Ini Alasan Ilmiah Puasa Buddhis Tetap Minum Air

Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Puasa dalam anggapan umum khususnya di Indonesia identik dengan menghindari makan dan minum dalam jangka waktu tertentu. Tapi dalam puasa Agama Buddha yang lebih mengedepankan pengendalian batin atau kemoralan, minum air bukanlah hal yang harus dihindari.

Puasa Buddhis. Minum air yang cukup dapat menghindari dehidrasi.
Puasa Buddhis. Minum air yang cukup dapat menghindari dehidrasi.

Asal usul atau etimologi dari kata puasa dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dalam bahasa Sanskerta yaitu puvasa (baca: puwasa) yang terdiri dari kata “pu” (membersihkan, memurnikan) dan “vasa” (baca: wasa – berdiam, tinggal).

Jadi puasa berarti tinggal atau berdiam untuk memurnikan diri. Merupakan sebuah praktik para petapa atau brahmana yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu dengan tinggal atau berdiam di asrama mereka. Memasuki asrama atau tempat berdiam atau tinggal untuk memurnikan diri disebut dengan upavasatha (baca: upawasatha). Istilah upavasatha tersebut juga dikenal dalam Agama Buddha sebagai uposatha (bahasa Pali) yaitu praktik latihan pelaksanaan moralitas (sila) yang bertujuan untuk membersihkan pikiran yang ternoda.

Puasa Buddhis

Bagi umat Buddhis awam puasa hanya sebatas dianjurkan dan disarankan pada waktu tertentu. Tetapi bagi para bhikkhu puasa menjadi gaya hidup setiap hari selama hidup mereka.

Dalam puasa Buddhis atau uposatha, umat Buddha awam melakukan praktik latihan pelaksanaan 8 moralitas (aṭṭha-silā) yang disebut juga uposatha-silā karena dilakukan pada hari uposatha. Waktu pelaksanaannya minimal idealnya 4 kali setiap bulan selama setahun berdasarkan fase bulan (penanggalan bulan) yaitu pada 1). bulan baru, 2). antara bulan baru dengan purnama, 3). purnama, 4). antara purnama dengan bulan baru selanjutnya. Dalam tradisi Buddhis tertentu hingga 10 kali setiap bulan sepanjang tahun.

Dari 8 moralitas yang ada dalam attha-sila, salah satunya berkaitan dengan makan, yaitu menghindari makan pada waktu yang salah. Yang dimaksud waktu yang salah adalah waktu antara dari siang tengah hari hingga esok pagi. Dengan demikian umat Buddha tidak memakan apapun pada rentang waktu tersebut. Namun mereka diperbolehkan untuk minum air sepanjang waktu. Sehingga normalnya, umat Buddha yang mempraktikkan puasa ini tidak akan mengalami dehidrasi atau kehilangan cairan tubuh yang secara medis dapat mengganggu kesehatan fisik maupun batin.

Penelitian

Menurut HH Mitchell, Journal of Biological Chemistry 158, otak dan jantung terdiri dari 73 persen air, dan paru-paru sekitar 83 persen air. Setiap fungsi dalam tubuh tergantung pada air, termasuk kegiatan otak dan sistem saraf. Otak adalah salah satu organ paling penting dalam tubuh yang fungsinya tergantung pada akses air yang berlimpah.

Air memberikan otak energi elektrik untuk semua fungsi otak, termasuk proses berpikir dan memori. Menurut Dr. Corinne Allen, pendiri Advanced Learning and Development Institute, sel-sel otak membutuhkan dua kali lebih banyak energi daripada sel-sel lain dalam tubuh.

Ketika tubuh kehilangan lebih banyak air daripada yang masuk, dehidrasi akan datang dan fungsi otak akan terpengaruh. Penelitian menunjukkan bahwa meskipun dehidrasi ringan (1-3% dari berat badan) dapat mengganggu banyak aspek dari fungsi otak.

Dalam sebuah penelitian terhadap wanita muda yang kehilangan 1,36% cairan setelah olahraga, terjadi gangguan baik pada suasana perasaan (mood) dan konsentrasi, dan meningkatkan frekuensi sakit kepala.

Penelitian lain yang serupa, kali ini pada pria muda, menunjukkan bahwa kehilangan 1,59% cairan mengganggu kerja memori dan meningkatkan perasaan cemas dan kelelahan.

Banyak penelitian lainnya, mulai dari anak-anak sampai orang tua, telah menunjukkan bahwa dehidrasi ringan dapat mengganggu suasana perasaan, kinerja otak dan memori (1, 2, 3, 4, 5, 6).

Berdasarkan penelitian di atas, menghindari minum untuk waktu tertentu dalam jenis puasa tertentu, cenderung beresiko tinggi mengalami dehidrasi jika tidak ditanggulangi dengan tepat, dan akan berdampak pada terganggunya fungsi otak dan kondisi perasaan. Hal ini tentu akhirnya akan berdampak pada terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti mengemudi yang membutuhkan konsentrasi atau fokus.

Dengan tidak menghindari minum air, para praktisi puasa Buddhis atau uposatha memiliki resiko rendah terkena dehidrasi. Mereka dapat mengurangi resiko terganggunya kinerja otak dan suasana perasaan yang berdampak pada aktivitas kehidupan sehari-hari termasuk pelaksanaan 7 sila lainnya.[Bhagavant, 28/6/15, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Buddhisme dan Kesehatan,Indonesia,Pilihan
Kata kunci:
Penulis: