Suaka Hewan Myanmar Gunakan Lantunan Sutta untuk Jinakkan Anjing Liar
Bhagavant.com,
Yangon, Myanmar – Sebuah suaka hewan di Yangon, Myanmar menggunakan lantunan sutta untuk menjinakkan anjing-anjing liar.

Dikeluarkan melalui pengeras suara, lantunan paritta diperdengarkan untuk sekawanan anjing liar di Suaka Hewan Thabarwa, Yangon. Upaya yang tidak biasa itu dilakukan untuk menenangkan anjing-anjing liar di tengah perjuangan Myanmar untuk mengendalikan populasi anjing yang terus bertambah dan momoj rabies yang mematikan.
“Kami menemukan bahwa anjing-anjing itu tidak kawin … ketika kami memperdengarkan khotbah Dhamma,” kata Maung Maung Oo, manajer Suaka Hewan Thabarwa, seperti yang dilansir Channel News Asia, Minggu (21/7/2019).
Diperkirakan 1.000 orang meninggal akibat rabies setiap tahunnya di Myanmar. Ini merupakan salah satu angka tertinggi di dunia dan angka perkiraan konservatif menurut para ahli.
Anjing-anjing liar adalah sumber utama masalah ini. Tetapi mengurangi populasi anjing-anjing tersebut dengan melakukan pengebirian telah memicu perdebatan di negara mayoritas Buddhis tersebut.
Vaksinasi bisa mahal dan banyak pusat penyelamatan kekurangan sumber daya untuk melakukannya.
Tetapi Suaka Hewan Thabarwa, yang terletak 45 kilometer (28 mil) timur laut Yangon, adalah rumah bagi 2.000 hewan yang tersesat, dan mengatakan mereka telah menemukan solusi mengejutkan untuk pengendalian populasi tersebut.
Solusinya dengan menggunakan lantunan berirama yang direkam sebelumnya, dua kali sehari untuk membuat anjing-anjing tersebut menjadi “kurang agresif”, kata Maung Maung Oo menjelaskan.
“Apa lagi yang bisa kita lakukan?” dia menambahkan.
Antara 10 hingga 80 anjing baru tiba setiap hari, dan Maung Maung Oo dan tim berkekuatan 40 orang yang juga merawat monyet dan beruang hitam Asia – telah kewalahan.
Jumlah anjing di penampungan telah melonjak dari 800 menjadi 2.000 dalam beberapa pekan terakhir karena pihak berwenang Yangon telah meningkatkan langkah-langkah pengendalian anjing.
Sekitar 7.000 anjing telah dipindahkan dari jalanan ke berbagai tempat penampungan.
Tindakan keras itu dilakukan ketika frustrasi publik meningkat atas apa yang harus dilakukan terhadap makhluk-makhluk itu. Program sterilisasi tahun 2016 tampaknya tidak memiliki dampak jangka panjang – ada sekitar 200.000 anjing liar di Yangon.
Banyak yang menganggapnya sebagai ancaman karena risiko rabies, dan karena hewan tersebut mengotori dan menghalangi jalan.
Cara yang Kontroversial
Situasi menjadi memburuk di malam hari ketika anjing-anjing liar tersebut membentuk gerombolan melolong, membuat beberapa jalan tidak dapat diakses dan penduduk menjadi takut digigit.
Penjaga Toko Theingi Win mengatakan banyak orang di kota itu merasa dikepung oleh banyaknya hewan dan ada risiko nyata untuk diserang.
“Anjing-anjing liar tersebut sering menggigit orang ketika mereka marah. Saya dan cucu perempuan saya pernah digigit. Kami pergi ke klinik untuk minum obat,” katanya.
Kota-kota lainnya memilih respons yang berbeda.
Beberapa masyarakat menenangkan hewan-hewan tersebut dengan membawanya ke tempat penampungan. Tetapi dalam sebuah cara yang sangat kontroversial adalah hingga 10 persen dari anjing-anjing itu diracun, menurut Asosiasi Dokter Hewan Myanmar.
Tetapi dengan memilih atau menyingkirkan anjing-anjing tersebut adalah cara yang sangat efektif untuk mengatasi rabies – kata advokat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk vaksinasi massal.
Anjing-anjing yang divaksinasi bertindak “seperti firewall“, kata Dr. Marina Ivanova dari Four Paws, sebuah LSM yang bermarkas di Wina yang bertujuan untuk memvaksinasi satu juta anjing untuk mengatasi rabies di Myanmar selama tiga tahun ke depan.
“Setelah hewan-hewan tersebut divaksinasi di satu wilayah, mereka tidak akan mendapatkan rabies dan mereka tidak akan menyebarkan virus rabies ke populasi manusia,” tambahnya.
Karena kekurangan sumber daya, pihak berwenang sering bergantung pada sumbangan pribadi dari perusahaan dan warga untuk mendanai vaksinasi rabies.
Sementara itu, kotapraja Bahan telah memutuskan untuk melakukan cara yang lebih “lembut” – menjaring dan membungkam mutut, dan kemudian mengangkut mereka ke tempat penampungan anjing.
Perwakilan Myanmar untuk WHO, Win Bo menjelaskan: “Kami tidak ingin Myanmar dilihat sebagai negara pembunuh anjing.”[Bhagavant, 24/7/19, sum]
Kategori: Asia Tenggara,Birma,Lingkungan Hidup
Kata kunci: hak-hak hewan
Penulis: