Singapura: Banyak Yang Tertarik Dengan Buddhisme

Buddhisme di Asia PasifikThe Straits Times,
Singapura – Buddhisme di usianya yang ke-2500 tahun tetap menjadi pilihan teratas di antara mereka yang mencari spiritualitas di negara urban Singapura. Sensus tahun 1980 dan 2000 juga mengungkapkan bahwa Buddhis merupakan populasi yang cepat perkembangannya.

Boleh jadi Buddhisme kehilangan beberapa umatnya yang berpaling ke kam Kristen, tetapi nampaknya Buddhisme lebih banyak mengalihyakinkan di antara mereka yang mencari waktu istirahat dari kehidupan luar yang penuh stres.

Dalam sebuah survey Straits Times, dari hampir 1000 responden, 11 persen dari 200 para mantan pemikir bebas (free thinker) mengatakan bahwa mereka sekarang adalah Buddhis; sedangkan Kristen meraih lebih sedikit para pengalihkeyakinan yaitu 10 persen di antara para pemikir bebas.

Salah seorang juru bicara dari Vihara Kong Meng San Phor Kark See di Bright Hill Drive melihat tiga sampai empat kali lipat dari jumlah umat yang hadir tiap harinya dari sekitar 1000 orang pada satu dasawarsa yang lalu sampai beberapa ribu pada saat sekarang.

Dan vihara tersebut menarik para keluarga baru dibandingkan hanya umat lama.

Kepala kebaktian Seu Teck Sean Tong Toa Payoh, Bapak Joe Lim, 42, mengatakan ia percaya bahwa kaum muda kembali bersama dengan para orang tua atau kakek-nenek mereka untuk mencari sebuah jalan untuk melepaskan diri dari tekanan pekerjaan mereka.

Adalah hal yang membantu dimana pusat-pusat Buddhis di sini sedang melaksanakan lebih banyak lagi program-program dalam bahasa Inggris yang telah membawa kaum yang lebih muda kepada sebuah agama yang dulunya menggunakan hanya bahasa Mandarin atau dialek.

Pengarahan umum agama melalui seminar-seminar, kam-kam, publikasi dan internet juga telah membuat suatu perbedaan, kata Presiden Federasi Buddhis Singapura, Y.M. Kwang Sheng.

Cara-cara modern yang berhubungan dengan Buddhisme seperti yoga, meditasi dan penekanan pada ketenangan juga telah memenangkan keyakinan dari para umat baru. Zen Buddhisme sebagai contoh, terlihat seperti mengikuti tren, yang akhirnya membuatnya populer.

Untuk memenuhi perkembangan Buddhisme, vihara-vihara dan pusat-pusat Buddhis telah dibuka atau mengembangkan kelas-kelas meditasi mereka dalam 10 tahun belakangan ini.

Lebih dari empat belas dari 20 vihara dan pusat Buddhis menjalankan kelas-kelas seperti ini. Beberapa juga mengadakan kelas sesi manajemen stres dan karir, dan bahkan sesi bulanan untuk terapi alternatif seperti reiki, yang semuanya menunjukkan sebuah usaha untuk menyesuaikan diri dengan para pengikut mereka.

Di antara tiga tradisi utama Buddhisme, Tibetan Buddhisme nampaknya lebih populer di kalangan muda, banyak di antara mereka menjadi tertarik karena ajaran kharismatik Dalai Lama dan belas kasihnya. Enam dari 10 orang yang beralihkeyakinan menjadi Buddhis mengatakan bahwa agama ini memberikan mereka tujuan dan arti, ataupun telah melihatnya melalui sebuah pengalaman krisis atau spiritual.

Ibu rumah tangga sekaligus mantan free thinker, Emmeline Ang, 33, mulai mengikuti kelas-kelas Buddhisme sejak lima tahun yang lalu dalam rangka mencari spiritualitas dan untuk mengetahui `apakah ada sesuatu yang jauh di luar dunia materialistis`.

Sekarang, selain mempersembahkan dupa di altar di rumahnya setiap hari, hampir setiap hari Emmeline Ang pergi ke vihara untuk melakukan puja bakti kepada Sang Buddha dan untuk membantu secara sukarela dalam akitivitas vihara.

Di antara para Buddhis ada yang dulunya non-praktisi yang kemudian kembali menjadi praktisi seperti halnya Bapak Lee Jin Hwui, 32.

Lee Jin Hwui bekerja dengan baik dalam karirnya sebagai bidang sumber daya manusia, tetapi ia mencari sebuah arti hidup yang lebih dalam, melampaui pergerakan dari pencapaian material di dalam pergerakan sosial yang cepat.

Buddhisme telah memberinya sebuah pusat perhatian baru dalam tahun terakhir ini dan membawanya lebih dekat kepada keluarga dan teman-temannya, ia menambahkan: ”Saya sekarang lebih tenang dan merefleksikan lebih banyak lagi hal lainnya. Buddhisme telah membantu saya dalam pekerjaan saya.”

Y.M. Kwang Sheng juga menyatakan bahwa keterbukaan Buddhism bagi orang-orang yang berlainan kepercayaan sebagai sebuah faktor yang membuat Buddhism mudah untuk diterima. Vihara menyambut mereka yang ingin tahu, dan tidak memaksakan seseorang untuk meninggalkan kepercayaannya sendiri yang telah ada.

Sebagai contoh, eksekutif komunitas sosial Boey Lai Wan, 30, melihat Buddhisme sebagai suatu kesatuan filosofi yang dapat ia terapkan ketimbang sebuah agama. Wanita itu mengatakan: ”Saya melihat Buddhisme sebagai jalan hidup karena sifatnya yang masuk akal.”

Fakta dan gambaran Buddhisme di Singapura.

Tiga tradisi utama Buddhis di Singapura adalah:

Buddhisme Mahayana
Dibawa ke Singapura oleh para imigran Tiongkok dan secara umum dipratikkan oleh masyarakat Tionghoa. Para pemeluknya bertujuan untuk mencapai Pencerahan atau ke-Buddha-an dan menempatkan penekanan pada pengembangan belas kasih dan kebijaksanaan.

Buddhisme Tibet
Berasal dari wilayah Tibet dan Himalaya, di Singapura tradisi ini menjadi populer di kalangan pemuda. Seperti halnya pemeluk Mahayana, mereka juga bertujuan untuk mencapai ke-Buddha-an, tetapi mereka melakukan lebih banyak penguncaran mantra dan meditasi.

Buddhisme Theravada
Tradisi Buddhisme ini adalah yang tertua, dibawa ke Singapura oleh masyarakat Thai, Birma dan Sri Lanka. Para pemeluknya berkeyakinan bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap Pembebasan dirinya sendiri. Mempraktikkan meditasi konsentrasi dan Vipassana adalah kuncinya.

# Satu per tiga dialihyakinkan menjadi Buddhis oleh para kerabatnya dan satu per tiga lainnya oleh teman-teman dan koleganya.

# 35% menjadi Buddhis untuk mencari tujuan dan arti dalam hidup.

# 74% akan menikah dengan seseorang dari agama lain

# 27% mengharapkan anak-anak mereka mengikuti agama mereka.

(Oleh: April Chong, 9/8)

Rekomendasikan:

Kategori: Asia Oseania,Asia Tenggara,Singapura
Kata kunci: ,
Penulis: