Pelantunan Teks Suci Buddhis Jadi Warisan Budaya PBB

Seni dan Budaya BuddhisBhagavant.com,
Ladakh, India – Tradisi pelantunan teks-teks suci Buddhis di wilayah Ladakh, India telah dimasukkan ke dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO oleh komite badan PBB tersebut yang bertugas melindungi tradisi-tradisi lisan, seni pertunjukkan, dan praktik-praktik sosial di seluruh dunia.

Tradisi pelantunan teks-teks suci Buddhis di wilayah Ladakh masuk dalam daftar PBB setelah sebanyak 24 anggota Komite Antarpemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda melakukan pertemuan pada 3-7 Desember 2012, di Markas Besar UNESCO, Paris, Perancis, dan memutuskan menambahkan 20 hal baru ke dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda Manusia.

Berdasarkan keputusan komite tersebut, tradisi pelantunan teks-teks suci Buddhis di vihara-vihara dan desa-desa di wilayah Ladakh oleh para bhiksu dan lama adalah mewakili semangat, filsafat, dan ajaran Sang Buddha.

Tradisi Pelantunan Teks-Teks Buddhis di Ladakh. Foto: Unesco.org
Tradisi Pelantunan Teks-Teks Buddhis di Ladakh. Foto: Unesco.org

Terdapat lebih dari seribu jenis pelantunan Buddhis yang dipraktikkan di Ladakh yang mayoritas Buddhisnya mempraktikkan tradisi Buddhisme Vajrayana. Dan terdapat empat aliran utama yaitu, Nyingma, Gelug, Kagyu, dan Sakya.

Setiap aliran memiliki beberapa bentuk pelantunan yang dipraktikkan pada waktu siklus kehidupan sehari-hari dan pada hari-hari penting dalam penanggalan Buddhis dan agraria.

Pelantunan teks-teks suci yang dapat berupa sutra dan mantra tersebut dilakukan antara lain untuk kebaikan spiritual dan moral masyarakat, untuk pemurnian dan kedamaian pikiran, ataupun untuk meredakan kemarahan makhluk-makhluk halus jahat.

Pelantunan dilakukan dalam kelompok-kelompok, baik dengan duduk di dalam ruangan atau disertai dengan tarian di haralam vihara atau rumah-rumah pribadi. Para bhiksu mengenakan jubah khusus dan membuat gerakan tangan (mudra) yang mewakili keagungan Buddha, dan instrumen-instrumen seperti genta, tambur, simbal, dan terompet, memberikan musikalitas dan irama bagi pelantunan tersebut.

Para sramanera dilatih di bawah pengawasan ketat dari para bhiksu senior, melantunkan secara sering kali teks-teks hingga mereka dapat mengingatnya. Pelantunan dipraktikan setiap hari di sannipātasala (aula pertemuan) sebagai sebuah puja bakti kepada para Buddha dan Bodhisattva untuk perdamaian dunia, dan untuk perkembangan spiritual para praktisi.

Selain menetapkan pelantunan teks-teks Buddhis di Ladakh sebagai Warisan Budaya Bukan Benda, komite juga menerapkan tiga antaranya yaitu topi jerami Panama dari Ekuador, festival ceri di Sefrou Maroko, dan seni keahlian dan pertunjukkan Tar – kecapi leher panjang dari Azerbaijan.[Bhagavant, 12/12/12, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: India,Seni dan Budaya,Tradisi dan Budaya
Kata kunci: ,
Penulis: