Lukisan Dinding Bhiksu Eksentrik Ji Gong
Bhagavant.com,
Hangzhou, China – Delapan belas mural atau lukisan dinding yang menggambarkan kisah legenda kehidupan bhiksu eksentrik Ji Gong (1130-1209) yang hidup di masa Dinasti Song Selatan, sekarang dapat kita nikmati di Vihara Lingyin, provinsi Zhejiang sejak November tahun lalu setelah sebelumnya mengalami perbaikan.
Dilukis dengan lembut pada dinding Aula Ji Gong yang berukuran tinggi 18 meter dan panjang 50 meter di vihara tersebut, lukisan Ji Gong tidaklah seperti lukisan dinding gaya Barat yang menggunakan cat yang kental dan tebal, lukisan tersebut lebih menyerupai lukisan cat air dan tinta bergaya Tiongkok.
Pada dasarnya lukisan dinding tersebut tidaklah secara langsung dilukis pada dinding tetapi pada palet yang menggantung pada dinding. Latar belakang lukisan tersebut berwarna kuning tanah dan warna utama gambar-gambarnya berwarna hitam dan putih dengan beberapa bayangan merah.
Warna-warna tenang dan samar-samar aroma lumpur, berpadu dengan pigmen mineral. Menyampaikan sebuah pesan ketenangan dan kedamaian.
Lukisan dinding pertama mengisahkan mengenai Li Maochu, ayah dari Ji Gong yang berdoa memohon untuk dikaruniai seorang anak. Selanjutnya dikisahkan bagaimana Li Xiuyuan, nama kecil dari Ji Gong menjalani kehidupannya dan menjadi seorang bhiksu pada usia 18 tahun dengan nama Daoji.
Dikisahkan juga bagaimana Daoji atau Ji Gong memberontak pada peraturan kebhiksuan dengan memakan daging dan meminum minuman keras. Ia menghabiskan hidupnya dengan berkeliaran di jalan-jalan Hangzhou, memberikan pelajaran kepada para penjahat dan membantu rakyat kecil dengan keajaiban yang ia miliki.
Lukisan dinding tersebut juga mengisahkan mengenai kisah-kisah ajaib dalam kehidupannya seperti pindahnya sebuah bukit yang terbang dan jatuh di depan Vihara Lingyin yang sebelumnya sudah diprediksi oleh Ji Gong namun orang-orang menganggap prediksi tersebut sebagai bualan seorang “bhiksu gila”.
Dalam kisah tersebut, sebuah bukit terbang akan jatuh tepat di mana sebuah acara pernikahan digelar. Namun sebelum bukit itu jatuh menimpa warga yang sedang mengadakan pernikahan tersebut, Ji Gong menculik sang mempelai wanita sehingga para warga desa mengejarnya, dan dengan meninggalkan lokasi pernikahan akhirnya para warga desa dapat selamat dari musibah yang akan menimpa mereka. Kisah mistis inilah yang merupakan salah satu legenda yang melatarbelakangi keberadaan Feilai Feng (Bukit Terbang), sebuah bukit yang berada di depan Vihara Lingyin.
Lukisan dinding terakhir mengisahkan mengenai wafatnya Ji Gong dan menuju ke surga.
Restorasi lukisan dinding tersebut dilakukan selama dua tahun oleh Lin Haizhong, seorang profesor di Akademi Seni China, bersama dengan para mahasiswanya.
“Meskipun ada naskah-naskah yang menyediakan petunjuk-petunjuk untuk merestorasi mural-mural Tiongkok yang paling tradisional, dalam kasus ini kami benar-benar menciptakan mural-mural baru,” kata Profesor Lin seperti yang dilaporkan oleh China Daily (30/1).
Berdasarkan catatan sejarah, purwa-rupa tokoh Ji Gong hidup di masa Dinasti Song Selatan (1127-1279), saat Hangzhou menjadi ibukota. Para akademisi tersebut merestorasi lanskap kota sebagai cara untuk melihat peristiwa 800 tahun lalu, untuk menghormati kehidupan dan karya Ji Gong.
Profesor Lin dan para mahasiswanya mengabdikan banyak waktu mereka untuk meneliti ulang panorama kota dan kehidupan urban pad amasa itu.
Secara cermat mereka mempelajari sejumlah besar kipas-kipas sutra yang diawetkan di Museum Istana dan yang berada di Shanghai dan Shenyang.
Kipas-kipas sutra dari Dinasti Song Selatan menggambarkan adegan dari kehidupan sehari-hari masyarakat umum perkotaan.
Pada Agustus 2010, sekelompok pakar restorasi menghabiskan setengah bulan perjalanan mengunjungi Jepang untuk mempelajari arsitektur kuno di Kyoto dan Nara, di mana bangunan-bangunannya berasal dari Dinasti Tang (618-907 Masehi) dan Song (960-1279) yang terawat dengan baik.
Sebuah observasi yang cermat mengungkapkan bahwa tempat-tempat indah di Hangzhou seperti Vihara Lingyin, Pagoda Liuhe, Pagoda Leifeng dan bahkan figur-figur Danau Barat (Xī Hú) ada pada mural-mural pada bangunan-bangunan di Jepang yang bersal dari Dinasti Tang dan Song, meskipun mereka terlihat sedikit berbeda dari gambaran mereka yang ada pada saat ini.
Banyak orang menggambarkan Ji Gong mengenakan sebuah topi dan jubah bhiksu yang usang, memegang sebuah kipas yang rusak. Beberapa perilakunya dianggap eksentrik dan bahkan gila, namun ia baik hati dan berbicara dengan humor. Yang paling utama, ia sangat dicintai oleh masyarakat awam.
Untuk menggambar sebuah gambaran hidup dari bhiksu Ji Gong, Profesor Lin dan para mahasiswanya melihat berbagai versi dari kisah-kisah Ji Gong dan sumber-sumber dari Vihara Lingyin. Akhirnya mereka memutuskan untuk menggambarkan Ji Gong sebagai seorang bhiksu yang baik, suka bergurau, dan lusuh, sesuai dengan mitologi mengenai dirinya.
Cuaca yang lembab menimbulkan ancaman bagi lukisan-lukisan dinding tersebut. Profesor Lin mengatakan bahwa dalam dasawarsa mendatang lukisan-lukisan dinding tersebut harus dipantau dengan saksama untuk menjaga cat dari pengelupasan dan perbaikan seperlunya akan dilakukan.[Bhagavant, 31/1/12, Sum]
Kategori: Kesenian,Seni dan Budaya,Tiongkok
Kata kunci: Ji Gong, seni lukis
Penulis: