Dalam Pesan Waisak 2563 EB/2019 STI Bahas Kehidupan Berbudaya

Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Sangha Theravada Indonesia (STI) menyampaikan Pesan Waisak 2563 EB/2019 berupa kehidupan berbudaya dan 7 prinsip kesejahteraan bangsa.

Sangha Theravada Indonesia

Menyambut Hari Tisuci Vesak (Waisak), STI dalam pesannya mengulas mengenai kondisi keragaman budaya memiliki kerentanan terhadap berbagai masalah. Dan maalah yang ering terjadi adalah sikap yang tidak bisa menerima bahkan ingin meniadakan budaya lain sehingga memicu timbulnya konflik, pertikaian dan permusuhan.

Untuk itu, sesuai dengan tema Waisak: “Mencintai Kehidupan Berbudaya Penjaga Persatuan” yang diangkatnya, Sangha Theravada Indonesia mengajak masyarakat pada umumnya dan umat Buddhis pada khususnya untuk memiliki toleransi budaya yang berdasarkan pada pelepasan pandangan sempit milikku ataupun ego/aku.

STI juga menyatakan bahwa memuliakan dan menghormati para wanita (isteri dan anak perempuan) serta memuliakan dan mendukung keberadaan tempat-tempat ibadah merupakan dua dari 7 prinsip-prinsip sosial yang menimbulkan kemajuan bukan kemunduran suatu bangsa, bahkan mendukung kesejahteraan bangsa.

Berikut Pesan Waisak 2563 dari Sangha Theravada Indonesia


SAṄGHA THERAVĀDA INDONESIA
PESAN WAISAK 2563/2019

MENCINTAI KEHIDUPAN BERBUDAYA
PENJAGA PERSATUAN

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Vinicchaye ṭhatvā sayaṃ pamāya,
uddhaṃ sa lokasmiṃ vivādameti;
Hitvāna sabbāni vinicchayāni,
na medhagaṃ kubbati jantu loketi
(Culabyuhasuttam, 900)

Dengan hanya berpijak pada
pandangan dirinya sebagai ukuran,
seseorang terus terperosok jatuh
ke dalam pertengkaran di dunia.
Namun, ia yang meninggalkan pandangan itu,
tidak lagi menciptakan pertengkaran di dunia.

Hari Trisuci Waisak mengingatkan kita pada tiga peristiwa suci yang terjadi dalam kehidupan Buddha Gotama, yaitu kelahiran, pencerahan sempurna, dan kemangkatan Beliau. Tiga peristiwa itu terjadi pada hari yang sama, hari purnama raya, pada bulan Waisak, dengan tahun yang berbeda. Kelahiran Siddhartha, calon Buddha, pada tahun 623 SM., di Taman Lumbini, Kapilavasthu, Nepal. Pencerahan Sempurna Buddha tahun 588 SM., di bawah Pohon Bodhi, Bodhgaya, India. Dan kemangkatan Buddha Gotama tahun 543 SM., pada usia 80 tahun, di Kusinara, India. Hari Trisuci Waisak 2563 tahun ini jatuh pada tanggal 19 Mei 2019. Umat Buddha seluruh dunia merayakan hari Trisuci Waisak, dengan penuh bakti sesuai budaya masing-masing.

Kehidupan Berbudaya

Kehidupan masyarakat telah berlangsung dengan corak budaya yang berwarna-warni sebagai warisan nilai-nilai luhur bagi masyarakat itu sendiri, kehidupan berbudaya menjadikan keindahan hidup masyarakat itu, masyarakat yang menjunjung tinggi kebudayaannya akan menyangga nilai-nilai luhur itu sebagai kekayaan spiritual turun-temurun, tersimpan dalam sikap, pola pikir bahkan adat istiadat masyarakat.

Dewasa ini kehidupan yang diwarnai dengan kondisi keragaman budaya memiliki kerentanan terhadap berbagai masalah. Masalah yang sering terjadi adalah sikap yang tidak bisa menerima bahkan ingin meniadakan budaya lain sehingga memicu timbulnya konflik, pertikaian dan permusuhan. Karena dipandang perlu melakukan penguatan kesadaran yang berpijak pada norma moral masyarakat. Norma moral masyarakat yang mendasari hidup bersama dengan saling menghidupi.

Penjaga Persatuan

Kerukunan hidup menjadi kebutuhan bersama, hal penting untuk mencapai tujuan mulia itu adalah dengan mengembangkan sikap saling asih, asah, dan asuh. Melalui ajaran, menuntun kita hidup menjauhi kemarahan dan kebencian, serta permusuhan. Terdapat perenungan untuk mengembangkan kualitas asih asah asuh itu: semoga semua makhluk hidup berbahagia, bebas dari derita, bebas dari mendengki dan didengki, bebas dari menyakiti dan disakiti, bebas dari derita jasmani dan batin, semoga mereka dapat menjalani hidup dengan bahagia. Pada umumnya semua orang mencintai kehidupan, setelah membandingkan antara orang lain dengan diri sendiri, hendaknya seseorang tidak membunuh atau mengakibatkan pembunuhan. Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka dapat binasa, tetapi mereka yang menyadari kebenaran ini akan segera mengakhiri semua pertengkaran.

Mereka yang berpijak pada pandangan sempit dirinya sendiri sebagai ukuran, bersikap keras, menindas orang lain akan berujung pada keretakan sosial serta pertengkaran. Pandangan sempit itu sangat sulit menerima perbedaan, karena yang ada pada pikirannya hanyalah pikiranku, tidak ada tempat bagi pikiranmu, yang benar hanya pandanganku sedangkan pandangan lain tidak benar. Pandangan sempit membuat tidak adanya persahabatan antara berbagai pandangan, bahkan yang ada hanya permusuhan antara berbagai pandangan. Pandangan lain dianggap sebagai lawan, bahkan hendak ditiadakan.

Selama seseorang masih berpijak pada pandangan sempit diri sendiri, ia terus terperosok pada pertengkaran di dunia. Keterikatan kuat terhadap pandangan sempit akan menyebabkan anggapan bahwa pandangan itu miliknya yang tak tergantikan, bahkan pandangan itu merupakan perwujudan aku/ego-nya yang tampak, dan keegoan itu memicu timbulnya keinginan menguasai orang lain agar menjadi seperti dirinya atau melenyapkan orang lain. Itulah yang menyebabkan seseorang berselisih dengan orang lain. Marilah kita berpikir demikian: pada hakikatnya benda-benda atau semua bentukan itu bukan milikku, karena mereka merupakan objek dari perubahan, begitu pula perasaan, persepsi, bentuk-bentuk pandangan itu bukan ego, bahkan kesadaran pikiran juga bukan ego atau aku. Perubahan yang ada, tidak ada milikku ataupun ego/aku yang tidak berubah, Apapun juga terkena perubahan, sehingga sejatinya bukanlah milikku atau bukan aku; dengan demikian pandangan sempit itu dapat dilepaskan.

Tujuh Prinsip Kesejahteraan Bangsa

Terdapat tujuh prinsip bagi kesejahteraan sosial, yaitu: sering melakukan pertemuan teratur; bertemu, berpisah, serta melakukan kegiatan-kegiatan dengan rukun; tidak melakukan apa yang belum pernah ditetapkan, tidak melalaikan apa yang telah ditetapkan, tetap berjalan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan bersama; memuliakan dan menghormat para sesepuh, serta menganggap mereka patut didengarkan petunjuknya; memuliakan dan menghormati para wanita (isteri dan anak perempuan); memuliakan dan mendukung keberadaan tempat-tempat ibadah; memuliakan dan memberikan tempat bagi kehadiran orang-orang suci. Prinsip-prinsip sosial itu menimbulkan kemajuan bukan kemunduran suatu bangsa, bahkan mendukung kesejahteraan bangsa.

Marilah kita mencintai kehidupan berbudaya yang terdapat dalam masyarakat yang beragam, dengan cara memiliki toleransi budaya yang berdasarkan pada pelepasan pandangan sempit milikku ataupun ego/aku, sehingga mampu memiliki sikap kebersamaan dalam perbedaan budaya. Mengembangkan kepedulian saling mengasihi, mengasuh, dan mengasah satu sama lain. Dengan kekuatan kesadaran seperti itu tumbuh semangat menjaga kerukunan, persaudaraan dan persatuan bangsa.

Selamat Hari Trisuci Waisak 2563/2019.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, selalu melindungi.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia

Jakarta, 19 Mei 2019
SAṄGHA THERAVĀDA INDONESIA

Tdt.

Bhikkhu Subhapañño, Mahāthera
Ketua Umum / Saṅghanāyaka

Rekomendasikan:

Kategori: Indonesia,Seremonial
Kata kunci: , , ,
Penulis: