Stupa Es Sebuah Solusi Atasi Krisis Air di Ladakh
Bhagavant.com,
Jammu dan Kashmir, India – Stupa pada umumnya dibangun dari batu, kayu atau tanah sebagai tempat puja dan bermeditasi. Tapi stupa di Ladakh ini terbuat dari es dan berfungsi untuk mengatasi krisis air.

Menurut surat kabar The Hindu edisi maret 2010, sejak tahun 1993 daerah Ladakh di negara bagian Jammu dan Kashmir, India, mengalami peningkatan suhu, menyusutnya salju di puncak gunung, curah hujan yang tidak biasa dan berkurangnya aliran air alami.
Bulan April hingga Mei mungkin merupakan waktu yang tidak bersahabat bagi masyarakat di Ladakh. Karena sungai dan aliran air di wilayah Himalaya ini mengering selama musim ini, sebagian besar masyarakat yang tinggal pada ketinggian 3.500 meter ini dipaksa mencari cara lain untuk mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Krisis air ini diyakini terjadi terutama karena adanya perubahan iklim.
Sonam Wangchuk (50), seorang insinyur dan inovator kelahiran UleyTokpo, Ladakh, India, membuat sebuah solusi berupa stupa es untuk mengatasi krisis air yang menimpa wilayah tersebut. Sebuah solusi yang terinspirasi dari insinyur seniornya, Chewang Norphel (81) yang membangun danau es dengan prinsip yang sama.
Ide stupa es yang pada dasarnya merupakan gletser buatan tersebut sangat sederhana dan tidak membutuhkan pompa, yaitu dengan membekukan dan menahan air yang terus mengalir dan yang menelusuri sungai dari daratan yang tinggi sepanjang musim dingin. Air yang menjadi es kemudian akan meleleh di musim semi, tepat saat ladang-ladang pertanian butuh penyiraman.
Dengan memanfaatkan sifat alami air yang mempertahankan levelnya, air yang disalurkan dengan pipa dari ketinggian 60 meter dari hulu akan mudah memancar naik mendekati 60 meter dari tanah saat mencapai desa. Air yang memancar tersebut akan membeku sendirinya saat musim dingin dan membentuk seperti sebuah menara.
Bentuk kerucutnya memaksimalkan volume es yang bisa disimpan, meminimalkan area permukaan yang terpapar sinar matahari langsung, ini berarti stupa es tersebut secara berangsur-angsur dapat meleleh di musim semi, melepaskan hingga 5.000 liter air setiap hari.
Kemiripan fisik gletser buatan ini dengan stupa yang umum dalam lanskap wilayah Buddhis ini berarti penduduk setempat telah menerima ide tersebut dengan antusias. Bersama para warga desa dan para bhiksu di Vihara Phyang, Sonam Wangchuk mengerjakan proyek ini.
“Karena menyerupai sesuatu yang kita miliki dalam tradisi kita, dibuat lebih dekat dengan penduduk, ke dalam hati mereka,” jelas Wangchuk seperti yang dilansir The Guardian edisi 22 April 2017.
Tahun lalu, Sonam Wangchuk dianugerahi Rolex Award dan mendapatkan dana yang akan ia gunakan untuk menciptakan generasi penerus stupa-stupa es. Setidaknya ada 20 lebih stupa es yang masing-masing setinggi 100 kaki yang sedang dikerjakan.
Lebih dari satu dekade yang lalu, Chewang Norphel merancang sebuah pembaruan. Chewang Norphel yang mendapat julukan “Manusia Es dari Ladakh” menggunakan jaringan pipa untuk mengalihkan lelehan air ke danau buatan di sisi gunung yang teduh. Air tersebut akan membeku di malam hari, menciptakan gletser yang tumbuh setiap hari saat air baru mengalir ke dalam cekungan. Norphel telah menciptakan 11 waduk yang memasok air untuk 10.000 orang.
“Masalahnya adalah bahwa hal itu tidak dapat dilakukan di dataran rendah, di mana orang benar-benar tinggal,” kata Wangchuk mengenai rancangan Chewang Norphel. Danau-danau itu juga terbatas pada daerah yang sangat teduh, dan terlalu cepat meleleh untuk mengatasi kekurangan air yang ditimbulkan oleh kenaikan suhu.
Akhirnya ide Chewang Norphel kemudian diadaptasi dan dikembangkan oleh Sonam Wangchuk dengan konspe stupa es.[Bhagavant, 18/5/17, Sum]
Kategori: India,Sains,Teknologi
Kata kunci: peduli lingkungan
Penulis: