Maha Ghosananda Dalam Kenangan
Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Yang Mulia Somdet Phra Maha Ghosananda (Samdech Preah Maha Ghosananda – bhs Kamboja) atau disebut dengan Bhante Maha Gosananda merupakan satu dari beberapa bhikkhu Kamboja yang bertahan hidup dari pembersihan brutal yang di prakarsai oleh Pol Pot dan Khmer Merah. Semasa rezim Khmer Merah berkuasa, Beliau belajar kepada beberapa guru Buddhis dari beberapa tradisi, dan membantu menjaga kebutuhan spiritual dan material dari komunitas para pengungsi Kamboja. Setelah jatuhnya Khmer Merah, Bhante Ghosananda berperan penting dalam membangun kembali Buddhisme di Kamboja.
Lahir di provinsi Takeo, Kamboja Tengah bagian selatan pada tahun 1929. Pada usia keempat belas Bhante Ghosananda diijinkan oleh orang tuanya untuk tahbiskan sebagai bhikkhu. Ia belajar di universitas kebiaraan di Phnom Penh dan di Battambang sebelum Beliau pergi ke India untuk meraih gelar doktor bidang bahasa Pali di Universitas Nalanda di Bihar dan mendapatkan gelar ”Maha”-nya sebelum usianya 30 tahun.
Beliau belajar kepada beragam guru termasuk guru dari tradisi Zen Jepang, Nichidatsu Fujii, dan juga Sesepuh Kamboja Samdech Prah Sangha Raja Chuon Noth. Dari Nichidatsu Fujii, Maha Ghosananda mendapat latihan meditasi dan perlawanan tanpa kekerasan (Fujji adalah rekan dari Mahatma Gandhi), dan dengan belajar di bawah asuhan Sangha Raja Kamboja menandakannya sebagai bintang terbit dari komunitas biarawan Kamboja. Pada tahun 1969, Maha Ghosananda meninggalkan Kamboja untuk belajar meditasi tradisi Hutan (forest tradition) di bawah asuhan guru Thailand, Achaan Dhammadaro.
Beliau tinggal di vihara di Thailand Selatan ketika perang saudara selama lima tahun berakhir di Kamboja tahun 1976, dimana Pol Pot mendirikan apa yang ia sebut sebagai Demokrasi Kamboja. Di dalam hari-hari itu, hampir seluruh populasi ibu kota Phnom Penh dipindahkan ke desa-desa untuk kerja paksa. Khemer Merah menutup sekitar 3.600 vihara di seluruh negeri. Pada saat pasukan Vietnam menggulingkan rezim tersebut 44 bulan kemudian, hanya sekitar 3.000 bhikkhu Kamboja yang masih hidup dari 60.000 orang bhikkhu yang ada. Pada tahun 1978, seluruh keluar Bhante Ghosananda dibunuh oleh rezim Komunis Pol Pot.
Atas permintaan sangha di Leverett, Bhante Ghosananda pindah ke Massachusetts pada akhir tahun 1980.
Pada tahun 1988, para bhikkhu Kamboja memilih Bhante Ghosananda sebagai pemimpin Sangha Raja. Kemudian karena usahanya membawa harapan bagi bangsa dimana lebih dari 1,5 juta orang kelaparan, bekerja sampai mati ataupun dibunuh oleh kediktatoran Pol Pot, telah menginspirasikan banyak orang untuk memanggil Beliau sebagai ”Gandhi dari Kamboja”
Saat tahun pertama perjanjian perdamaian tahun 1992, Bhante Ghosananda memimpin Dhamma Yatra ke seluruh negeri, sebuah perjalanan untuk perdamaian diseluruh Kamboja. Dhamma Yatra (Pali, `yatra` berarti perjalanan atau ziarah) merupakan lebih dari sekedar perjalanan yang berat. Rute yang diambil oleh Dhamma Yatra adalah rute-rute yang berbahaya termasuk di daerah-daerah yang masih dikuasai oleh Khemer Merah.
”Perjalanan kita untuk perdamaian dimulai hari ini dan setiap hari. Setiap langkah adalah doa, setiap langkah adalah meditasi, setiap langkah akan membangun sebuah jembatan.” Demikianlah pernyataan Bhante Ghosananda di dalam melakukan perjalanannya untuk perdamaian.
Beliau dinominasikan sebagai peraih penghargaan Nobel perdamaian oleh ketua Senat Komite Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat, Claiborne Pell pada tahun 1994, 1995, 1996, 1997 untuk perkerjaannya dalam membawa perdamaian dan stabilitas di Kamboja.
Pada tahun 1998 Niwano Peace Foundation of Japan memberikan penghargaan kepada Bhante Ghosananda berupa penghargaan perdamaian dimana di dalamnya tertera tulisan ”Melalui perjalanan ini, Maha Ghosananda menjadi jembatan perdamaian – mengumpulkan kembali orang-orang yang berpisah karena perang – dan menyingkirkan ketakutan mereka dengan panggilannya untuk perdamaian.”
Pada tahun 1997 Bhante Ghosananda mengkoordinir massa untuk pertama kalinya untuk memprotes penggunaan kekerasan dalam politik di Kamboja yang karena kekerasan tersebut akhirnya menimbulkan kudeta. Dan karenanya ia mendapatkan penghargaan dari organisasi Sri Lanka, Sarvodaya Srimadana.
Bhante Ghosananda yang di negaranya juga dikenal dengan sebutan ”Gandhi dari Kamboja”, ”Harta Yang Hidup” dan ”Dhamma Yang Hidup” karena ketidakseganannya memberikan makanan dan jubah yang ia miliki bagi yang memerlukan, juga pernah menelurkan karya tulisnya yang berjudul ”Step by Step” (Langkah demi Langkah) yang merupakan sebuah buku panduan bagi Buddhis Kamboja untuk mempelajari agama Buddha.
Yang Mulia Somdet Phra Maha Ghosananda, wafat pada hari Senin, 12 Maret 2007 pada usianya yang ke 78 tahun di rumah sakit Cooley Dickinson di Massachusetts, Amerika Serikat. Semoga Bhante Ghosananda mencapai kebahagiaan tertinggi Nibbana, di kehidupan selanjutnya, dan semoga masih akan ada lagi Ghosananda-Ghosananda lainnya bagi dunia yang haus akan perdamaian.[Sum]
Kategori: Amerika,Amerika Serikat,Amerika Utara,Seremonial,Tokoh
Kata kunci: bhikkhu, Massachusetts, Somdet Phra Maha Ghosananda, Theravada
Penulis: