Rekonstruksi Buddha Bamiyan dengan Proyeksi Laser 3D

Bhagavant.com,
Hazarajat, Afghanistan – Dengan bantuan teknologi proyeksi laser 3D, rupaka atau arca Buddha Bamiyan raksasa di Afghanistan direkonstruksi dalam bentuk hologram yang dikerjakan selama 2 hari dari 6 hingga 7 Juni 2015.

Rekonstruksi arca Buddha Bamiyan dengan teknologi proyeksi laser 3D yang menghasilkan hologram diprakarsai oleh pasangan suami-istri asal Tiongkok, Zhang Xinyu dan Liang Hong.
Rekonstruksi arca Buddha Bamiyan dengan teknologi proyeksi laser 3D yang menghasilkan hologram diprakarsai oleh pasangan suami-istri asal Tiongkok, Zhang Xinyu dan Liang Hong. Foto: AFP

Sejak dihancurkan dengan dinamit oleh Taliban pada sebelas tahun yang lalu tepatnya sejak 2 Maret 2001, kini rupaka Buddha Bamiyan direkonstruksi dalam bentuk hologram dengan teknologi proyeksi sinar laser 3D atas prakarsa dari pasangan suami-istri asal Tiongkok, Zhang Xinyu dan Liang Hong yang merasa sedih atas hancurnya dua rupaka Buddha yang dipahat pada abad ke-6 tersebut.

Proyek rekonstruksi yang menggunakan teknologi proyeksi sinar laser 3D tersebut dilakukan dengan mengisi rongga kosong di tebing di Lembah Bamiyan di daerah Hazarajat, 230 km barat laut dari Kota Kabul, dengan hologram bentuk rupaka Buddha.

Untuk proyek ini Zhang Xinyu seorang jutawan petualang bersama istrinya Liang Hong, telah mendapat izin dari pemerintah Afganistan dan UNESCO untuk “menghidupkan” kembali rupaka di rongga kosong di tebing tersebut hanya untuk satu malam.

Disertai dengan dendangan musik dan tari dari beberapa warga lokal, dalam acara rekonstruksi tersebut tampak proyektor-proyektor menampilkan rupaka atau arca hologram besar dalam ukuran yang sesuai dengan monumen budaya berharga yang telah hancur tersebut.

“Ini adalah saat yang sangat bersejarah bagi kami, dan saya pikir saat ini entah bagaimana mengingatkan kita pada kebangkitan sejarah kita, sesuatu yang hancur selama masa Taliban. Dan kami sangat tidak senang tentang itu. Ini tidak bisa mengisi tempat kosong Solsol (Buddha Bamiyan), tapi hal itu merupakan sesuatu yang mengingatkan kita bahwa Solsol tidak mati,” kata Javad, seorang warga lokal Bamiyan seperti yang dilansir CCTV, Minggu (14/6/2015).

Untuk menghindari kemungkinan berdampak terhadap peninggalan sejarah tersebut, mereka menggunakan lampu-lampu halogen metal, dan menambahkan penutup kaca kuarsa ke sumber cahaya tersebut.

Pasangan tersebut akhirnya dengan sukarela menyumbangkan peralatan pencahayaan tersebut untuk departemen perlindungan peninggalan budaya setempat yang memutuskan untuk mereproduksi hologram tersebut di masa depan pada bulan Maret setiap tahunnya.

“Meskipun hanya seberkas cahaya, ini dapat bersinar di Bamiyan dan menerangi (arca-arca) Buddha tersebut. Saya pikir ini setidaknya dapat memberitahukan orang-orang bahwa penah ada sebuah tempat indah yang menarik, ada budaya besar dan sejarah panjang yang menarik. Kami berharap penggunaan teknologi pencahayaan dapat menunjukkan rasa hormat kita terhadap budaya dan sejarah,” kata Liang Hong.

Rupaka atau arca Buddha Bamiyan tersebut mengacu pada dua rupaka raksasa yang dipahat di tebing di Lembah Bamiyan. Rupaka pertama dinamakan “Solsol” (53 meter, dibangun antara 591 dan 644 Masehi) dan rupaka kedua dinamakan “Shahmama” (35 meter, dibangun antara 544 dan 595 Masehi), keduanya bergaya seni hibrida klasik Gandhara.

Rupaka Buddha Bamiyan yang merupakan bagian dari lanskap kultural dan peninggalan arkeologi Afganistan menjadi Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun 2003.[Bhagavant, 17/6/15, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Afghanistan,Arkeologi,Kesenian,Teknologi
Kata kunci:
Penulis: