Bhiksu Ini Berperan Penting di Negosiasi Perubahan Iklim 2015
Bhagavant.com,
Chur, Swiss – Keberhasilan negosiasi dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Paris, Perancis pada Desember 2015, ternyata tidak lepas dari peran penting seorang bhiksu sebagai pemandu spiritual. Siapa dia dan apa perannya?
Karen Christiana Figueres Olsens, yang memimpin perundingan perubahan iklim PBB, memberikan penghargaan kepada Master Zen Y.M. Thich Nhat Hanh karena telah memainkan peran penting dalam membantunya untuk mengembangkan kekuatan, kebijaksanaan dan kasih sayang yang dibutuhkan untuk menempa kesepakatan yang didukung oleh 196 negara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Christiana yang merupakan sekretaris eksekutif Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB mengatakan bahwa ajaran Thay (panggilan akrab Y.M. Thich Nhat Hanh) “benar-benar jatuh ke pangkuanku” saat ia sedang mengalami krisis pribadi tiga tahun lalu.
Ia mengatakan filosofi Buddhis dari Thay membantunya untuk mengatasi krisis dan juga memungkinkannya untuk menjaga fokus dalam perundingan mengenai perubahan iklim.
“Saya harus memiliki sesuatu di sini, karena jika tidak saya tidak bisa menangani hal ini dan melakukan pekerjaan saya, dan sangat jelas bagi saya bahwa tidak mungkin bagi saya cuti satu hari,” kata Christiana seperti yang dilansir The Huffington Post, Jumat (22/1/2016) saat wawancara di pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
“Ini telah menjadi maraton selama enam tahun tanpa jeda istirahat,” katanya. “Saya benar-benar hanya membutuhkan sesuatu untuk menopang saya, dan saya tidak berpikir bahwa saya akan memiliki stamina batin, optimisme yang dalam, komitmen yang dalam, inspirasi yang dalam jika saya tidak disertai dengan ajaran Thich Nhat Hanh.”
Dalam wawancara yang dipandu oleh Jo Confino, editor eksekutif The Huffington Post, Christiana menjelaskan bagaimana ajaran yang diberikan Thay berdampak pada dirinya.
Christiana memberikan ilustrasi dengan kisah kunjungannya ke vihara di Waldbrol, Jerman, yang pernah menjadi rumah sakit jiwa dengan 700 pasien, sebelum Nazi datang untuk memusnahkan mereka dan mengambil alih tempat itu untuk Pemuda Hitler.
Ia mengatakan bahwa Thay memilih untuk menempatkan salah satu vihara di sana untuk mengubah hal-hal negatif menjadi positif.
“Karena ia ingin membuktikan bahwa benar-benar mungkin untuk mengubah rasa sakit menjadi cinta, untuk mengubah seorang korban menjadi seorang pemenang, untuk mengubah kebencian menjadi kasih dan pengampunan, dan ia bertekad menunjukkannya di tempat ini yang telah dikaitkan dengan kekejaman yang benar-benar tidak manusiawi seperti itu,” katanya.
“Hal pertama yang ia lakukan adalah ia menulis surat kepada komunitas Buddhis dan dia berkata, ‘Saya ingin batin-batin. Saya ingin batin-batin yang dijahit dengan tangan, satu untuk masing-masing pasien yang terbunuh di sini, sehingga kita dapat mulai mengubah bangunan ini, dan ruang ini, dan energi ini,'” Christiana mengisahkan.
“Itu sungguh sebuah kisah yang kuat bagi saya, kan? Karena dalam banyak hal, itulah perjalanan yang telah kita tempuh di dalam negosiasi perubahan iklim,” lanjutnya. “Sebuah perjalanan dari saling menyalahkan menjadi benar-benar bekerja sama. Sebuah perjalanan dari merasa benar-benar lumpuh, tak berdaya, terpapar ke berbagai unsur, untuk menjadi benar-benar merasa berdaya bahwa kita bisa melakukan ini.”
“Bagi saya secara internal ini benar-benar perjalanan penyembuhan yang indah. Jadi bagi saya, saya telah menjalani hidup di berbagai tingkatan yang berbeda seperti itu, karena saya harus mengubah krisis pribadi saya sendiri, saya harus mengubah itu.”
“Saya merasa ini adalah energi yang tepat yang diperlukan dalam konvensi negosiasi perubahan iklim, semua terinspirasi, Anda tahu, dengan ajaran yang menakjubkan ini,” kata perempuan yang dilahirkan 59 tahun yang lalu di San José, Kosta Rika.
Saat Y.M. Thich Nhat Hanh tiba untuk pertama kalinya di bekas markas Nazi yang memiliki 400 kamar tersebut, ia menulis surat kepada para pasien yang meninggal, yang dibacakan setiap hari di vihara tersebut oleh para viharawan dan viharawati yang tinggal di sana.
“Sahabat-sahabat dan anak-anak terkasih, Tujuh puluh tahun yang lalu, kalian diperlakukan buruk. Mereka mengambil kalian dari rumah dan memaksa kalian ke kamp-kamp, mereka mensterilkan kalian sehingga kalian tidak akan memiliki keberlanjutan, dan mereka membunuh banyak dari kalian melalui eutanasia. Hal yang sangat dasyat. Tidak banyak orang yang menyadari apa yang terjadi pada kalian. Kalian telah menderita saat itu,” isi surat itu, seperti yang diterbitkan di situs mindfulnessbell.org.
“Sekarang Sangha telah datang, Sangha telah mendengar dan memahami penderitaan kalian dan ketidakadilan yang telah kalian alami. Sangha telah mempraktikkan berjalan, duduk, bernafas, dan pengalunan berkesadaran. Sangha telah memohon kepada para Buddha, Bodhisattva, Sesepuh dan makhluk agung lainnya untuk melimpahkan kepada kalian kebajikan dan kebebasan mereka, sehingga kalian memiliki kesempatan terbebas dari sepuluh ketidakadilan yang kalian derita dan bermanifestasi kembali dalam bentuk-bentuk kehidupan baru yang indah.”
“Orang-orang yang menyebabkan kalian menderita juga telah banyak menderita. Mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan pada waktu itu. Jadi perkenankanlah belas kasih dan pengampunan untuk lahir dalam batin kalian sehingga mereka juga dapat memiliki kesempatan untuk mengubah dan menyembuhkan. Mohon dukunglah Sangha dan banyak generasi praktisi berikutnya sehingga kita dapat mengubah tempat-tempat penderitaan ini menjadi tempat-tempat transformasi dan penyembuhan, tidak hanya untuk Waldbrol tapi untuk seluruh negara Jerman dan dunia,” demikian harapan dalam surat itu.
Rumah sakit jiwa yang dibangun pada tahun 1897 tersebut diambil alih oleh Unified Buddhist Church pada tahun 2008 dan kini menjadi Institut Buddhisme Terapan Eropa (European Institute of Applied Buddhism)
Thay yang baru-baru ini berada dalam tahap pemulihan dari stroke yang telah menimpanya, dianggap oleh banyak orang sebagai bapak dari praktik berkesadaran penuh di dunia Barat, dan ia telah menjadi aktivis lingkungan hidup selama lebih dari dua puluh tahun. Ia juga merupakan tokoh yang dihormati oleh para pemimpin senior di seluruh Amerika Serikat.
Sebelum Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Paris, Y.M. Thich Nhat Hanh bersama 14 tokoh pimpinan Buddhis lainnya di dunia mengeluarkan deklarasi bersama untuk mendesak para pihak yang berunding untuk bertindak dengan kebijaksanaan dan belas kasih untuk mencapai kesepakatan tersebut.[Bhagavant, The Huffington Post, 28/1/16, Sum]
Kategori: Fokus,Lingkungan Hidup,Penyembuhan dan Spiritualitas
Kata kunci: perubahan iklim, Y.M. Thich Nhat Hanh
Penulis: