Tidak Gaduh, Suara Buddhis Australia Diabaikan
Bhagavant.com,
Canberra, Australia – Jumlah umat Buddha di Australia lebih besar dari umat Islam, Yahudi dan Hindu, namun karena tidak gaduh, suara Buddhis Australia mendapatkan sedikit perhatian dan terkesan diabaikan oleh pemerintah maupun media Australia.
Sejumlah tokoh Buddhis Australia menyatakan bahwa sebagian besar dari lebih dari setengah juta Buddhis Australia diabaikan suaranya.
Kim Hollow, Presiden Federasi Dewan Buddhis Australia (Federation of Australian Buddhist Councils), yang mendapatkan kesempatan langka dalam sebuah debat nasional mengenai pernikahan sesama jenis, mengatakan bahwa dalam banyak permasalahan sosial lainnya, Buddhis diabaikan.
“Tingkat populasi, kami lebih besar dari komunitas Islam, tapi komunitas Islam selalu dibicarakan,” kata Kim kepada The New Daily, awal Juli lalu.
“Tidak ada yang pernah berbicara kepada umat Buddha tentang berbagai apa pun, tapi kami memiliki sudut pandang,” lanjutnya.
Pada sensus terakhir tahun 2011, terdapat 528.977 orang umat Buddha, melampaui jumlah Muslim (476.291), Hindu (275.534) dan Yahudi (97.300).
Secara persentase, Australia didominasi oleh Kristen (61 persen dari populasi), diikuti oleh penganut tanpa agama (22 persen), Buddhis (2,5 persen), Islam (2,2 persen), Hindu (1,3 persen) dan Yahudi (0,5 persen).
Kim tidak yakin mengapa Agama Buddha sangat kecil mendapatkan minat dan liputan, meskipun ia menduga hal itu karena stereotip yang ada.
“Ada secara umum sebuah pandangan tentang umat Buddha bahwa kami benar-benar tidak ingin mengomentari berbagai hal dan kami hanya melakukan sesuatu milik kami sendiri,” katanya.
“Ini sama sekali tidak benar. Baru-baru ini kami telah mencoba untuk membangun profil kami karena kami memiliki sudut pandang terhadap sebagian besar masalah-masalah sosial dan kami menginginkan kesempatan untuk menyampaikannya ke masyarakat.”
Kontak awal Agama Buddha dengan Australia bisa saja terjadi sebelum keberadaan pemukiman warga kulit putih dan masuk melalui para pedagang Indonesia, setidaknya demikian kata A.P. Elkin, seorang pakar antropologi Australia dalam bukunya Aboriginal Men of High Degree.
Salah satu gelombang terbesar masuknya Buddhis ke Australia adalah para pengungsi Vietnam di tahun 1980-an.
Meskipun demikian, pemerintah federal Australia telah sering gagal memasukkan umat Buddha di pertemuan lintas agama, kata Kim.
“Pemerintah federal sekarang sangat sadar tentang memasukan kami ke dalam komunitas agama, sedangkan di masa lalu, jika kami tidak mengetahui tentang satu hal dan tidak menahan mengacungkan tangan kami dan berkata, ‘Bagaimana dengan kami?’, kami diabaikan.
Dewasa ini, penganut Agama Buddha di Australia berasal dari mancanegara terutama dari Asia Timur dan Tenggara seperti Jepang, Taiwan, Tiongkok, Indonesia dan Korea. Ada juga pendatang dari negara-negara Barat serta warga lokal yang beralih keyakinan.
Liputan media Australia juga sering tertutup bagi umat Buddha Australia, termasuk lembaga penyiaran nasional, Australian Broadcasting Corporation (ABC) yang terus mengabaikan komunitas Buddhis.
“Kami telah menyurati untuk acara seperti Insight dan Q&A meminta untuk keterwakilan Buddhis (tapi sia-sia),” jelas Kim.
Y.M. Bhikkhu Sujato, seorang bhikkhu Australia terkemuka, menegaskan kepada The New Daily bahwa masyarakat Buddhis sering “diabaikan”, baik oleh media mapun pemerintah.
Roda yang berderit yang mendapat minyak. Demikian perumpamaan yang diberikan Bhante Sujato terhadap komunitas Buddhis Australia yang kehidupan dan suaranya tidak menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat.
“Umat Buddha hanya tidak semenderit itu,” kata Bhante Sujato.
Bhante Sujato juga mengatakan bahwa komunitas Buddhis juga tidak banyak menempatkan perwakilannya di negara bagian maupun di nasional, juga tidak menerima berbagai dana bantuan pemerintah. Dan keterwakilan Buddhis dalam perdebatan nasional di Australia juga sangat kurang.
“Saya pikir ada kurangnya kebijaksanaan dan belas kasih yang besar dalam kehidupan masyarakat kita,” katanya.
“Terlalu sering para politisi terlihat berdalih terhadap kepentingan terkecil kami, dan kami perlu suara untuk menyerukan kepada kita apa yang lebih bermakna.”
“Kualitas ini dapat ditemukan dalam tradisi Buddhis, meskipun jelas tidak hanya ada di sana,” jelas Bhante Sujato.[Bhagavant, 19/8/15, Sum]
Kategori: Australia,Sosial
Kata kunci: diskriminasi agama
Penulis: