Peringatan 30 Tahun Sangha Theravada Indonesia
Bhagavant.com
Jakarta, Indonesia – Pada tanggal 23 Oktober yang lalu, Sangha Theravada Indonesia (STI) genap berusia 30 tahun sejak terbentuk pada tanggal 23 Oktober 1976. Tiga puluh tahun adalah sebuah usia yang sudah dewasa bagi sebuah organisasi keagamaan. Dan dalam kurun waktu tiga puluh tahun ini tentu saja banyak peristiwa yang telah terjadi dalam tubuh lembaga yang menaungi para bhikkhu Theravada di Indonesia ini. Baik peristiwa yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Menurut Dhamma ini adalah hal yang biasa terjadi dalam kehidupan, tinggal bagaimana manusia menyikapinya.
Berikut adalah riwayat singkat organisasi Sangha Theravada Indonesia yang keanggotaannya hanya berisikan para bhikkhu sangha.
Riwayat Singkat Organisasi
Awal tahun 1976 terdapat lebih 5 (lima) bhikkhu warga negara Indonesia yang menjalani hidup kebhikkhuan di Indonesia sesuai Kitab Suci Tipitaka Pali, Pandangan Keagamaan Buddha yang berpedoman pada Kitab Suci Tipitaka Pali lazim disebut Theravada (Ajaran Sesepuh).
Bhikkhu adalah seorang pria yang melepaskan kehidupan berumah-tangga untuk berusaha sepenuhnya mencapai pencerahan batin serta mengabdikan diri demi ketenteraman dan kebahagiaan masyarakat.
Sesuai dengan Vinaya (Peraturan Kebhikkhuan) seperti tersebut dalam Kitab Suci Tipitaka Pali, para bhikkhu berhimpun dalam pasamuan yang disebut Sangha, yang paling sedikit harus terdiri dari 5 (lima) bhikkhu.
Fungsi kebhikkhuan seperti pelantikan bhikkhu baru, penyelesaian kasus pelanggaran vinaya, dan kewajiban-kewajiban para bhikkhu lainnya harus dilakukan dalam forum Sangha. Sangha memberikan peluang belajar (pariyatti), berlatih (patipatti), serta memperoleh hasil pelaksanaan (pativedha) Dhamma bagi mereka yang sanggup menjalani kehidupan sebagai bhikkhu. Di samping fungsinya bagi para bhikkhu tersebut di atas; Sangha juga merupakan penjaga keyakinan (saddha), pemelihara moral (sila), tumpuan bakti (caga), dan penumbuh kebijaksanaan (pañña) umat Buddha.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan dengan dorongan keyakinan kepada Tiratana, maka dibentuklah SANGHA THERAVADA INDONESIA di Vihara Maha Dhammaloka (sekarang Vihara Tanah Putih), Semarang; pada tanggal 23 Oktober 1976. Adapun para bhikkhu yang mencetuskan gagasan dan membentuk Sangha Theravada Indonesia adalah 5 (lima) bhikkhu Indonesia, yaitu: Bhikkhu Aggabalo, Bhikkhu Khemasarano, Bhikkhu Sudhammo, Bhikkhu Khemiyo, dan Bhikkhu Ñanavuttho.
Bhikkhu Aggabalo diangkat menjadi Sekretaris jenderal yang pertama dalam Sangha Theravada Indonesia.
Sangha Theravada Indonesia dibentuk oleh para bhikkhu yang bukan anggota dari Sangha yang sudah ada di Indonesia pada waktu itu.
Kepemimpinan Sangha Theravada Indonesia ditangani oleh Dewan Pimpinan Sangha (Karaka Sangha Sabha) Sangha Theravada Indonesia.
(sumber: www.samaggi-phala.org)
Pengabdian
Sebuah pengabdian bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi jika dilakukan selama tiga puluh tahun. Sebuah pengabdian akan tidak terasa sebagai suatu beban ataupun suatu kesukaran jika dilakukan berdasarkan pada ketulusan, cinta kasih, dan belas kasih dalam Dhamma untuk kepentingan orang banyak, kepentingan semua makhluk.
Sekarang Sangha Theravada Indonesia telah mengabdi dalam Dhamma selama 30 tahun, dan sebuah penghargaan akan pengabdian ini layak untuk diadakan. Oleh karena itu untuk merayakan 30 tahun pengabdian tersebut, Sangha Theravada Indonesia bersama dengan Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia, akan mengadakan perayaan bersama 30 tahun pengabdiannya dalam semangat: “Menghayati, membabarkan dan melestarikan Dhamma tiada henti ….”
Perayaan yang sekaligus juga untuk memperingati 30 tahun terbentuknya Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (MAGABUDHI) sejak tanggal 3 Oktober 1976, akan diselenggarakan tanggal 10 sampai 12 November 2006 mendatang, yang sebagian besar diadakan di Mega Glodok Kemayoran, Jakarta Pusat.
Terlepas dari gegap gempitanya perayaan atas pengabdian Sangha Theravada Indonesia yang akan diselenggarakan, sebuah cermin diri pun perlu ditampilkan sebagai refleksi diri guna melihat kekurangan yang masih ada. Sehingga dengan demikian para anggota Sangha Theravada Indonesia dapat memperbaiki apa-apa saja yang dirasa kurang sesuai dengan tujuan, misi dan visi dari terbentuknya Sangha Theravada Indonesia, dan tetap melanjutkan serta meningkatkan apa-apa yang sudah baik demi manfaat di dalam tubuh STI dan manfaat masyarakat khususnya umat Buddha Indonesia.
Terakhir, ada dua hal yang terpenting yang diperlukan dalam sebuah organisasi besar seperti STI ini, yaitu persatuan dan kebersamaan para anggotanya. Tanpa persatuan dan kebersamaan, sebuah organisasi akan menjadi organiasasi yang mati.
”Sukho buddhanamuppado, sukha saddhammadesana, sukha sanghassa samaggi, samagganam tapo sukho” Kelahiran para Buddha merupakan sebab kebahagiaan, pembabaran Ajaran Benar merupakan sebab kebahagiaan, persatuan Sangha merupakan sebab kebahagiaan, dan usaha perjuangan mereka yang telah bersatu merupakan sebab kebahagiaan. (Dhammapada 194)
Semoga dihari-hari mendatang Sangha Theravada Indonesia, tetap dapat mengabdi demi melestarikan Buddha Dhamma di nusantara, demi semua makhluk.
Semoga semua makhluk berbahagia.[Sum]
Kategori: Asia Oseania,Indonesia,Seremonial
Kata kunci: Sangha Theravada Indonesia, Theravada
Penulis: