Belajar Dari Kasus Ferry
Bhagavant.com,
Jakarta, Indonesia – Setelah dua minggu menghindar dan bersembunyi dari masalah yang berhubungan dengan tewasnya seorang penyanyi wanita muda, akhirnya Ferry Surya Prakasa keluar dari persembunyiannya dan mau bekerja sama dengan aparat kepolisian. Pada hari Kamis malam 28 Desember 2006, pihak kepolisian menjemput Ferry di Batam dimana ia datang dari Singapura. Kemudian Ferry dibawa dan diperiksa di Polres Jakarta Timur.
Setelah diperiksa secara intensif, hari Jumat 29 Desember 2006, Ferry dinyatakan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian atas tewasnya Alda Risma. Ferry terancam dijerat oleh pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan meninggalnya seseorang dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan ia juga terancam terjerat pasal 82 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dalam hal melakukan implan obat ke dalam tubuh seseorang tanpa keahlian dan kewenangan. Demikian yang dikatakan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes I Ketut Untung Yoga Ana.
Sampai berita ini diturunkan, kasus ini masih dalam penyidikan pihak kepolisian dan akan terus diproses sampai tuntas.
Belajar dari Kasus Ferry
Dari memperhatikan kasus yang menimpa Ferry dan Alda ini dari awal sampai akhir, beserta dampak-dampaknya, nampaknya banyak pelajaran berharga yang dapat kita petik khususnya sebagai umat Buddha.
Pelajaran pertama yang dapat kita petik adalah siapapun orangnya, cepat atau lambat, segala perbuatan baik maupun buruk akan menimbulkan akibat (vipaka), inilah hukum kamma.
Pelajaran kedua adalah perbuatan yang didasari oleh niat baik belum tentu menghasilkan hal yang baik pula jika dalam melakukan perbuatan tersebut tidak menggunakan cara-cara yang baik dan benar. Oleh karena itu perbuatan yang didasari oleh niat baik perlu didukung pula dengan cara yang benar dan baik dalam melakukan perbuatan tersebut.
Pelajaran ketiga yang dapat kita petik adalah janganlah melarikan diri dari permasalahan yang sedang menimpa diri kita. Dengan melarikan diri dari masalah, kita tidak akan menyelesaikan masalah itu, bahkan memungkinkan untuk munculnya masalah yang baru. Hadapilah dan pecahkan masalah itu dengan pikiran yang jernih dan lapang.
Pelajaran keempat adalah hindarilah suatu sikap mengultuskan seseorang baik itu seorang guru, pemimpin, tetua, dan sebagainya sehingga tidak timbul kemelekatan dan akhirnya timbul kekecewaan pada diri kita jika seseorang yang kita puja tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan kita. Dalam kasus Ferry, tidak sedikit umat Buddha khususnya mereka yang pernah dipimpin oleh Ferry yang juga adalah seorang Rinpoche merasa begitu kecewa. Kekecewaan mereka timbul karena kemelekatan yang ada terhadap sosok Rinpoche tersebut. Kekecewaan timbul karena sosok Rinpoche yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan bayangan atau harapan mereka. Selain itu kekecewaan tersebut juga timbul karena tidak bisa menerima sebuah perubahan.
Pelajaran kelima adalah pisahkan antara prilaku buruk seorang umat beragama dengan ajaran agamanya. Dalam kasus Ferry, apapun yang dilakukan oleh yang bersangkutan merupakan tindakan pribadi dan bukan dan tidak berdasarkan ajaran agama Buddha. Hanya orang-orang yang piciklah yang tidak memisahkannya.
Pelajaran keenam adalah janganlah percaya begitu saja pada desas-desus, gosip, ataupun klaiman sepihak yang mengatakan hal ini dan itu yang belum diketahui kebenarannya. Banyak orang yang terpedaya karena mendengar desas-desus, gosip, serta klaiman sepihak yang belum diketahui kebenarannya, yang masih simpang siur sehingga mereka mulai berspekulasi dan berpikir negatif terhadap sesuatu. Kewaspadaan dan kekritisan adalah modal utama untuk menangkis segala tipu daya.
Pelajaran ketujuh adalah sudah saatnya umat Buddha merapatkan barisan. Merapatkan barisan bukan hanya untuk memperkokoh persatuan antar umat Buddha tetapi juga menelaah dan memperbaiki kembali tubuh organisasi-organisasi Buddhis Indonesia yang carut-marut yang disebabkan oleh egoisme pribadi semata. Kembali memperhatikan setiap anggota yang ada dalam organisasi, serta kembali kepada Dhamma dan Vinaya. Sehingga dengan demikian akan meminimalisir segala hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan.
Mengambil Sikap
Lalu sikap apa yang perlu dilakukan oleh umat Buddha Indonesia mengenai kasus Ferry ini? Sikap yang perlu dilakukan oleh umat Buddha Indonesia yaitu, pertama, bersikaplah tenang, lanjutkan kehidupan seperti biasa, serahkan kasus tersebut kepada prosedur hukum yang berlaku dengan tetap mengamati secara kritis perkembangan kasus ini.
Kedua adalah meluruskan pandangan keliru sesuai dengan sudut pandang Buddhis kepada mereka yang belum memahami Buddhisme, seperti menjelaskan apa itu Rinpoche, apakah seorang Rinpoche selalu identik dengan status bhiksu dan lain sebagainya.
Ketiga adalah jangan takut dan khawatir untuk tetap datang ke vihara. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi kita yang tidak terlibat dalam perbuatan buruk. Selain itu tidak ada bentuk ancaman apapun yang bisa menghentikan seseorang beribadah karena kebebasan beribadah sesuai agamanya masing-masing dijamin dan dilindungi oleh negara. Jadi tetaplah ke vihara.
Yang keempat adalah berdoa dan berharap semoga kasus ini dapat selesai sebagaimana mestinya, seadil-adilnya. Semoga yang meninggal mendapatkan kebahagiaan di kehidupan berikutnya, dan bagi Ferry apapun status final yang nanti akan ditetapkan oleh pihak kepolisian semoga ia dapat menyelesaikan dan mempertanggungjawabkan dengan baik perbuatan yang telah ia lakukan, dan semoga semua makhluk bebas dari permusuhan dan kebencian. Sadhu! Sadhu! Sadhu!
[Sum]
Kategori: Asia Oseania,Asia Tenggara,Indonesia
Kata kunci: kriminalitas, pembelajaran, rinpoche, selebriti
Penulis: