Bhiksu Asing Gadungan Dibekuk Imigrasi

Buddhisme dan KriminalitasBhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Tiga orang bhiksu asing gadungan dibekuk oleh petugas imigrasi Jakarta Barat. Dengan menyamar menjadi bhiksu, tiga orang warga negara asal China menyalahgunakan visa kunjungan ke Indonesia dan melakukan kegiatan mengemis di jalan-jalan dan di seputar kompleks perumahan di Jakarta Barat.

Seperti yang dilaporkan oleh Republika, ketiganya ditangkap oleh petugas imigrasi Jakarta Barat pada Rabu (22/2).

Bermula dengan ditangkapnya Wang Xian Xiang oleh petugas imigrasi pada Rabu siang, saat pria asing berusia 40 tahun tersebut sedang mengemis di seputar kompleks Taman Palem, Jakarta Barat. Dengan mengenakan jubah bhiksu, Wang Xian melakukan kegiatan meminta-minta di kompleks perumahan.

Berdasarkan paspor yang dibawa oleh Wan Xian, petugas imigrasi menelusuri kediaman sementara pria tersebut yang berlokasi di daerah Mangga Besar. Di sebuah rumah kos tempat tinggal sementara Wan Xian, petugas menemukan dua orang pria asal China lainnya, yaitu Bai De Huai yang berusia 42 tahun dan Wang Bu Shi yang berusia 40 tahun. Saat para petugas melakukan penggeledahan, mereka juga menemukan jubah bhiksu.

Meskipun pada dasarnya keberadaan bhiksu asing gadungan bukanlah hal yang sama sekali baru terjadi, nampaknya pihak imigrasi khususnya Imigrasi Jakarta Barat baru menyadari hal ini.

Diwakili oleh Kepala Seksi Penindakan Keimigrasian Jakarta Barat, Muhammad Reza Al-Kahf, pihak imigrasi baru menyadari modus warga negara asing yang menyalahgunakan visa kunjungan dengan menyamar menjadi bhiksu untuk mencari nafkah, dan menganggapnya sebagai modus baru.

Bagi kalangan umat Buddha Indonesia, keberadaan bhiksu-bhiksu atau bhikkhu-bhikkhu asing gadungan bukanlah hal yang baru. Para bhiksu/bhikkhu gadungan tersebut diperkirakan beroperasi di kawasan-kawasan pecinan di Jakarta maupun di daerah lain seperti di Pontianak, Kalimantan Barat, yang mereka anggap sebagai kantung-kantung umat Buddha.

Selain mengemis, tidak jarang pula ada yang menjajakan pernak-pernik Buddhis yang mereka klaim sebagai jimat keberuntungan, beberapa ada yang menjajakannya dengan sedikit memaksa. Di antara mereka mempergunakan bahasa asal mereka untuk menjajakan barang dagangannya.

Fenomena bhiksu/bhikkhu gadungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara lain seperti di Malaysia dan Siangapura. Bahkan, di negara yang mayoritas masyarakatnya adalah umat Buddha seperti Thailand, di mana jumlah bhiksu/bhikkhu-nya melimpah, juga tidak luput dari fenomena bhiksu/bhikkhu gadungan ini.

Keberadaan para bhiksu/bhikkhu gadungan tersebut jelas merugikan masyarakat khususnya umat Buddha, dan terutama mencoreng komunitas para bhiksu/bhikkhu. Bagi mereka, khususnya non-Buddhis yang tidak mengetahui dan tidak bisa membedakan antara para bhiksu/bhikkhu gadungan ini dengan yang sebenarnya, tentu akan mencibir atau setidaknya mengernyitkan alis mereka terhadap pemuka agama Buddha.

Sebagai salah satu usaha untuk meredam fenomena bhiksu/bhikkhu gadungan ini, sekelompok Buddhis di Malaysia, tahun lalu mendirikan sebuah korps yang mereka sebut dengan Sentra Penjaga Kesucian Sangha (The Sangha Sanctity Protection Centre – SSPC ) yang bertugas sebagai “Polisi Sangha” untuk menghentikan operasi para bhiksu/bhikkhu gadungan yang diperkirakan memiliki jaringan atau sindikat.[Bhagavant, 24/2/12, Sum]

Rekomendasikan:

Kategori: Indonesia,Sosial
Kata kunci: ,
Penulis: