Militer Bangladesh Dikabarkan Terlibat Pemerkosaan Warga Adat Buddhis

Bhagavant.com,
Dhaka, Bangladesh – Sejumlah lembaga hak asasi manusia dan juga ratusan masyarakat melakukan demonstrasi di Dhaka menuntut keadilan terkait pemerkosaan warga adat minoritas Buddhis.

Protes di Dhaka, Bnagladesh pada Jumat (26/1/2019) untuk memprotes dugaan serangan seksual terhadap dua gadis bersaudara etnis Marma di Jalur Bukit Chittagong oleh aparat militer dan ansar.
Protes di Dhaka, Bnagladesh pada Jumat (26/1/2019) untuk memprotes dugaan serangan seksual terhadap dua gadis bersaudara etnis Marma di Jalur Bukit Chittagong oleh aparat militer dan ansar. Foto: dhakatribune.com

Ratusan demonstran turun ke jalan-jalan di ibu kota Bangaldesh, Dhaka, dan di Rangamati – sebuah kota kecil di wilayah Jalur Bukit Chittagong (Chittagong Hill Tracts – CHT) di tenggara Bangladesh, pada 19 Februari 2018 lalu. Mereka menuntut keadilan terkait pemerkosaan terhadap dua gadis remaja etnis Marma, warga minoritas Buddhis, serta kekerasan terhadap Rani Yan Yan, ratu warga adat Chakma.

Menurut laporan media setempat dan aktivis HAM, tim keamanan gabungan yang terdiri dari personil militer dan ansar (kelompok paramiliter) Bangladesh menggerebek desa warga adat Marma Orachari di Distrik Rangamati pada 22 Januari 2018. Selama penggerebekan tersebut, dua anggota tim tersebut diduga telah memperkosa seorang gadis berusia 19 tahun dan secara seksual menyerang adik perempuannya yang berusia 14 tahun di rumah mereka, setelah menahan orang tua mereka.

Dua kakak beradik tersebut kemudian dirawat di unit perawatan intensif Rumah Sakit Sadar Rangamati di tengah keamanan yang ketat. Sang kakak dilaporkan berada dalam kondisi kritis.

Raja warga adat Chakma, Devasish Roy, dan Ratu Rani Yan Yan yang mengunjungi para korban pada tanggal 25 Januari, mengekspresikan kemarahan dan frustrasi pada administrasi dan pasukan keamanan.

Dalam pernyataan terpisah di Facebook, mereka mengeluh bahwa petugas keamanan berusaha mencegah mereka mengunjungi kedua gadis itu. Mereka diijinkan masuk setelah memprotes pencegahan tersebut, dengan menyatakan bahwa sebagai pemimpin masyarakat mereka memiliki hak untuk mengetahui kondisi kedua bersaudara tersebut.

Ratu Yan Yan yang gigih memperjuangkan penderitaan kedua gadis tersebut dikabarkan mendapatkan kekerasan saat melakukan pendampingan terhadap korban di Rumah Sakit Umum Rangamati pada 15 Februari.

“Delapan sampai sepuluh wanita berpakaian sipil, mengenakan selendang dan / atau masker mulut, dan sekitar enam pria berpakaian sipil mengenakan masker mulut, dan yang mengeluarkan perintah ke kelompok wanita, memasuki bangsal dan menyerang Rani dan seorang sukarelawan perempuan di hadapan korban, orang tua mereka dan adik laki-lakinya yang berumur 10 tahun,” seperti yang disampaikan akun Facebook Raja Devasish Roy, 18 Februari 2018.

Warga Marma adalah satu dari 11 komunitas etnis adat yang tinggal di CHT, yang sebagian besar menganut Buddhisme Theravada. Dan telah puluhan tahun komunitas minoritas di sana mengeluhkan penganiayaan oleh pemerintah dan pasukan keamanan yang ditempatkan di sana. Keseluruhan komunitas etnis adat tersebut disebut sebagai masyarakat adat Jumma.

[Baca juga: Masyarakat Adat Buddhis Jumma Teraniaya di Bangladesh]

Dalam sebuah pernyataannya media, Komisi Jalur Bukit Chittagong yang mengutuk dugaan serangan seksual terhadap gadis bersaudara dan serangan terhadap Ratu Chakma, menyerukan penyelidikan independen dan penuntutan para pelaku kejahatan tersebut. Sementara itu, Naripokkho, organisasi hak asasi perempuan, mengkritik kurangnya keadilan di wilayah tersebut dan menuntut kepastian tindakan hukum.

Pekan lalu, sekitar 200 demonstran yang membawa obor berjalan melalui Universitas Dhaka, meneriakkan slogan-slogan dan menuntut keadilan bagi kedua gadis bersaudara tersebut.

Demonstran membawa obor sebagai bentuk protes terhadap pemerkosaan dua gadis etnis Marma, pada Senin, 19 Februari 2018.
Demonstran membawa obor sebagai bentuk protes terhadap pemerkosaan dua gadis etnis Marma, pada Senin, 19 Februari 2018. Foto: Prabir Das- thedailystar.net

Menurut sensus 2010, 90,2 persen warga Bangladesh memeluk Islam, yang beragama Hindu sebesar 8,5 persen, Buddhis (mayoritas Theravada) 0,9 persen, dan Kristen 0,3 persen.

CHT, yang terdiri dari distrik Bandarban, Khagrachari, dan Rangamati, merupakan rumah bagi lebih dari 11 komunitas etnis adat, yang sebagian besar memeluk Buddhisme Theravada.

Menurut sebuah laporan tahun 2012 oleh International Work Group for Indigenous Affairs, sepertiga tentara Bangladesh ditempatkan di wilayah CHT, bersama dengan ribuan personil dari badan-badan militer negara lainnya, yang menjadikan CHT sebagai zona militer terbesar di negara tersebut.

Kasus kekerasan terhadap etnis minoritas di Bangladesh khususnya di Jalur Bukit Chittagong terus saja terulang setiap tahunnya baik yang dilakukan oleh personil militer, paramiliter (ansar) maupun warga sipil.

Pertengahan tahun 2017 yang lalu, ratusan rumah warga etnis dan agama minoritas di Rangamati dibakar oleh massa. Tahun 2016 terjadi pembunuhan terhadap seorang bhikkhu di Bandarban.[Bhagavant, 1/3/18, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Bangladesh
Kata kunci: , ,
Penulis: