Langka! Potret Praktik Dhutanga Para Bhiksuni Tiongkok

Bhagavant.com,
Liaoning, Tiongkok – Sekelompok viharawati di Tiongkok melakukan perjalanan jauh untuk melaksanakan praktik dhutanga, sebuah praktik pertapaan yang telah ada sejak kehidupan Buddha Gautama.

Perjalanan jauh.
Perjalanan jauh. Foto: suyuan.org

Para viharawati dari Vihara Dao Yuan (道源寺 – Dào Yuán Sì) di Kota Haicheng, Liaoning, Tiongkok, yang dikenal dengan disiplin ketatnya dalam menjalankan Vinaya (peraturan), pada akhir musim gugur lalu, Minggu (27/9/2015),  melakukan perjalanan tahunan untuk melaksanakan praktik pertapaan yang dikenal dengan istilah tóutuó (Hanzi: 头陀) atau dhutanga (Pali: dhutaṅga – baca: dhutangga) atau thudong dalam bahasa Thailand.

Kelompok viharawati yang terdiri dari 30 orang termasuk 16 orang bhiksuni, 7 orang siksamana, dan 7 orang sramaneri, di bawah pimpinan kepala Vihara Dao Yuan, Y.M. Bhiksuni Miao Rong (Hanzi: 妙融), berjalan kaki dari Stasiun Kereta Api Beidaihe di Kota Qinhuangdao, Provinsi Heibei menelusuri Jalan Nasional 205 menuju Changli, Luanxian, Tangshan, Tianjin, dan tempat-tempat lainnya.

Selama 15 hari mereka melakukan perjalanan sejauh sekitar 600 Li (300 km) dan melaksanakan praktik dhutanga disepanjang perjalanan mereka tersebut. Ini sebagian potret kegiatan mereka.

Viharawati dari Vihara Dao Yuan, Liaoning, Tiongkok, bersiap menuju Stasiun Kereta Api Beidaihe.
Viharawati dari Vihara Dao Yuan, Liaoning, Tiongkok, bersiap menuju Stasiun Kereta Api Beidaihe. Foto: suyuan.org

Matahari belum terbit saat para viharawati dari Vihara Dao Yuan bersiap naik bus untu berangkat menuju Stasiun Kereta Api Beidaihe sebagai titik awal perjalanan mereka mempraktikkan dhutanga.

Kedatangan para viharawati di kawasan stasiun disambut para umat.
Kedatangan para viharawati di kawasan stasiun disambut para umat. Foto: suyuan.org
Perjalanan ratusan Li dimulai dari langkah awal. Titik awal perjalanan di Stasiun Kereta Api Beidaihe di Kota Qinhuangdao, Heibei, Tiongkok.
Perjalanan ratusan Li dimulai dari langkah awal. Titik awal perjalanan di Stasiun Kereta Api Beidaihe di Kota Qinhuangdao, Heibei, Tiongkok. Foto: suyuan.org

Kedatangan para vihawati disambut oleh para umat yang telah menunggu untuk melepas keberangkatan mereka. Dengan membawa ransel, para bhiksuni, siksamana dan sramaneri memulai perjalanan mereka mempraktikkan dhutanga dari Stasiun Kereta Api Beidaihe di Kota Qinhuangdao, Heibei, Tiongkok, dengan hanya berjalan kaki.

Menelusuri Jalan Nasional 205.
Menelusuri Jalan Nasional 205. Foto: suyuan.org

Dengan wajah menatap ke bawah, para viharawati Vihara Dao Yuan berjalan berbaris menelusuri Jalan Nasional 205 (205 国道) yang menuju ke arah Changli. Vihara Dao Yuan yang merupakan vihara khusus wanita tersebut, mulai menerapkan tradisi perjalanan dhutanga bagi para viharawatinya sejak 15 tahun yang lalu.

Jalan menuju Changli. Dengan kursi roda, kepala vihara mendampingi para viharawati.
Jalan menuju Changli. Dengan kursi roda, kepala vihara mendampingi para viharawati. Foto: suyuan.org

Dengan terkadang menggunakan kursi roda karena kondisi tertentu, kepala vihara mendamping para viharawati melewati pinggir jalan.

Setiap langkah melakukan kebajikan. Para bhiksuni mengumpulkan hewan yang mati untuk dimakamkan
Setiap langkah melakukan kebajikan. Para bhiksuni mengumpulkan hewan yang mati untuk dimakamkan. Foto: suyuan.org
Para bhiksuni memakamkan hewan-hewan yang telah mati.
Para bhiksuni memakamkan hewan-hewan yang telah mati. Foto: suyuan.org

Dalam perjalanan panjangnya, para viharawati tidak hanya melangkah tetapi juga melakukan kebajikan. Dengan membawa sekop (鏟 – chǎn) dan kantung plastik, mereka mengumpulkan hewan-hewan besar atau kecil yang sudah mati karena tertabrak atau sebab lainnya yang mereka temukan di sepanjang perjalanan mereka, dan memakamkannya di tempat yang dianggap sesuai.

Para viharawati meletakkan ransel mereka untuk beristirahat.
Para viharawati meletakkan ransel mereka untuk beristirahat. Foto: suyuan.org
Berkumpul untuk melakukan pindapata.
Berkumpul untuk melakukan pindapata. Foto: suyuan.org

Menjelang siang, para bhiksuni, siksamana dan sramaneri beristirahat dan mengenakan jubah mereka untuk melakukan pindapata (mengumpulkan dana makanan). Mereka membagi diri mereka ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk menerima dana makanan dari para penduduk desa.

Kedermawanan seorang petani. Para viharawati menerima sayuran dari seorang petani saat melakukan pindapata.
Kedermawanan seorang petani. Para viharawati menerima sayuran dari seorang petani saat melakukan pindapata. Foto: suyuan.org

Para viharawati dari Vihara Dao Yuan merupakan salah satu dari mereka yang tidak menerima uang saat melakukan pindapata, sesuai dengan peraturan kebhiksunian yang mereka pegang.

Setelah kembali dari pindapata, para upasika membantu para viharawati memilah makanan.
Setelah kembali dari pindapata, para upasika membantu para viharawati memilah makanan. Foto: suyuan.org
Waktunya makan bagi para bhiksuni, siksamana, dan sramaneri.
Waktunya makan bagi para bhiksuni, siksamana, dan sramaneri. Foto: suyuan.org

Para bhiksuni, siksamana, dan sramaneri, duduk bersama untuk makan makanan dari hasil pindapata mereka, dan ini adalah makanan pertama dan terakhir mereka di hari itu. Dalam praktik dhutanga yang terdiri dari 13 praktik, salah satunya adalah praktik makan hanya sekali dalam sehari sebelum lewat siang tengah hari.

Setelah beristirahat dan makan, para viharawati melanjutkan perjalanan.
Setelah beristirahat dan makan, para viharawati menlanjutkan perjalanan. Foto: suyuan.org.

Para viharawati melanjutkan perjalanan mereka setelah makan dan matahari nampak sudah mulai condong ke barat.

Para viharawati bermeditasi dan membaca sutra.
Para viharawati bermeditasi dan membaca sutra. Foto: suyuan.org

Pada tempat-tempat yang memungkinkan, para viharawati menyempatkan diri mereka untuk melakukan meditasi atau membaca sutra sebelum kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Meneruskan perjalanan hingga malam tiba.
Meneruskan perjalanan hingga malam tiba. Foto: suyuan.org

Setelah melakukan meditasi dan membaca sutra, para bhiksuni, siksamana dan sramaneri melanjutkan perjalanan mereka hingga malam tiba untuk menuju tempat mereka bermalam.

Beratapkan langit. Bekas ladang jagung sebagai tempat bermalam mereka.
Beratapkan langit. Bekas ladang jagung sebagai tempat bermalam mereka. Foto: suyuan.org

Sebuah tempat bekas ladang jagung menjadi tempat bermalam para viharawati sebelum akhirnya mereka melanjutkan perjalanan mereka di keesokan harinya. Mereka melakukan rutinitas yang sama setiap harinya hingga mencapai tempat tujuan mereka. Foto-foto lainnya dapat diakses di sini.[Bhagavant, Suyuan, 22/11/15, Sum]

 

Rekomendasikan:

Kategori: Pilihan,Tiongkok,Wanita Buddhis
Kata kunci: ,
Penulis: