Polisi Selidiki “Vihara Harimau” Terkait Perdagangan Satwa Liar

Bhagavant.com,
Kanchanaburi, Thailand – Kepolisian Thailand sedang menyelidiki “Vihara Harimau” terkait adanya perdagangan satwa liar setelah otoritas margasatwa Thailand menemukan anak harimau yang mati di dalam mesin pendingin dan dua kulit harimau yang akan dibawa keluar dari vihara itu.

Seorang bhikkhu dan harimau di kompleks "Vihara Harimau" Luang Ta Maha Bua.
Seorang bhikkhu dan harimau di kompleks “Vihara Harimau” Luang Ta Maha Bua. Foto: wikipedia.org

Kabar mengejutkan dari “Vihara Harimau” setelah otoritas margasatwa Thailand menemukan 40 bangkai anak harimau di dalam mesin pendingin saat melakukan pemindahan ratusan harimau di vihara yang berada di Distrik Sai Yok, Provinsi Kanchanaburi, pada Rabu (1/6/2016), dan 30 bangkai anak harimau yang diawetkan dalam toples pada Jumat (3/6).

Departemen Taman Nasional, Konservasi Margasatwa dan Tanaman Thailand (DNP) selama tiga hari sejak Senin (30/5) telah melakukan pemindahan 137 ekor harimau di vihara tersebut setelah serangkaian tuduhan terkait dugaan adanya perdagangan satwa liar dan penganiayaan hewan yang dilakukan di dalam vihara.

Seperti yang dilansir Bangkok Post, Sabtu (4/6/2016), menurut kepala polisi Distrik Sai Yok, Kolonel Polisi Bandit Muangsukhum, saat ini pihak vihara yang bernama asli Vihara Pha Luang Ta Bua (Wat Pha Luang Ta Bua) tersebut menghadapi empat gugatan melakukan perlakuan buruk.

Salah satu gugatan tersebut melibatkan dua oknum pekerja vihara dan seorang oknum bhikkhu. Pada Kamis (2/6), petugas DNP menemukan mereka terlihat membawa dua kulit bulu harimau dan lebih dari 1.000 jimat kulit harimau (takrud nang sua) di dalam sebuah mobil bak terbuka,

Kepemilikan ilegal dari 40 bangkai anak harimau, enam burung enggang dan 27 lembar kayu olahan, termasuk kayu jati, merupakan daftar tiga kasus lainnya yang terpisah.

Hingga saat ini pihak kepolisian Thailand mencoba untuk mencari tahu hubungan antara “Vihara Harimau” dengan bisnis perdagangan satwa liar dari penemuan yang mengejutkan tersebut. Dugaan awal, 40 anak harimau beku dan 30 anak harimau yang diawetkan tersebut ditujukan untuk digunakan dalam obat-obat tradisional.

Vihara Pha Luang Ta Mahabua telah dikenal sebagai “Vihara Harimau” (Temple Tiger) sejak tahun 1994, ketika penduduk desa meminta para bhikkhu di sana untuk mengurus harimau yang ditemukan terluka di alam liar. Hingga Juli 2014 jumlah harimau di vihara yang menjadi obyek wisata tersebut menjadi 135 ekor. Sejumlah LSM lingkungan menuduh pihak vihara mengeksploitasi harimau-harimau tersebut.

Belakangan vihara tersebut menjadi bahan pembicaraan kontroversi karena diisukan memiliki masalah dengan perlakuan buruk terhadap hewan yang terancam punah tersebut serta adanya perdagangan satwa liar.

Pada 12 Januari 2015, DNP telah melakukan inspeksi mendadak ke vihara tersebut dan mengatakan “Vihara Harimau” bersih dari perlakukan buruk terhadap harimau. Pada akhir Mei 2015, kepala vihara tersebut  terluka parah setelah seekor harimau mencakar dan menggigit lengannya.

Pada tahun yang sama DNP menyelidiki hilangnya 3 harimau yang memiliki implan microchip ditubuhnya dan menemukan sudah ada 147 harimau yang hidup di vihara tersebut. Januari 2016 hingga Sabtu (4/6/2016), DNP telah melakukan relokasi terhadap seluruh harimau-harimau di vihara tersebut secara bertahap. Saat ini vihara telah ditutup untuk umum.

Penemuan dari sisa-sisa hewan yang dilindungi di sebuah vihara menjadi hal yang sangat mengejutkan dan menimbulkan pertanyaan dan prasangka buruk. Namun siapa pun dan apa pun motivasinya, membunuh makhluk hidup dengan memanfaatkan vihara sebagai tempat aksinya, merupakan perbuatan yang sangat buruk.

Masih adanya tradisi buruk masyarakat Asia pada umumnya, dan Thailand pada khususnya, yang mempercayai produk-produk yang terbuat dari bagian tubuh hewan khususnya yang dilindungi, sebagai sebuah perlindungan (amulet) maupun obat tradisional, mendorong maraknya praktik-praktik perdagangan dan pembunuhan satwa-satwa liar yang dilindungi. Tradisi dan perilaku buruk ini perlu diubah. [Bhagavant, 4/6/16, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Asia Tenggara,Fokus,Thailand
Kata kunci:
Penulis: