulan cembung akhir.

Pada hari pertama Bulan cembung akhir, dimulai festival Puja Acariya, saat umat Buddhis Myanmar mengungkapkan rasa terima kasih kepada mereka yang sangat berjasa, yaitu Buddha, Dhamma, Sangha, orang tua, dan guru (atasan, dll).

Puja Acariya ini diadakan di seluruh negeri, sekolah, perguruan tinggi, universitas, kementerian dan departemen pemerintahan, perusahaan, Tentara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Udara. Selain itu juga di adakan terlepas dari ras, agama, pangkat dan keyakinan. Semua memegang dan berpartisipasi dalam puja tersebut.

Para pelaku dan penerima puja terdiri semua kelompok umur dan semua umat agama, Buddhis, Hindu, Muslim, Kristiani.

Pelaku puja memberikan barang atau uang kepada penerima puja dan meminta maaf kepada mereka atas kesalahan secara fisik, verbal atau mental terhadap guru, atasan, atau bos mereka.

Para penerima puja, mengucapkan tiga kali sadhu (dilakukan dengan baik) dan dengan tulus mengatakan baha semua telah diampuni dan berharap mereka sukses, sehat dan berumur panjang. Puja yang sama juga dilakukan kepada orang tua dan tetua di keluarga .

Festival diisi secara meriah dengan musik, lagu, dan tarian. Seni pertunjukan, makan siang gratis untuk semua teman dan orang asing juga digelar.[Bhagavant, 14/10/19, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Asia Tenggara,Seremonial
Kata kunci:
Penulis: